Palembang, SumselSatu.com
Kisah Cinta H Chairul S Matdiah, SH, MHKes, dan Hj Anisah Mardin, SH, terbilang singkat. Tiga bulan berpacaran dan tiga bulan bertunangan. Meski singkat, tetap romantis bagaikan kisah yang ditulis di novel percintaan.
Berawal dari saling kenal karena tinggal saling berdekatan, keduanya menjalani ikatan suci pernikahan yang langgeng lebih dari tiga dekade, hingga dikaruniai empat anak dan tiga cucu.
Jalinan cinta yang kuat itu tetap bertahan meski ujian datang silih berganti. Ujian terberat saat Chairul menjalani operasi jantung, dan dua kali cangkok ginjal di Mount Elizabeth Hospital Singapura dan Kamboja.

“Kami kenal sudah lama, sejak tahun 1977. Saya waktu itu kelas 1 SMP Panca Dharma, Palembang. Saya tinggal di Jalan Yayasan 2, Nomor 48, Kecamatan Sungai Buah, dekat rumah Anisah. Saya tinggal di rumah keluarga bernama Nenek Arsyad,” ujar Chairul.
Ia tidak lama tinggal berdekatan dengan Anisah, hanya tiga bulan. Di tahun yang sama, ia pindah, mengontrak sebuah rumah di Jalan Karang Anyar, Lorong Tepian Musi, Nomor 9, Jembatan 2, Palembang. Ia tinggal bersama adiknya, H Darmiat Darmowidakdo, SH, SPd.
Waktu tiga bulan, belum memunculkan benih-benih asmara di hati Chairul. Hanya berteman biasa, usia pun masih remaja, 13 tahun. Tapi yang membekas di hati, Anisah sosok perempuan yang cantik, mandiri, baik hatinya.
Setelah berpindah tempat, Chairul dan Anisah sudah jarang bertemu. Tak bisa bertatap muka, bertegur sapa, komunikasi pun terputus. Ia menjalani kesibukan berjualan kopi di bawah Jembatan Ampera sebelum berangkat sekolah.
“Saya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Palembang, sementara Anisah di SMA Negeri 5 Palembang. Saya hanya 6 bulan di SMA Negeri 1 Palembang, sisa 3 tahun lagi di SMA Bhakti Ibu. Saya dipindahkan oleh Kepala SMA Negeri 1 Palembang Ali Hanafiah BA, karena sering terlambat sekolah karena kesibukan berjualan kopi,” katanya.
Setelah 7 tahun putus komunikasi, mereka dipertemukan kembali di ‘kampus hijau’. Kedua insan itu dipertemukan saat melanjutkan pendidikan Strata Satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Palembang.
“Waktu itu tahun 1984, masih semester pertama di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang,” ujar pria kelahiran Gajah Mati, 2 Juli 1964.
Kembali bertemu setelah lama berpisah, benih benih cinta belum tumbuh, meski mereka sudah dewasa. Chairul dan Anisah masih berteman biasa, tidak lebih.
“Belum ada rasa sama sekali, hanya berteman biasa. Teman kuliah,” katanya.
Memasuki semester akhir, ia tidak lagi fokus kuliah, apalagi berpacaran. Pikirannya sudah tercurah untuk pekerjaan, mencari uang di Ibukota Jakarta.
“Kalau tidak salah waktu itu semester 10 tahun 1989, saya tidak menyelesaikan kuliah dan tidak membuat skripsi. Saya kerja di Jakarta, tidak lagi mengurusi kuliah,” ujar Chairul.
“Waktu itu saya sudah bisa mencari uang sendiri, saya bekerja sebagai wartawan Majalah Fakta yang bertugas di Jakarta dan Palembang. Sudah enak cari duit sendiri, tidak lagi terpikir mau kuliah dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum,” tambah Chairul sambil tertawa.
Melihat kondisi tersebut, Anisah datang menemuinya karena khawatir jika Chairul drop out (DO) dan dikeluarkan oleh pihak kampus.
“Saya bilang ke Anisah, kalau mau kerjakan skripsi silakan, saya tidak punya waktu karena kesibukan sebagai wartawan. Selain di Majalah Fakta, saya juga kontributor Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) di Jakarta dan Palembang. Lalu Anisah bersedia mengerjakan skripsi, apalagi dia sudah lebih dulu diwisuda dan mendapatkan gelar sarjana hukum,” katanya.
