“TER”, Langkah Strategis Pemerintah Meningkatkan Efisiensi Administrasi Perpajakan

TER diklaim sebagai upaya simplifikasi administrasi, baik bagi pemberi kerja maupun wajib pajak.

Marisi Octaviana. (FOTO: SS 1/IST).

Disusun Oleh:

Marisi Octaviana
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Tridinanti Palembang.

PAJAK merupakan salah satu instrumen utama dalam pembiayaan negara dan pelaksanaan pembangunan nasional. Melalui pajak, pemerintah dapat menyediakan layanan publik, membiayai infrastruktur, dan mendukung stabilitas ekonomi.

Di Indonesia, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) menjadi salah satu jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak orang pribadi. Tetapi masih terdapat kendala kendala Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban pajaknya.

Hal ini dikarenakan proses pemotongan bulanan yang rumit sehingga rentan terjadi kesalahan perhitungan dan proses yang panjang dan kompleks meningkatkan compliance cost (biaya kepatuhan) bagi perusahaan dan pegawai dan juga kurang efisien untuk digitalisasi.

Untuk mengatasi masalah-masalah yang ada pada metode pengenaan pajak, maka pada 27 Desember 2023, pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi yang mulai berlaku sejak Januari 2024.

Melalui PP 58 Tahun 2023, Pemerintah memperkenalkan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) sebagai metode baru pemotongan PPh 21 bulanan. TER diklaim sebagai upaya simplifikasi administrasi, baik bagi pemberi kerja maupun wajib pajak.

Penerapan TER pada PPh 21 merupakan langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan sekaligus menjaga kepatuhan wajib pajak. Bagi negara, TER membawa beberapa manfaat signifikan.

Ilustrasi pajak.

Pertama, TER meningkatkan prediktabilitas penerimaan pajak. Dengan pemotongan bulanan yang lebih stabil dan mudah dihitung, pemerintah dapat memperkirakan arus kas penerimaan pajak dengan lebih akurat. Hal ini memungkinkan perencanaan anggaran negara menjadi lebih efektif dan tepat sasaran.

Kedua, TER mengurangi risiko kesalahan dan sengketa pajak. Dengan sistem yang lebih sederhana, kemungkinan wajib pajak atau pihak pemotong melakukan kesalahan dalam menghitung pajak bulanan berkurang drastis. Dampaknya, sumber daya negara yang sebelumnya digunakan untuk audit atau penyelesaian sengketa bisa dialihkan untuk program pembangunan lainnya.

Ketiga, penerapan TER juga menurunkan biaya kepatuhan bagi masyarakat dan dunia usaha. Perusahaan maupun wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak bulanan yang rumit, sehingga beban administrasi berkurang. Waktu dan biaya yang dihemat ini dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif, yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan potensi penerimaan pajak di masa depan.

TER memang menawarkan kemudahan dan efisiensi administrasi. Namun demikian, sistem ini juga menimbulkan beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. TER memang menawarkan kemudahan. Payroll (pembayaran gaji karyawan) cukup mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif sesuai kategori pegawai, tanpa harus menghitung penghasilan netto (bersih), mengalikan ke setahun, dan menentukan Pengusaha Kena Pajak (PKP) seperti metode lama.

Namun pada akhir tahun, perhitungan PPh 21 tetap menggunakan tarif progresif Undang-Undang PPh. Artinya, perusahaan maupun pegawai tetap harus melakukan rekonsiliasi untuk memastikan apakah pajak yang dipotong sesuai dengan kewajiban sebenarnya. Jika berbeda, akan timbul lebih bayar atau kurang bayar. Jadi, penggunaan TER tidak sepenuhnya menghilangkan kompleksitas, hanya menundanya di saat pelaporan pajak tahunan.

TER membawa manfaat strategis berupa efisiensi administrasi, peningkatan predictability, dan potensi peningkatan kepatuhan. Namun, kebijakan ini belum sepenuhnya menyelesaikan kompleksitas mendasar dari sistem PPh 21 yang tetap bertumpu pada tarif progresif tahunan.

TER hanya menyederhanakan pemotongan bulanan, sementara perhitungan pajak tahunan tetap menggunakan tarif progresif yang kompleks. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan bagi sebagian wajib pajak, terutama terkait koreksi di surat pemberitahuan (SPT) tahunan, serta risiko ketidakcocokan antara pemotongan bulanan dan kewajiban pajak akhir tahun. Dengan kata lain, TER adalah langkah strategis untuk menyederhanakan proses, namun reformasi pajak yang menyeluruh tetap diperlukan agar sistem pajak lebih adil dan mudah dipahami. *

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here