Betty Ariani, SKM
Mahasiswa Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Tridinanti Palembang.
PENYAKIT malaria masih menjadi tantangan serius bagi sistem kesehatan di Indonesia, terutama di daerah endemis atau penyakit yang muncul di suatu daerah, wilayah, atau negara tertentu.
Upaya eliminasi malaria bukan hanya bergantung pada ketersediaan obat atau alat diagnostik, tetapi juga pada kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menjalankan program di lapangan. Dalam konteks manajemen, keberhasilan program pengendalian malaria sangat ditentukan oleh bagaimana kompetensi, pengetahuan, dan motivasi SDM dikelola secara terintegrasi.
SDM kesehatan yang memiliki kompetensi tinggi mampu melakukan diagnosis, surveilans, serta pengendalian vektor secara tepat dan efektif. Namun, kompetensi tidak akan optimal tanpa pengetahuan yang selalu diperbarui sesuai perkembangan ilmu dan pedoman nasional. Pembaruan pengetahuan melalui pelatihan, workshop, dan supervisi berkelanjutan menjadi langkah penting dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan, terutama di wilayah dengan risiko penularan tinggi.
Selain itu, motivasi kerja juga berperan besar dalam menentukan kinerja petugas lapangan. Banyak tenaga kesehatan yang bekerja di daerah terpencil dengan keterbatasan fasilitas dan insentif yang kurang memadai. Jika tidak didukung oleh sistem manajemen SDM yang memperhatikan kesejahteraan, penghargaan, serta peluang pengembangan karier, semangat kerja mereka akan menurun dan berdampak langsung pada efektivitas program pengendalian malaria.
Program Magister Manajemen Konsentrasi Sumber Daya Manusia memiliki peran strategis dalam menyiapkan pemimpin dan pengelola yang mampu memahami pentingnya integrasi ketiga aspek tersebut kompetensi, pengetahuan, dan motivasi. Dengan pendekatan manajerial yang kuat, pengelolaan SDM di sektor kesehatan dapat diarahkan agar lebih terencana, berbasis data, dan berorientasi pada hasil (outcome based management).
Ke depan, pengendalian malaria tidak cukup dilakukan dengan pendekatan medis semata. Diperlukan manajemen SDM yang adaptif, inovatif, dan berkelanjutan. Integrasi antara peningkatan kompetensi, penguatan pengetahuan, dan pemeliharaan motivasi akan menjadi kunci untuk mencapai target Eliminasi Malaria 2030 yang dicanangkan pemerintah Indonesia.

Tantangan dan Hambatan dalam Pengendalian Malaria:
*Keterbatasan SDM Terlatih dan Terdistribusi Merata
Salahsatu hambatan utama adalah ketimpangan distribusi tenaga kesehatan. Banyak daerah endemis malaria, terutama di wilayah timur Indonesia, masih kekurangan tenaga entomolog, analis laboratorium, dan petugas surveilans terlatih. Keterbatasan ini menyebabkan keterlambatan diagnosis, surveilans yang tidak optimal, serta penanganan kasus yang tidak menyeluruh.
*Penurunan Motivasi Kerja Petugas Lapangan
Banyak tenaga kesehatan di daerah terpencil menghadapi kondisi kerja yang berat, fasilitas terbatas, dan penghargaan yang kurang seimbang dengan beban tugas. Kondisi ini menurunkan semangat kerja, berdampak pada menurunnya kualitas pengumpulan data, ketepatan pelaporan, serta pelaksanaan pengendalian vektor.
*Kurangnya Pembaruan Pengetahuan dan Pelatihan Berkelanjutan
Dalam menghadapi perubahan pola penularan dan resistensi obat atau insektisida, petugas kesehatan perlu terus memperbarui pengetahuan mereka. Sayangnya, masih banyak daerah yang belum memiliki akses pelatihan rutin atau supervisi teknis yang efektif.
*Faktor Lingkungan dan Perubahan Iklim
Perubahan iklim menyebabkan perubahan distribusi vektor nyamuk, memperluas wilayah risiko malaria ke daerah yang sebelumnya non-endemis. Hal ini menambah beban bagi SDM kesehatan yang harus menyesuaikan strategi pengendalian dengan kondisi ekologi baru.
*Keterbatasan Koordinasi AntarSektor
Pengendalian malaria memerlukan sinergi lintas sektor kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan pemerintahan daerah. Kurangnya koordinasi dan komunikasi efektif sering kali menyebabkan tumpang tindih program dan tidak optimalnya penggunaan sumber daya.
Upaya Pengendalian Malaria:
*Melalui Penguatan SDM
Peningkatan Kompetensi Teknis
Diperlukan pelatihan rutin bagi tenaga kesehatan di bidang diagnosis mikroskopis, surveilans vektor, serta manajemen kasus malaria. Penguatan kompetensi ini dapat dilakukan melalui kolaborasi antara dinas kesehatan, perguruan tinggi, dan lembaga pelatihan profesional.
* Pembaruan Pengetahuan Melalui Pendidikan Berkelanjutan
Penerapan Continuing Professional Development (CPD) penting untuk memastikan tenaga kesehatan selalu mengikuti perkembangan ilmu dan kebijakan terkini. Program Magister Manajemen konsentrasi SDM dapat menjadi wadah strategis untuk membekali pengelola kesehatan dengan kemampuan merancang sistem pelatihan yang berkelanjutan.
* Peningkatan Motivasi dan Kesejahteraan Tenaga Kesehatan
Pemberian insentif berbasis kinerja, penghargaan bagi petugas berprestasi, serta peningkatan kesejahteraan menjadi faktor kunci menjaga semangat kerja. Selain itu, pendekatan kepemimpinan transformatif dari manajer kesehatan diperlukan untuk membangun budaya kerja yang positif dan kolaboratif.
* Penguatan Sistem Manajemen SDM di Sektor Kesehatan
Sistem manajemen SDM yang baik harus mampu memastikan penempatan tenaga sesuai kompetensi, menyediakan jalur karier yang jelas, serta melakukan evaluasi kinerja berbasis hasil. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip manajemen modern yang menempatkan manusia sebagai aset utama organisasi.
*Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Data Terpadu
Digitalisasi data malaria memungkinkan pemantauan realtime dan pengambilan keputusan cepat. Namun, keberhasilan sistem ini sangat tergantung pada kemampuan SDM dalam mengelola dan memanfaatkan teknologi tersebut.*










