
Palembang, SumselSatu.com
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang Patti Arimbi, SH, MH, memutuskan menolak praperadilan yang diajukan Fitrianti Agustinda, SH, MH (mantan Wakil Walikota/Wawako Palembang) dan suaminya Dedi Sipriyanto, SKom, MM.
Persidangan putusan perkara praperadilan kasus korupsi Palang Merah Indonesia (PMI) Palembang tersebut digelar di ruang sidang di Gedung Museum Tekstil Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), di Jalan Merdeka No 9, Talang Semut, Bukit Kecil, Palembang, Senin (5/5/2025).
“Mengadili, menyatakan permohonan Praperadilan Pemohon dinyatakan ditolak untuk seluruhnya. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon sejumlah nihil,” ujar Patti Arimbi.
Hakim menilai, penetapan Pemohon (Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto) sebagai tersangka telah dilakukan berdasarkan dua alat bukti sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP. Bukti-bukti itu antara lain berupa dokumen transaksi, keterangan saksi, surat-surat resmi, serta petunjuk yang mengarah pada adanya indikasi kerugian negara dalam pengelolaan dana PMI Palembang.
Hakim mengatakan, Fitrianti telah diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Terkait dengan dalil Pemohon bahwa belum ada audit resmi mengenai kerugian negara, hakim menyatakan hal tersebut bukanlah syarat mutlak dalam menetapkan tersangka. Cukup dengan adanya petunjuk awal yang mengindikasikan kerugian negara, maka proses hukum sudah dapat dimulai. Kerugian negara secara pasti dapat dibuktikan dalam persidangan.
Hakim menilai berita acara penahanan yang telah ditandatangani tersangka merupakan bukti bahwa Pemohon mengetahui dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
“Oleh karenanya, dalil Pemohon mengenai pelanggaran hak asasi manusia dinilai tidak berdasar dan tidak relevan,” kata hakim.

(FOTO{ SS1/ANTON R FADLI)
Putusan hakim tersebut membuat kuasa hukum serta pendukung Fitrianti kecewa. Kuasa Hukum Fitrianti, Andi Irwanda Ismunandar, SH, MH, ketika diwawancara wartawan usai persidangan mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya hukum lain setelah putusan perkara praperadilan.
“Ke depannya, akan ada perjuangan-perjuangan untuk mencari titik kebenaran dalam aspek materil pokok perkaranya,” ujar Andi.
“Pertanyaan kami pada waktu kemarin bahwa masih adakah keadilan di negara kita ini, mungkin hari ini terjawab keadilan itu sangat sulit kita dapatkan,” tambahnya.
Dia menilai hakim tidak mempertimbangkan terkait tidak adanya kerugian negara dalam perkara kliennya. Kata Andi, pihaknya pernah mengirimkan surat resmi ke Kejari Palembang untuk meminta hasil audit BPKP. Tetapi surat yang mereka ajukan sebelum mengajukan praperadilan tersebut tidak ditanggapi.
“Tidak ada tanggapan sama sekali,” kata Andi.
Dia mengatakan, dalam dalam putusan Mahkamah Konstitusi jika ingin menetapkan tersangka kasus korupsi harus ada kerugian negara yang jelas. “Berapa kerugian negara yang disangkakan.” Katanya.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palembang Hutamrin, SH, MH, menyatakan, pihaknya menerima putusan Hakim PN Palembang.
“Bagaimana pun hasil hari ini, kami terima. Semua pihak harus menerima,” kata Hutamrin kepada SumselSatu.
Sebelumnya, Fitrianti dan Dedi yang berkas perkaranya terpisah, berharap hakim tunggal yang memeriksa perkara mereka mengabulkan permohonan mereka untuk seluruhnya.
Mereka meminta agar hakim menyatakan penyidikan, penetapan tersangka, dan penahanan mereka tidak sah. Mereka juga meminta hakim agar memerintahkan Kajari Palembang untuk segera menghentikan penyidikan dan mencabut status tersangka.
Kejari Palembang menetapkan Fitrianti Agustinda dan suaminya, Dedi Siprianto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi biaya pengganti pengolahan darah pada PMI Palembang Tahun 2020–2023.
Fitrianti Agustinda adalah mantan Wawako Palembang dua periode. Ia juga Ketua PMI Palembang Periode 2019-2024. Sedangkan suaminya, Dedi Siprianto, adalah Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan dan Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Palembang. Saat ditetapkan sebagai tersangka, Dedi juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPRD Palembang.
Keduanya disangka melanggar Pasal 2 (1) jo Pasal 18 dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Keduanya ditahan secara terpisahm yakni di Lapas Perempuan Kelas IIA Palembang, dan di Rutan Kelas IA Palembang. #arf