Selama 2018 Ada 176 Bencana Ekologis di Sumsel

LINGKUNGAN HIDUP----Pengurus Walhi Sumsel saat acara Publikasi Tinjauan Lingkungan Hidup, di Palembang, Selasa (15/1/2019). (FOTO: SS1/YANTI)

Palembang, SumselSatu.com

Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), pada 2018 telah terjadi 176 bencana ekologis di Sumsel. Bencana itu tersebar di 15 kabupaten/kota.

“Bencana tersebut yakni 57 kebakaran hutan, banjir 44 kali, longsor tujuh kali, kekeringan lima kali, dan pencemaran sungai 63 kali,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Sumsel M Hairul Sobri, dalam acara Publikasi Tinjauan Lingkungan Hidup, di Palembang, Selasa (15/1/2019).

Hairul mengatakan, maraknya aktivitas industri yang berbasiskan lahan dan sumber daya alam (SDA) merupakan bagian dari pembangunan yang salama ini turut berperan menjadi penyebab bancana ekologis di Sumsel.

Dia mengatakan, Sumsel jauh dari bencana alam. Namun terjadi bencana ekologi.

“Sebagai contoh, banjir.  Itu karena sistem tata kelolah yang diketahui saat ini setiap hujan sedikit, Palembang banjir. Palembang paling banyak bencana ekologis,” katanya.

Dikatakan Hairul, Walhi Sumsel menilai belum ada langkah dari dari Pemko Palembang untuk mengatasi bencana banjir. Pasalnya  ruang terbuka hijau (RTH) ada yang digunakan  untuk kepentingan bisnis. Ada beberapa mal pembangunannya tidak memiliki analisis dampak lingkungan (Amdal). Seharusnya Pemko Palembang melalui rencana pembangunan jangka menengha daerah (RPJMD) harus jadi perhatian serius.

“Sehingga Palembang bebas banjir. Kita tidak bisa melawan alam. Harus benar-benar dikaji, jangan hanya kepentingan bisnis.  Perlu ada RTH,” kata Hairul.

Untuk di daerah kabupaten/kota lainnya,  lanjut Hairul, ada alihfungsi lahan. Karena  pengawasan lingkungan hidup masih lemah.

“Izin baru masih dikeluarkan pemda.  Membanjir izin-izin.  Ini merusak daerah itu sendiri. Dampak-dampak ini masyarakat kecil, terutama petani,” katanya.

Dia menambahkan, soal energi, cukup banyak PLTU ingin dibangun di Sumsel. Sebanyak 98 persen milik swasta, dan dua persen milik PLN.

“Batubara bahan PLTU. Kalau PLTU terus dibangun, pengurangan emisi tidak akan terlaksana.  Sumsel komitmen menekan 17 persen seluruh emisi nasional. Kami tidak melihat hal itu,” kata Direktur Walhi Sumsel Hairul Sobri. #nti 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here