Komisioner KPU Palembang Siap Ikuti Proses Hukum

JUMPA PERS-Komisioner KPU Palembang menggelar jumpa pers di kantor KPU Palembang, Minggu (16/6/2019).

Palembang, SumselSatu.com

Setelah ditetapkan menjadi tersangka oleh Polresta Palembang berdasarkan laporan dari Bawaslu Kota Palembang, karena dugaan telah menghilangkan hak pilih pada Pemilu 2019 beberapa waktu lalu, komisioner KPU Kota Palembang angkat bicara.

Ketua KPU Kota Palembang Eftiyani menegaskan, kalau pihaknya sudah menjalankan tugas sesuai ketentuan yang berlaku. Jadi tidak ada warga yang dihilangkan hak pilihnya.

“Yang sudah KPU kerjakan sudah sesuai aturan dengan kesepakatan,” kata Eftiyani saat menggelar jumpa pers di kantor KPU Palembang, Minggu (16/6/2019).

Menurutnya, rekomendasi Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) yang dijalankan pun dikerjakan sesuai dengan hasil rekomendasi Bawaslu Kota Palembang dan kemudian KPU Palembang berkoordinasi serta meminta petunjuk dari KPU Sumsel.

“Prosesnya sudah kita jalankan sesuai prosedur. Bahkan, Bawaslu Palembang sebelumnya juga sempat merevisi rekomendasi untuk supaya dari rekomendasi sebelumnya PSL (Pemungutan Suara Lanjutan) dijadikan PSU (Pemungutan Suara Ulang,” ucapnya.

Sementara itu, Anggota KPU Palembang, Yetty Oktarina mengaku, akan menghormati proses hukum dan siap menghadapi kasus terkait penetapan tersangka terhadap semua personel KPU Palembang oleh Reskrim Polresta setempat terkait penyelenggaraan Pemilu April 2019.

“Kami menghormati dan mengikuti proses hukum. Perlu diketahui secara umum proses Pemilu di Palembang sudah berjalan baik dan lancar sesuai aturan,” bebernya.

Menurutnya, terkait penyelenggaraan pemilihan anggota legislatif dan presiden/wapres sudah sesuai dengan aturan dan hasil konsultasi dengan KPU Sumatera Selatan (Sumsel).

“Jangankan untuk menghilangkan hak pilih, niat saja itu tidak ada. Pasal yang dituduhkan dalam penetapan tersangka tersebut menurut kami tidak terpenuhi dan tidak berdasar,” ucapnya.

Amrah Muslimin, Komisioner KPU Provinsi Sumsel Divisi SDM dan Parmas mengatakan, sengaja mengajak kawan-kawan mengenai penghilangan hak pilih.

“Kami menghargai sudut pandang angle teman-teman penyidik menetapkan 5 komisioner menetapkan sebagai tersangka. Tapi izinkan juga dari sudut pandang penyelenggara pemilu,” urainya.

Dia berharap Komisioner Bawaslu introspeksi dirijika urusan Pemilu tidak hanya tanggungjawab KPU saja, melainkan juga sekaligus tanggungjawab Bawaslu.

“Bawaslu pengawas dan pencegahan. Seperti dimuat ada pernyataan dari DKPP RI di salah satu media hari ini. Bawaslu tidak memahami alur di mana ini tindak pidana Pemilu ataukah kode etik, jadi harusnya dilaporkan ke DKPP. Kalau ada indikasi pelanggaran baru ke Gakumdu. Dapat kami simpulkan tindakan Bawaslu Kota Palembang ini sebagai pelanggaran kode etik,” katanya.

Amrah menambahkan, inti persoalan PSL dilaksanakan atau tidak harus ada surat permohonan dari PPK. Itu dimulai dari rekomendasi Panwascam.

“Tidak ujuk-ujuk melakukan PSL. Bisa saja tapi itu melanggar azaz efesien. Ilustrasinya yakni butuhkan anggaran Rp 13 juta per TPS untuk melakukan PSL dan harus dari permintaan usulan PPK. Jadi yang harus dilakukan Bawaslu Kota itu bukan ke Gakumdu, tapi ke DKPP dulu. Sehingga menemukan pasal-pasal bukti kuat.

“Ini etiknya saja belum. Kami menyadari keterbatasan karena tidak ada khusus tindak pidana pemilu di kepolisian dalam pengelolaan tindak pidana pemilu. Kami tetap menghormati,” katanya.

Sementara itu, Komisioner Divisi Hukum KPU Sumsel Hepriady meminta agar berita jangan jangan dilihat sepenggal-sepenggal. Polisi menetapkan Pasal 510 UU Pemilu kepada kelima komisioner KPU Palembang.

“Dibuktikan saja kalau KPU sengaja telah melakukan penghilangan hak pilih. Karena 3 unsur pokok harusnya di dalamnya. Dari ada menjadi tidak ada. Seperti dia sudah 17 tahun dicoret. Ini tidak ada. Kenyataannya di TPS kekurangan surat suara. Itupun sudah sebagian diatasi di lapangan,” katanya.

Lebih lanjut dia menerangkan, dari 5 jenis pemilihan Pilpres, hanya satu yang kurang. Apakah benar ada penghilangan hak pilih. Ini mesti didiskusikan penyidik. Kemudian dikatakan sengaja. Padahal ini bukan sepenuhnya dari teman-teman KPU Palembang. PSL itu karena sesuatu hal terhenti pemilihan. Diusulkan KPPS melalui KPU. Barulah diumumkan penghentian pemungutan suara.

“KPU dalam melaksanakan PSL atau PSU harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Bawaslu Palembang. Kalau ini dipersoalkan ini masuknya administratif pemilu. Ranahnya DKPP. Dikaji kalau tidak ada unsur tindak pidana pemilu, maka ini hanya dikenakan kode etik. Melihat PSL ini jangan parsial tapi menyeluruh. Kami KPU Sumsel akan di tengah-tengah KPU Palembang dalam menghadapi proses hukum di Polresta Palembang,” pungkasnya.

Berawal dari adanya temuan Bawaslu Kota Palembang dan dilaporkan ke Polresta Palembang pada 22 Mei 2019, dengan laporan Polisi No.Pol : LPB/1105/V/2019/SUMSEL/RESTA, 5 Komisioner KPU Kota Palembang ditetapkan tersangka oleh Satreskrim Polresta Palembang, pada 11 Juni 2019 lalu.

Mereka diduga telah melakukan perkara tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam primer Pasal 510 subsideir pasal 554 UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dilaporkan oleh Bawaslu Kota Palembang.

Adapun kelima komisioner KPU Kota Palembang itu yakni Ketua KPU Palembang H Eftiyani, SH, Divisi Perencanaan, Data dan Informasi Syafarudin Adam, Divisi Hukum dan Pengawasan A Malik Syafei, MH, Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM DR Yetty Oktarina, dan Divisi Teknis Penyelenggaraan Alex Barzili, SSi. #nti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here