Palembang, SumselSatu.com
Kumpulan puisi yang dibukukan dengan judul ‘Luka Kemanusiaan Untuk Rohingya’ diluncurkan. Peluncuran buku puisi-puisi penyair Indonesia, Malaysia, dan Thailand tersebut, dilakukan di Ruang Serbaguna DPRD Provinsi Sumsel, Minggu (10/12/2017).
Koordinator Koalisi Masyarakat Puisi Palembang Anwar Putra Bayu mengatakan, peluncuran buku puisi itu sengaja dilaksanakan bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang diperingati setiap 10 Desember.
“Inilah momen yang tepat, dengan puisi pun kami bisa mengkampanyekan isu-isu pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Anwar Putra Bayu yang juga menjadi editor buku ‘Luka Kemanusiaan Untuk Rohingya’ itu.
Pada acara peluncuran buku tersebut dilakukan pembagian buku secara simbolis kepada perwakilan kelompok yang hadir. Seperti, pelajar, mahasiswa, dan akademisi. Sejumlah penulis puisi di dalam buku itu juga membacakan langsung puisi yang mereka tulis.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) H M Giri Ramanda N Kiemas, SE, MM, juga ikut diminta membacakan salah satu puisi di buku ‘Luka Kemanusiaan Untuk Rohingya’. Suasana riuh tepuk tangan orang yang hadir di acara itu tercipta setelah Giri membaca puisi.
“Pacak jugo Ketua DPRD baco puisi,” ujar salah seorang yang hadir.
Sebelumnya, Giri Ramanda Kiemas dinobatkan untuk menyampaikan Refleksi Kemanusiaan Hari Ini.
Giri menyampaikan, kerja-kerja kepenulisan dan kebudayaan tidak pernah tercerabut dari jalan sejarah dan komitmen kepada kemanusiaan. Sebab, kerja kepenulisan tidak berada di ruang vakum peristiwa sosial-budaya, ekonomi dan politik.
“Kita hidup di dalam dunia, bukan berada di luar dunia. Dan situasi dunia kekinian kita saat ini kembali mengulang abad-abad konflik dan perang di masa silam, yang tentu saja perlu disikapi,” ujar Giri.
“Di berbagai belahan dunia, dari mulai Suriah hingga Mesir, dari mulai Myanmar hingga Filipina, kasus Marawi, dari mulai Yaman hingga di tempat-tempat lainnya,” tambah Giri.
Di tengah merebaknya konflik, kekerasan, dan perang di sejumlah negara dan kawasan, sudah sepatutnya mendapatkan empati, kepedulian, dan sikap, termasuk juga dari penyair.
Disampaikan Giri, puisi dapat menjadi media dan jembatan yang strategis menyuarakan pandangan dan kepedulian kita untuk menyikapi sejumlah konflik dan perang, dalam rangka mengumandangkan welas-asih dan melantangkan suara-suara kemanusiaan.
“Kita perlu menyuarakan keprihatinan dan sikap kita terhadap banyak kekerasan dan perang,” kata Giri.
Giri menyampaikan, bahasa dapat melahirkan kebajikan, namun juga dapat menjadi sebagai senjata keburukan.
“Kita berharap puisi bisa memberikan kontemplasi dan penyadaran yang inspiratif terkait bagaimana kerja penyairan dapat membuka cakrawala wawasan bagi terciptanya kondisi kemanusiaan dan jalan sejarah kemanusiaan hari ini, yang adil dan beradab. Bukan kebiadaban yang terjadi di Rohingya,” kata Giri. #arf