Disusun Oleh:
Chindy Yantira, Marisa Dwi Cahyani, Desta Kiki Amelia.
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Manajemen Semester 5, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Tridinanti (Unanti) Palembang.
ERA gelombang teknologi telah mengubah lanskap bisnis secara fundamental. Wirausaha kontemporer tidak lagi hanya tentang produk atau jasa, melainkan tentang adaptasi, inovasi, dan pemanfaatan teknologi untuk menyelesaikan masalah. Di tengah tantangan yang kompleks, para wirausahawan yang cerdik mampu melihat celah dan mengubahnya menjadi peluang yang menjanjikan.
Transformasi teknologi telah merevolusi lanskap kewirausahaan secara radikal. Jika dulu bisnis terbatas pada toko fisik, sekarang layar telepon seluler (ponsel) menjadi jendela utama bagi jutaan transaksi harian. Internet, platform sosial, dan kemajuan informasi membuka pintu tak terbatas bagi siapa saja yang berani memulai. Namun, di balik peluang ini, muncul hambatan baru, laju perubahan yang cepat, persaingan yang semakin sengit, serta kebutuhan untuk terus berinovasi dan menyesuaikan diri.
Kewirausahaan di era digital mencerminkan pergeseran mendasar dalam cara bisnis dilakukan dan bagaimana inovasi berperan dalam mengubah lanskap bisnis global. Era digital, yang ditandai oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, telah mengubah cara bisnis beroperasi, berinovasi, dan bersaing. Dalam dunia yang semakin terhubung dan berubah dengan cepat, kewirausahaan menjadi fondasi vital bagi pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial, namun dengan munculnya isu-isu kontemporer yang berkembang, menjadikan peran kewirausahaan semakin menantang dan memerlukan pemahaman yang lebih dalam serta adaptabilitas yang tinggi.
Menurut laporan Kementerian Koperasi dan UKM (2024), dari sekitar 65 juta pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia, hanya 30% yang telah mengintegrasikan sistem digital ke dalam operasi mereka. Ini menunjukkan ruang besar untuk meningkatkan daya saing melalui digitalisasi. Mereka yang cepat menyesuaikan diri akan bertahan, sementara yang lambat akan tertinggal.
Analisis dari laporan Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2024 menunjukkan bahwa digitalisasi menjadi faktor krusial untuk meningkatkan daya saing UMKM di Indonesia. Meskipun jumlah UMKM yang besar, hanya sebagian kecil yang telah mengintegrasikan sistem digital ke dalam operasional mereka, sehingga masih banyak ruang untuk perbaikan.
Menemukan Nilai Baru di Tengah Persaingan
Inovasi adalah inti dari kewirausahaan modern. Di dunia yang bergerak cepat, produk atau layanan yang stagnan akan segera dilupakan. Inovasi bukan selalu tentang menciptakan sesuatu yang sepenuhnya baru, melainkan menemukan pendekatan segar untuk memberikan manfaat tambah kepada pelanggan.
Sebagai contoh, banyak UMKM kini bergeser dari sekadar menawarkan barang menjadi menyampaikan pengalaman dan narasi. Bayangkan seorang pedagang kopi lokal yang tidak hanya mempromosikan rasa biji kopi, tetapi juga menceritakan perjalanan petani di baliknya. Pendekatan ini menambah nilai emosional dan memperkuat ikatan antara merek dan konsumen.
Survei Katadata Insight Center (2025) menunjukkan bahwa UMKM yang mengadopsi strategi kreatif dan inovatif dalam penjualan mengalami peningkatan pendapatan hingga 38%. Temuan ini menegaskan bahwa kreativitas bukan sekadar tambahan, melainkan pendorong utama pertumbuhan bisnis online.

Adaptasi: Kunci Bertahan di Tengah Gelombang Perubahan
Adaptasi adalah bentuk kecerdasan wirausaha yang paling krusial saat ini. Pasar kini sangat fluktuatif, perilaku konsumen bisa bergeser hanya karena satu tren viral di media sosial. Oleh karena itu, pelaku UMKM harus mahir membaca sinyal perubahan dan menyesuaikan strategi dengan sigap.
Adaptasi melampaui sekadar mengikuti tren, itu tentang memahami pola pikir konsumen digital yang lebih menghargai kemudahan, kecepatan, dan transparansi. Maka, integrasi pembayaran elektronik, toko daring, dan layanan pelanggan berbasis chat menjadi esensial.
