
Palembang, SumselSatu.com
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang mengabulkan gugatan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan/LHK RI (Penggugat) untuk sebagian. PT Bintang Harapan Palma (BHP) selaku tergugat diwajibkan membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp677,755 miliar lebih secara tunai melalui rekening kas negara. Gugatan diajukan terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutlah).
Majelis hakim menghukum PT BHP selaku tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan pada lahan bekas terbakar di lahan yang dikuasai dan/atau diusahakan PT BHP di Kecamatan Pangkalan Lampam dan Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
“Dalam eksepsi, menolak eksepsi dari tergugat untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian,” ujar Ketua Majelis Hakim Raden Zaenal Areif, SH, MH.
Putusan majelis hakim itu dibacakan dalam persidangan di ruang sidang PN Palembang, di gedung Museum Tekstil Sumsel, pada Kamis (18/9/2025).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menolak seluruh eksepsi tergugat. Majelis hakim menyatakan, gugatan Menteri LHK RI menggunakan prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability) sesuai Pasal 88 Undang-Undang (UU) No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Menimbang bahwa kebakaran di wilayah konsesi PT Bintang Harapan Palma telah menimbulkan kerugian ekologis dan ekonomi yang signifikan, maka tanggungjawab dibebankan kepada tergugat tanpa harus dibuktikan unsur kesalahan,” kata hakim.
Majelis hakim menilai PT BHP gagal membuktikan adanya sistem pencegahan dan mitigasi yang efektif, sehingga kebakaran yang berulang menunjukkan lemahnya tata kelola lingkungan perusahaan.
Majelis hakim menghukum PT BHP untuk membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp677,755 miliar lebih. Yakni untuk biaya verifikasi sengketa lingkungan hidup Rp137,285 juta lebih, kerugian ekologis Rp472,246 miliar lebih, dan penyimpanan air Rp409,679 miliar lebih. Lalu untuk pengaturan tata air Rp192,84 juta lebih, pengendalian erosi Rp7,874 miliar lebih, pembentuk tanah Rp321,401 juta lebih, pendaur ulang unsur hara Rp29,633 miliar lebih, pengurai limbah Rp2,796 miliar lebih, keanekaragaman hayati Rp17,355 miliar lebih, sumber daya genetik Rp2,635 miliar lebih, dan pelepasan karbon (carbon release) Rp1,301 miliar lebih. Kemudian, perosot karbon (carbon reduction) Rp455,586 juta lebih, kerugian ekonomi Rp205,371 miliar lebih.
“Menghukum tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan pada lahan bekas terbakar,” kata Raden Zaenal.
Wujud Nyata Keberpihakan Hukum Terhadap Kelestarian Lingkungan dan Masyarakat
Menanggapi putusan majelis hakim tersebut, Yogi Wulan Puspitasari, Kasubdit Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLH RI mengatakan, putusan PN Palembang merupakan wujud nyata keberpihakan hukum terhadap kelestarian lingkungan dan masyarakat terdampak.
“Putusan ini menunjukkan bahwa negara hadir dalam melindungi kepentingan ekologis dan generasi mendatang. Kami ucapkan terima kasih karena Majelis Hakim PN Palembang telah mengabulkan gugatan,” kata Yogi.
Yogi mengharapkan putusan PN Palembang itu dapat menjadi preseden perkara serupa di pengadilan lain di Indonesia. #arf









