Palembang, SumselSatu.com
Setelah bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pancadarma, Chairul S Matdiah, SH, MHKes, mulai hidup mandiri dengan mengontrak sebuah rumah di Jembatan 2 Karang Anyar, Gandus, Palembang. Dia tinggal berdua dengan adiknya H Darmiat Darmowidakdo, SPd, SH, MH.
“Saya hidup berdua dengan Darmiat. Dia ikut berjualan kopi,” ujar Chairul.
Chairul mengatakan, setelah menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Gajah Mati Tahun 1977, dia melanjutkan pendidikan di SMP Pancadarma Tahun 1978. Sementara adiknya Darmiat, bersekolah di SD Negeri Pebem, Gandus, dan SMP Negeri 5 Palembang.
“Saya pindah ke Palembang saat
kelas 1 SMP, sementara Darmiat kelas 6 SD, pindah dari Gajah Mati ke Palembang. Di Palembang, kami tinggal berdua dan sama-sama mencari rezeki dari berjualan kopi,” katanya.
Chairul dan Darmiat mengais rezeki dengan berjualan kopi di bawah kolong Jembatan Ampera. Mereka berjualan kopi dari pukul 03.00 dinihari WIB hingga pukul 06.00 WIB. Setelah berjualan kopi mereka langsung menyiapkan diri untuk datang ke sekolah.
“Awal berjualan kopi karena uang bulanan yang dikirimkan ayah dari Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten OKI, sering terlambat. Dulu transportasi tidak seperti saat ini. Kadang 3 hari 3 malam uang kiriman baru sampai,” ceritanya.
Chairul mengatakan, zaman dulu, untuk menuju Palembang dari Desa Gajah Mati, memakan waktu tiga hari tiga malam. Itu pun harus melewati jalur pawo atau sungai. Sementara jika menggunakan mobil, bisa tembus dua hari dua malam.
“Kalau dari jalur darat menggunakan mobil agak susah, karena akses jalan rusak, sulit dan berlumpur,” ujar suami dari Hj Anisah Mardin, SH.
Karena akses yang sulit menuju Palembang, uang bulanan yang dikirimkan menjadi terhambat, karena uang bulanan itu bukan diantar langsung, tetapi melalui wesel atau layanan yang digunakan untuk membayar uang melalui Jakarta.
“Wesel itu dikirim bersamaan dengan kayu yang dibawa ke Jakarta melalui perahu motor atau sampan bugis. Bapak kirim lewat Jakarta jadi terlambat pengirimannya, jadi tidak lancar. Uang kiriman orangtua banyak, kisaran jumlahnya tidak bisa ditentukan. Hanya saja sering terlambat,” terang dia.
Karena uang bulanan sering terlambat, Chairul dan Darmiat memutar otak, lalu muncul ide berjualan kopi di bawah Jembatan Ampera setelah dibantu Pak Bus, preman yang disegani di kawasan Jembatan Ampera pada saat itu.
“Bapak selalu mengajarkan kami untuk mandiri. Begitu tahu saya jualan kopi di bawah proyek (Jemnatan Ampera-red), beliau tidak marah. Walaupun dia mampu menyekolahkan saya dan keenam adik saya,” kata ayah empat anak itu.
Sering Terlambat Datang ke Sekolah
Sebelum bersekolah di SMA Swasta Bakti Ibu (1981-1984), Chairul terlebih dahulu menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Palembang Tahun 1981, selama enam bulan. Karena sering terlambat datang ke sekolah, dia lalu dipindahkan dari SMK Negeri 1 Palembang.
“Waktu itu saya sering terlambat datang ke sekolah, karena saya berjualan kopi sampai pagi. Lalu saya dipanggil Ali Hanafiah, Kepala SMK Negeri 1 Palembang. Saya ditanya kepala sekolah kenapa sering terlambat datang ke sekolah. Saya jawab, aku jualan kopi di bawah proyek dari pukul 03.00 dinihari WIB,” kata Chairul.
Setelah mendengarkan jawaban Chairul, Kepala SMK Negeri 1 Palembang Ali Hanafiah, menyarankan Chairul pindah sekolah yang masuknya sore hari.
“Kalu cak itu kau pindah bae sekolah sore, makanya saya pindah ke sekolah swasta SMA Bakti Ibu Palembang. Pada waktu itu pak Ali Hanafiah memanggil Kepala SMA Bakti Ibu pak Rojak. Jadilah saya sekolah di sana,” kenang Chairul menceritakan pengalaman beberapa tahun silam.
Kabar dia pindah dari SMK Negeri 1 Palembang ke SMA Bakti Ibu, sampai ke telinga ayahnya, H Matdiah Faat. Bisa ditebak, ayahnya marah besar dan meminta dia berhenti berjualan kopi.
“Waktu itu ayah marah besar. Saya disuruh berhenti jualan kopi, tapi saya tetap lanjut berjualan karena sudah nyaman, duit banyak, pendidikan sama saja, mau negeri atau swasta, kata saya waktu itu. Ayah saya sempat menghadap pak Ali Hanafiah minta saya dikembalikan ke SMK Negeri 1 Palembang, tapi saya tidak mau, biarlah sekolah di swasta sampai tamat. Tapi saat sekolah di SMK Negeri 1 Palembang sangat berkesan, karena sahabat saya dulu sudah banyak menjadi orang hebat,” ujar Chairul yang telah memiliki dua orang cucu.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Bakti Ibu, Chairul dan adiknya Darmiat yang sekolah di SMA Negeri 2 Palembang (1982-1985), memutuskan berhenti berjualan kopi. Setelah mengikuti ujian masuk perguruan tinggi tahun 1984, dia lulus di pilihan kedua Fakultas Keguruan (FKG) Jurusan Matematika Universitas Sriwijaya (Unsri).
“Pilihan pertama adalah Fakultas Kedokteran Unsri, tapi tidak lulus, karena saat masih kecil bercita-cita menjadi dokter,” katanya.
Sementara adiknya Darmiat menempuh pendidikan di Fakultas Keguruan Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia Palembang (PGRI) Palembang Tahun 1986 dan Fakultas Hukum Universitas Palembang (Unpal) Tahun 2007.
“Tahun 1984 saya lulus di FKG Matematika Unsri, tapi baru kuliah dua tahun saya berhenti, karena di tahun yang sama saya juga lulus di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Palembang. Pagi kuliah di Unsri, sore di Muhammadiyah. Jadi saya akhirnya pilih salah satu, saya pilih kuliah di Muhammadiyah,” katanya.
Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tahun 1992, dia memulai karir sebagai pengacara tahun 1995-2013. Tahun 2005-2007 menyelesaikan pendidikan Strata Dua (S2) di Fakultas Magister Kesehatan (MHKes) di Universitas Katolik Soegijapranata (Unika). Sementara adiknya Darmiat melanjutkan pendidikan S2 Fakultas Magister Hukum (MH) di Universitas Jayabaya, Jakarta.
“Gelas Magister Kesehatan memang tidak terpakai di pengacara, tapi kenapa saya ambil MHKes, karena dulu cita-cita mau jadi dokter tapi tidak lulus di Fakultas Kedokteran Unsri, makanya ada kesempatan S2 di Magister Kesehatan langsung saya ambil. Saya hanya ingin tahu kuliah di kesehatan itu seperti apa, karena terdorong oleh cita-cita menjadi dokter di masa kecil,” ungkap Chairul. (Bersambung………)