Data dari Badan Pusat Statistik (2024) menunjukkan bahwa UMKM yang memanfaatkan teknologi digital mengalami pengurangan biaya operasional hingga 25% dan peningkatan efisiensi transaksi hingga 40%. Ini membuktikan bahwa transformasi digital bukan beban, melainkan investasi jangka panjang untuk memperkokoh dasar bisnis.
Era teknologi telah mengubah cara bisnis berinteraksi dengan pelanggan. Jika dulu promosi bergantung pada spanduk dan brosur, sekarang kekuatan utama ada pada pemasaran digital.
Melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook, pelaku usaha bisa menjangkau jutaan calon konsumen hanya dengan konten kreatif dan konsistensi. Namun, pemasaran digital bukan sekadar “posting sebanyak mungkin”. Suksesnya tergantung pada pemahaman data dan perilaku audiens—misalnya, waktu optimal untuk unggah, jenis konten favorit, atau cara kerja algoritma agar produk mudah ditemukan.
Alat seperti Google Analytics dan Meta Business Suite membantu menganalisis interaksi dan mengukur dampak promosi. Dengan pendekatan berbasis data, keputusan pemasaran menjadi lebih efisien dan tepat sasaran.
Laporan We Are Social (2025) mencatat bahwa lebih dari 77% konsumen Indonesia mencari informasi produk melalui media sosial sebelum membeli. Ini menegaskan bahwa kehadiran digital sama pentingnya dengan kualitas produk itu sendiri.
Studi Kasus UMKM Sukses
Untuk mengilustrasikan, mari lihat kisah Ny. Sari, pemilik warung makan tradisional di Yogyakarta. Ia mulai dengan beralih ke platform e-commerce selama pandemi, menambahkan fitur live cooking di TikTok untuk menarik pelanggan muda. Hasilnya? Omzet naik 50% dalam enam bulan, berkat kombinasi inovasi dan adaptasi cepat. Kisah ini menunjukkan bagaimana UMKM kecil bisa bersaing dengan raksasa digital melalui kreativitas.
Meski peluang besar, digitalisasi juga membawa dilema etis, seperti privasi data pelanggan atau risiko penyebaran informasi palsu. Wirausahawan harus memprioritaskan etika, misalnya dengan transparansi dalam penggunaan data. Menurut World Bank (2023), bisnis yang mengabaikan aspek ini berisiko kehilangan kepercayaan konsumen, yang bisa berdampak fatal di era digital.
Branding Membangun Kepercayaan di Dunia Maya
Jika pemasaran digital adalah jembatan untuk menjangkau pelanggan, branding adalah fondasi untuk mempertahankan kepercayaan mereka. Di tengah banjir produk serupa, yang membedakan satu merek adalah identitas dan nilai yang konsisten.
Merek kuat tidak terbentuk instan. Ia dibangun melalui ketekunan, kejujuran, dan pengalaman positif. Misalnya, bisnis yang responsif terhadap keluhan, menampilkan ulasan asli, dan transparan tentang kualitas akan lebih mudah memenangkan hati.
Branding juga terkait dengan emosi. Konsumen tidak hanya membeli barang, mereka membeli rasa aman dan bangga. Inilah mengapa merek kecil sering berkembang karena mampu menciptakan koneksi emosional yang mendalam.
Wirausahawan Cerdas, Pembangun Masa Depan
Menjadi wirausahawan di era teknologi adalah tentang keberanian untuk berpikir luas, bertindak cepat, dan belajar terus-menerus. Teknologi akan terus berkembang, tapi nilai seperti kreativitas, ketekunan, dan integritas tetap menjadi pilar sukses.
Indonesia punya potensi luar biasa. Dengan lebih dari 200 juta pengguna internet (APJII, 2025), peluang untuk berkembang di dunia digital sangat terbuka. Yang diperlukan adalah wirausahawan muda yang siap mencipta, bukan menunggu yang berani berinovasi di tengah ketidakpastian, dan menjadikan teknologi sebagai sekutu, bukan musuh.
Seperti pepatah modern: “Di era teknologi, bukan yang terbesar yang bertahan, melainkan yang paling cepat menyesuaikan diri.” Masa depan wirausaha Indonesia ada di tangan mereka yang berani berubah hari ini.
Ide utama dalam artikel ini terinspirasi dari diskusi umum tentang kewirausahaan digital, dengan penekanan pada data terkini dari sumber seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Katadata Insight Center, dan World Bank. Semua isi telah direformulasi secara independen. *
✍️ Catatan :
Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Kewirausahaan Universitas Tridinanti.