“Akhirnya skripsi saya selesai dikerjakan, dari awal Anisah yang kerjakan, saya tinggal terima beres. Setelah skripsi selesai dikerjakan, saya kemudian belajar untuk persiapan mengikuti ujian seminar proposal hingga ujian komprehensif (kompre). Alhamdulillah saya dinyatakan lulus dan diwisuda tahun 1991,” tambahnya.
“Judulnya sudah lupa, tapi skripsi saya terkait masalah pasal 289 KUHP (segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin-red). Pembimbing saya Dr H Syarifuddin Pettanasse, SH, MH, sementara tiga penguji adalah H Anuar Bakrie, H Abu Bakar Busro dan H Lukman Marudin,” sambungnya.
Setelah diwisuda, perasaan suka mulai dirasakan Chairul. Terlebih, Anisah sudah mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan skripsi.
“Setelah lulus dan wisuda, aku langsung ngomong, kito (kita-red) pacaran bae (saja-red), jadi katonyo (katanya-red). Kemudian kami berpacaran tiga bulan, dan rasa cinta itu mulai muncul. Rasa cinta itu muncul karena dia sudah membantu menyelesaikan pendidikan saya, perhatian, dan sudah lama kenal. Saya juga sudah kenal dengan keluarga Anisah. Ia anak sulung dari tujuh bersaudara, putri dari H Mardin Maid dan Hj Cikhon (mertua Chairul S Matdiah),” katanya.
“Setelah tiga bulan berpacaran dan merasa cocok, orangtua melakukan lamaran dan bertunangan tiga bulan. Kami menikah pada 21 November 1991, resepsi dilakukan di Taman Budaya (sekarang Hotel Aryaduta), dulu gedung di sana mewah, terkenal di zaman itu,” katanya.

Tinggal Mengontrak, Istri Berhenti Kerja
Setelah menikah, ia dan istri mengontrak sebuah rumah di Lorong AA, Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang. Ia tinggal selama 5 tahun, dari tahun 1991 hingga 1995. Setelah lima tahun mengontrak, dia mampu membangun rumah di Lorong AA tahun 1996 dan menetap di rumah baru itu hingga tahun 2003.
“Tahun 2021 saya membeli rumah di Poligon, kemudian direhab. Kemudian kami pindah ke Kalidoni tahun 2023. Sementara rumah yang di Lorong AA ditempati adik, Poligon kosong dan tidak dijual, yang saya tempati bersama keluarga di Kalidoni. Di Jakarta saya juga memiliki rumah,” ujar Sekretaris Komisi I DPRD Sumsel itu.
Chairul menceritakan, setelah menikah, sang istri masih bekerja sebagai Staf Administrasi di Buana Putra Asuransi. Anisah sudah bekerja di perusahaan asuransi itu sejak tahun1984, saat dia masih gadis.
“Tahun 1996 istri saya suruh berhenti kerja, karena tahun 1995 saya sudah menjadi pengacara dan pengusaha kayu olahan sawmill, sudah mapan. Sebelumnya saya juga wartawan di Majalah Fakta dan kontributor RCTI. Waktu jadi pengacara aku laku (sukses), pengusaha kayu pula, duit banyak masuk. Aku bilang ke istri, setop bekerja, urusi saja anak,” ujar lulusan Strata Dua (S2) Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Semarang, 2007.
Dari pernikahannya dengan Anisah, mereka dikaruniai empat orang anak. Yakni, dr Dian Permatasari, Yeni Rosa Damayanti, ST, Muhammad Jaya Sahputra, SE, dan Muhammad Rizki Prawira.
Ia juga memiliki tiga cucu laki-laki dari dr Dian Permatasari dan Reza Saidina Umar, SE, bernama Muhammad Sandi Al Fatih dan Muhammad Randi Alfahri, serta Muhammad Abiyan Alhaq dari pasangan
Yeni Rosa Damayanti dan Muhammad Ivandri Alhaq, SSos.
“Saya dan istri sudah dua kali naik haji ke Tanah Suci tahun 2000 & 2007, dan umrah bersama keluarga besar tahun 2017,” katanya. #fly