
Palembang, SumselSatu.com
Kampanye politik praktis di lingkungan ibadah dikhawatirkan akan memicu terjadinya politik identitas atau terjadinya perpecahan antara kelompok tertentu dari jemaah masjid.
“Masjid merupakan tempat ibadah bagi umat muslim, dan tempat menyampaikan pesan agama bukan untuk berkampanye politik,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat (PP) DMI Imam Addaruqutni.
Addaruqutni menyampaikan hal itu saat zoom Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) dan Focus Group Discussion (FDG) Dewan Masjid Indonesia Sumatera Selatan (DMI Sumsel) di Hotel AZZA, Palembang (30/9/2023).
Masjid dimaknai sebagai jaminan, artinya tempat yang menyatukan paling inklusif. Jadi, embel-embel primodialisme, perbedaan, semua tidak ada.
“Pemilu serentak di tahun 2024 tinggal beberapa bulan lagi, maka dari itu kami keluarkan maklumat larangan adanya kegiatan politis dan kampanye politik praktis d ilingkungan ibadah, seperti masjid atau mushola,” tegasnya.
Penolakan kegiatan politis ataupun kampanye politik praktis di lingkungan ibadah dikhawatirkan akan memicu terjadinya politik identitas ataupun terjadinya perpecahan.
“Saya mengingatkan kepada seluruh pengurus bahwa masjid bukan menjadi tempat untuk berkampanye politik. Masjid itu sebagai tempat ibadah bukan sebagai sarana berpolitik,” katanya.
Dr K A H Bukhori, MHum, meminta komitmen melarang adanya politik praktis terjadi dilingkungan ibadah.
“DMI mengeluarkan maklumatnya bahwa tempat ibadah jangan dijadikan tempat politik praktis, itu merupakan kata kunci dari kegiatan hari ini,” katanya.
Ia berharap seluruh pengurus DMI dapat memahami larangan adanya kegiatan politik terjadi di lingkungan ibadah umat Islam. Menjelang pemilu pihaknya akan intensif memberikan edukasi maupun imbauan kepada seluruh pengurus masjid dengan maklumat yang dikeluarkan.
“Jangan sampai ini terjadi karena bisa terjerat tindak pidana pemilu,” tegasnya.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumsel Hendri Daya Putra, SAg, juga mengamini larangan kegiatan politik praktis terjadi di lingkungan tempat ibadah yang berlaku untuk bagi setiap umat beragama.
Contoh adanya politik praktis terjadi di lingkungan masjid berupa pemasangan simbol partai politik (parpol), maupun kampanye yang dilakukan peserta pemilu.
“Kalau sosialisasi jelang pemilihan yang dilakukan oleh pelaksana pemilu atau pemerintah boleh boleh saja,” ucapnya.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumsel menyampaikan imbauan agar para pihak menahan diri untuk tidak berpolitik praktis di tempat ibadah.
“Tempat ibadah itu harus menjadi tempat yang menyejukkan bagi semua umat beragama di Indonesia. Jika itu terjadi akan kita peringatkan karena itu merupakan tindak pidana pemilu,” timpalnya.
Dalam acara tersebut juga dilakukan deklarasi bersama seluruh peserta Rakerwil dan FGD PD DMI Sumsel yang menolak masjid dijadikan sebagai tempat untuk kegiatan politik praktis. #nti