Reskilling: Strategi SDM di Tengah Percepatan Ekonomi Digital

Reskilling bukan lagi sekadar strategi pengembangan pegawai, melainkan alat strategis untuk menjaga keberlanjutan bisnis.

Dewi Hertika. (FOTO: SS 1/IST).

Disusun Oleh:

Dewi Hertika
Mahasiswa Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Tridinanti Palembang.

PERCEPATAN ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah lanskap (kegiatan ekonomi) bisnis secara fundamental. Transformasi teknologi yang dipicu oleh Artificial Intelligence (AI) atau
kecerdasan buatan, otomatisasi, dan digitalisasi masif telah mengubah peta dunia kerja.

Di tengah dinamika ini, strategi pengelolaan sumber daya manusia (SDM) tidak lagi dapat mengandalkan cara lama. Jika organisasi ingin tetap kompetitif, reskilling harus diposisikan sebagai prioritas, bukan sekadar program tambahan. Inilah dilema baru bisnis modern, reskilling atau proses belajar keterampilan baru yang berbeda dari keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya.

Gelombang adopsi teknologi baru menciptakan kesenjangan kompetensi yang semakin lebar. Banyak pekerja menghadapi tuntutan keterampilan digital yang tidak mereka miliki, sementara perusahaan kesulitan mendapatkan talenta yang siap pakai. Kondisi ini diperkirakan akan meningkat dalam lima tahun ke depan seiring berkembangnya teknologi generatif dan otomatisasi proses bisnis.

Kesenjangan tersebut tidak hanya menyangkut keterampilan teknis seperti analisis data atau literasi AI. Dunia kerja modern menuntut kompetensi kognitif seperti berpikir kritis, pemecahan masalah kompleks, kreativitas, dan kemampuan adaptasi. Tanpa penguatan kompetensi ini, SDM akan kesulitan berkontribusi pada inovasi dan transformasi organisasi.

Ilustrasi dunia kerja. (FOTO: NET).

Reskilling Berkelanjutan sebagai Kebutuhan Strategis

Reskilling bukan lagi sekadar strategi pengembangan pegawai, melainkan alat strategis untuk menjaga keberlanjutan bisnis. Perusahaan perlu melakukan pembelajaran berkelanjutan (continuous learning) yang lebih personal, modular, dan fleksibel. Model microlearning (metode pembelajaran yang memecah materi menjadi segmen-segmen kecil yang fokus, singkat, dan mudah dicerna), pembelajaran berbasis platform digital, serta kurikulum yang dapat diperbarui secara cepat menjadi pilihan yang efektif.

Pendekatan ini memungkinkan pekerja untuk mempelajari keterampilan baru tanpa mengganggu produktivitas. Di sisi lain, perusahaan juga mendapat manfaat berupa tenaga kerja yang lebih adaptif, lebih siap menghadapi perubahan, dan lebih kompetitif.

Human Resources, Arsitek Talenta Masa Depan

Transformasi digital turut mengubah peran departemen SDM. Fungsi Human Resources tidak lagi cukup jika hanya fokus pada administrasi kepegawaian. Human Resources modern harus mampu bertindak sebagai strategic talent architect, yakni pihak yang merancang kebutuhan kompetensi jangka panjang, memetakan talenta internal, dan mengintegrasikan teknologi AI dalam manajemen talenta secara cerdas.

Dengan memanfaatkan data dan analitik prediktif, Human Resources dapat mengidentifikasi risiko kekurangan kompetensi, menentukan prioritas reskilling, dan menyusun strategi pengembangan pegawai yang lebih terarah. Peran Human Resources sebagai mitra strategis bisnis menjadi semakin penting di tengah percepatan teknologi.

Kolaborasi Manusia–Teknologi sebagai Kekuatan Kompetitif

Salah satu narasi populer yang sering muncul adalah kekhawatiran bahwa AI akan menggantikan pekerjaan manusia. Namun kenyataannya, teknologi tidak sepenuhnya menjadi ancaman. AI dapat berfungsi sebagai alat augmentasi (penambahan) yang meningkatkan produktivitas dan memungkinkan pekerja berfokus pada tugas-tugas bernilai tambah tinggi.

Kolaborasi manusia-teknologi (hybrid workforce) justru menjadi model kerja yang semakin banyak diadopsi. Dalam model ini, kemampuan teknis dan kognitif manusia dipadukan dengan kecerdasan mesin untuk menghasilkan efisiensi yang lebih besar. Namun model ini hanya dapat berjalan optimal jika pekerja dibekali keterampilan baru yang relevan.

Investasi SDM adalah Investasi Masa Depan

Organisasi harus melihat investasi pada reskilling sebagai upaya jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan bisnis. Perusahaan yang mampu membangun budaya pembelajaran berkelanjutan akan lebih siap menghadapi disrupsi dan lebih cepat berinovasi. Sebaliknya, perusahaan yang mengabaikan kebutuhan pengembangan SDM berisiko tertinggal dan kehilangan daya saing.

Percepatan ekonomi digital adalah keniscayaan. Pertanyaannya bukan lagi apakah perusahaan harus berubah, tetapi seberapa cepat perusahaan dapat beradaptasi. Dalam konteks ini, reskilling bukan sekadar pilihan, ini adalah strategi bertahan hidup.

Tentang Penulis

Karyawan Bank Swasta di Palembang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here