Banyuasin, Sumselsatu.com
Dalam rangka memajukan pertanian dan memberikan kontribusi nyata bagi para petani di daerah jalur, lembaga zakat Dompet Dhuafa (DD) Sumatera Selatan (Sumsel) bersama Tay Juhana Foundation (TJF) Jakarta menggelar workshop bertajuk ‘Pertanian di Lahan Suboptimal (Suboptimal Land Agriculture Initiative (SLAI)’.
Kegiatan tersebut berlangsung di Desa Sumber Makmur Jalur 20, Kecamatan Muara Padang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel), Kamis (9/11/2023).
Dalam kata sambutannya, Pjs Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Rizki Asmuni mengatakan, tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kapada para masyarakat Desa Sumber Makmur dalam mengolah lahan suboptimal.
“Tujuannya, agar para petani dapat memperoleh hasil yang lebih optimal dan produktif. Termasuk mendapatkan tips dan inovasi dalam mengatasi masalah yang ditemui. Karena, di sini kita bekerjasama dengan Tay Juhana Foundation (TJF) Jakarta yang konsen di bidang pengelolaan lahan suboptimal,” ujar Rizki.
Ditambahkannya, beberapa narasumber berkompeten di bidangnya dihadirkan. Termasuk dosen dan peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri), Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemerintah Kabupaten Banyuasin, serta pegiat dari World Agroforestry (ICRAFT).
Dalam kesempatan yang sama, Ika Zahara Qurani selaku Program Manager Tay Juhana Foundation (TJF) Jakarta mengungkapkan, lahan suboptimal seperti yang ada di Desa Sumber Makmur adalah lahan yang sebenarnya tidak masuk dalam kategori subur untuk lahan pertanian seperti di Pulau Jawa.
“Namun bukan berarti lahan suboptimal ini tidak mampu kita optimalkan. Justru dengan sedikit inovasi, kita bisa meningkatkan produksi tanaman pangan di daerah jenis ini,” katanya.
TJF sendiri memang konsen di bidang pemanfaatan lahan di area suboptimal. Seperti daerah pasang surut atau lahan yang senantiasa terendam air dan lahan yang mengalami kekeringan ekstrem.
Sebelumnya, TJF lama menginisiasi lahan suboptimal di daerah Indragiri Hilir Provinsi Riau.
“Sebagaimana yang dilakukan oleh pendiri kami, mendiang Bapak Tay Juhana dahulu masuk ke daerah Riau tepatnya di daerah Indragiri Riau. Di sana ia temukan daerah suboptimal pasang surut dan masyarakat setempat enggan untuk mengolah lahan lebih lanjut, karena kadar pH tanahnya yang mengandung keasaman cukup tinggi,” cerita Ika di hadapan para peserta workshop.
Oleh Pak Tay, lahan tersebut diolah dan dicoba untuk ditanam pohon kelapa.
“Setelah bertahun-tahun, usahanya tersebut mulai menampakkan hasil. Dan akhirnya, perkebunan kelapanya meluas sehingga mampu memberikan kontribusi ekonomi kepada masyarakat sekitar,” katanya.
Berangkat dari hal itulah, lanjut Ika, TJF lalu didirikan untuk membantu para petani mengolah dan mengoptimalkan lahan suboptimal untuk kegiatan pertanian tanaman pangan dan hortikultura maupun perkebunan seperti sawit, karet hingga kelapa.
“Palembang menjadi lokasi kedua penelitian kami, setelah Riau,” katanya.
Apa itu Lahan Suboptimal?
DR Marlin Sefrila dari Fakultas Pertanian Unsri dalam paparannya menyebutkan, lahan suboptimal adalah lahan yang biasanya terdapat di daerah pasang surut. Cenderung basah dan sepanjang tahun ada airnya. Contoh paling mudah adalah daerah rawa dan lahan gambut.
Berdasarkan penelusuran Marlin, lahan di tiga desa di kecamatan Muara Padang yakni Desa Purwodadi, Air Gading dan Sumber Makmur masuk ke dalam lahan pasang surut.
“Sebenarnya kalau sekadar pasang surut saja, mungkin biasa. Namun permasalahannya adalah ketika surut, maka pirit (Fe) yang ada di dalam air akan teroksidasi. Maka itulah yang kita lihat di permukaan tanah. Airnya karat, kekuning-kuningan emas,” jelasnya.
Pirit inilah yang bertanggungjawab mengapa tanaman di lahan rawa atau gambut, tidak bisa subur. Karena pirit ini bersifat meracuni tanaman, mencegah tanaman menyerap unsur hara secara optimal di dalam tanah.
Meski demikian, lahan suboptimal bukan berarti tidak bisa digarap. Selain memang ada beberapa spesies tanaman yang bisa tumbuh dan bertahan hidup di lahan seperti itu. Juga ada sedikit perlakuan agar tanaman bisa tumbuh.
“Apa yang bisa kita lakukan? Pertama, tidak boleh dilakukan pengolahan lahan secara berat. Karena, jika dilakukan, maka tanaman tidak akan tumbuh. Kedua, penggunaan vaerietas tanaman yang memiliki ketahanan tumbuh di area dengan tingkat keasaman cukup tinggi”, ujar peneliti dari Fakultas Pertanian Unsri ini.
Dan ketiga, sebut Marlin, bisa dilakukan tata kelola air mikro dengan sistem Budidaya Jenih Air (BJA).
“Di mana, kita buat parit di antara bedeng-bedeng tanaman. Kurang lebih berjarak delapan meter antar parit. Pastikan bahwa parit-parit tersebut tetap berisi air sepanjang waktu. Sehingga, pirit yang berada di air, tidak teroksidasi dengan udara. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengendapan pirit di permukaan tanah,” paparnya.
Sekilas Desa Sumber Makmur
Desa Sumber Makmur sendiri merupakan salah satu desa dari 15 Desa yang ada di Kecamatan Muara Padang. Untuk menuju ke lokasi, bisa ditempuh dengan dua jalur. Yakni, jalur darat melalui Mariana yang bisa ditembuh dalam waktu 2,5 jam dari Kota Palembang. Atau bisa juga menggunakan speedboat berangkat dari dermaga Benteng Kuto Besak menyusuri sungai Musi dengan jangka waktu tempuh lebih pendek, yakni 1 jam 15 menit.
Mayoritas penduduk menggantungkan penghidupannya dengan pertanian dan perkebunan, seperti padi, karet, sawit hingga cabai. Sebagian lagi, mulai memulai usaha pembuatan batubata merah. #DDSumsel