Sering Dapat Adipura, Palembang Masih Sulit Atasi Sampah

SAMPAH---Wawako Palembang Fitrianti Agustinda berfoto bersama dengan para mahasiswa pada acara diskusi Tata Kelola Sampah Kota Palembang, di Fakultas Hukum UMP, Selasa (3/12/ 2019). (FOTO: SS1/YANTI)

Palembang, SumselSatu.com

Meski Pemerintah Kota (Pemko) Palembang sering menerima Piala Adipura, namun, persoalan sampah masih sulit diatasi.

“Kota Palembang menjadi langganan Piala Adipura, tapi keberadaan sampah yang ada di Palembang masih sulit teratasi dengan baik,” ujar Wakil Walikota (Wawako) Palembang Fitrianti Agustinda, Selasa (3/12/ 2019).

Fitrianti yang akrab disapa Finda itu mengatakan hal tersebut dalam diskusi Tata Kelola Sampah Kota Palembang, di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP).

Wawako menyampaikan, sehari ada sedikitnya 1200 ton sampah di Palembang.

“Jadi kalau sebulan 36 ribu ton. Sampah ini masih jadi permasalahan serius kita,” kata Finda yang dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu.

Kata Finda, permasalahan sampah di Palembang bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga semua pihak.

Dalam diskusi itu, Finda mengajak semua pihak untuk bahu-membahu mengatasi permasalahan sampah, mulai dari tingkat RT hingga kecamatan harus gotong-royong mengatasi masalah sampah.

“Kami rutin  melakukan gotong royong untuk memberantas sampah.Tetapi sangat sayangnya banyak warga terkadang menutup mata,” kata Finda.

Kata Finda, Pemko Palembang gencar menerapkan Perda No 3 Tahun 2015.

“Jadi yang tertangkap tangan membuang sampah sembarangan kami denda Rp500 ribu,” kata Finda.

Terpisah, Anton warga Jalan Rimba Kemuning, Kecamatan Kemuning, Palembang, mengatakan, guna mengatasi persoalan sampah di Palembang perlu dilakukan secara serius.

“Jadi bukan hanya persoalan masuk ke anak-anak sungai mengambil sampah setiap minggu. Bukan itu saja. Tetapi juga harus didukung komponen lainnya,” kata Anton.

Dia mengatakan, harus ada sarana dan prasarana serta infrastruktur penunjang. Harus ada bak tempat pembuangan sampah yang dibangun atau disediakan di pemukiman ataupun ruang publik.

“Apa yang dilakukan Walikota atau Wakil Walikota Palembang setiap minggu melakukan gotong-royong, masuk ke anak-anak sungai itu bagus. Tetapi, harus didukung oleh hal lainnya,” tandas pria yang bekerja di perusahaan swasta itu.

“Bagaimana orang mau untuk tidak membuang sampah sembarangan jika tempat pembuangan sampah tidak tersedia. Hari ini Walikota atau Wakil Walikota membersihkan anak sungai, nanti sore sudah penuh lagi oleh sampah. Jadi kan percuma,” katanya.

Selain sarana dan prasarana, infrastruktur juga harus mendukung. Seperti, pembangunan ruas jalan di kiri dan kanan anak sungai di Palembang.

“Sehingga, truk pengangkut sampah gampang masuk ke pinggir sungai untuk mengangkut sampah,” kata Anton yang dulunya aktif di organisasi kepencintaalaman itu.

Kemudian, hal yang paling penting adalah membangun kesadaran masyarakat untuk menjadikan lingkungan bersih dan sehat.

“Harus ada tindakan tegas jika ada yang melanggar perda. Kemudian, denda dalam perda harus diganti. Bukan denda maksimal, tetapi denda minimal. Kalau denda maksimal Rp500 ribu, itu artinya boleh didenda Rp100. Jika denda minimalnya Rp1 juta, maka orang akan berpikir berkali-kali untuk membuang sampah sembarang,” kata Anton. #nti   

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here