Delapan Daerah di Sumsel Terpapar PMK

Ilustrasi peternak sapi

Palembang, SumselSatu.com

Sebanyak delapan daerah di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) sudah terpapar penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK). Kedelapan daerah tersebut adalah
Lahat, Musi Rawas (Mura), Palembang, Ogan Komering Ilir (OKI), Lubuk Linggau, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Muara Enim dan Banyuasin.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Provinsi Sumsel Ruzuan Effendi mengatakan, penambahan itu sesuai dengan laporan yang masuk di Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumsel dan data di Kementerian Pertanian.

“Sekarang kasusnya ada di delapan daerah yang terkonfirmasi, penambahan di Banyuasin dan Muara Enim,” katanya

Di Kabupaten Muara Enim, jumlah kasusnya ada 103 sapi yang sakit. Dari jumlah itu, 20 sampel dikirimkan ke Laboratorium Balai Veteriner Lampung dengan hasil 12 ekor sapi positif PMK. Sementara di Banyuasin, dari jumlah 15 sapi yang sakit, dinyatakan tujuh sapi positif PMK.

Data dari Kabupaten Banyuasin belum seluruhnya masuk ke DKPP Sumsel dan Kementerian Pertanian, karena data dinas daerah menyebutkam jumlah yang sakit sebanyak 39 sapi.

“Untuk data kita, sisa kasus sapi yang masih sakit sebanyak 220 ekor,” ujar Ruzuan, Selasa (21/6/2022).

Ruzuan menjelaskan, untuk jumlah sapi yang sakit terbanyak ada di Mura dengan 131 ekor. Rinciannya, sembuh 27 ekor, potong bersyarat 7 ekor, mati nol dan sisa kasus 97 ekor. Kemudian di Muara Enim 103 sakit, belum ada yang sembuh, potong bersyarat dan mati sehingga sisa kasus masih 103 ekor.

Di Lahat, jumlah yang sakit sebanyak 69 ekor, 57 ekor sembuh, 4 ekor potong bersyarat, 3 ekor mati, sisa kasus 5 ekor. Di Banyuasin ada 15 ekor yang sakit, belum ada yang sembuh, potong bersyarat dan mati sehingga sisa kasus 15 ekor.

Lubuk Linggau ada 14 kasus, 2 ekor sembuh, 8 potong bersyarat, 4 ekot mati, sisa kasus nol. PALI 12 yang sakit dan sembuh semua. Palembang 3 ekor sakit, yang semuanya dipotong bersyarat. Terakhir di OKI 1 ekor sakit dan sudah sembuh.

Dari angka-angka itu, jumlah sapi yang sakit sebanyak 348 ekor, sembuh 99 ekor, potong bersyarat 22 ekor, mati 7 ekor dan sisa kasus 220 ekor.

“Jika melihat data yang ada, 220 ekor yang sakit, baru 0,03 persen dari jumlah populasi sapi di Sumsel yang kisarannya mencapai 305 ribu ekor. Kita berharap PMK ini tak berpengaruh terhadap hewan kurban dan yang dijual di pasaran,” jelasnya.

Melalui surat Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel yang ditujukan kepada Kementerian Pertanian, telah mengusulkan alokasi vaksin PMK sebanyak 500 ribu dosis. Vaksin yang diminta itu tak hanya diperuntukkan bagi sapi saja, tapi juga untuk kambing, kerbau, dan babi.

“Sumsel belum masuk zona merah, kita masih zona 3 (kuning) sehingga belum menjadi prioritas mendapatkan vaksin. Kemungkinan kita baru dapat di Juli atau Agustus,” katanya.

Vaksinasi yang akan dilakukan, katanya, bukan untuk mengobati hewan yang sakit atau hewan yang dipindahkan untuk diperdagangkan, melainkan kepada pedet atau anak sapi ternak.

“Vaksinasi akan kita lakukan di daerah yang populasinya banyak, seperti di OKU Timur, OKI, Mura, Lubuk Linggau, Ogan Ilir, Banyuasin dan Muara Enim. Daerah-daerah itu yang populasinya di atas 20 ribuan ekor,” katanya.

Dia menyebut bahwa Sumsel tak lagi menerima kiriman sapi dari daerah yang ditetapkan zona merah. Di Sumatera, zona merah hanya ada di Aceh.

“Sekarang, sapi dari zona merah tak boleh keluar. Hampir semua daerah di Jawa itu zona merah, jadi sementara ini setop dulu menunggu kembali normal. Kebutuhan Sumsel dengan populasi 305 ribu ekor sapi untuk sementara ini masih cukup,” katanya.

Kebutuhan konsumsi daging sapi masyarakat Sumsel dalam sehari mencapai 72 ton. Terbanyak di Palembang yang mencapai 10-12 ton atau 20-30 ekor per hari. Angka itu belum termasuk daging beki yang impor dari luar. Sementara rata-rata satu orang di Sumsel dalam setahun mengonsumsi daging 2-3 Kilogram (Kg).

Mengenai kesiapan hewan untuk kurban nanti, ia mengungkapkan, harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Menurutnya, sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), hewan kurban tidak boleh cacat.

“Kalau sakit, tapi tidak cacat sesuai fatwa MUI boleh. Termasuk terkena PMK boleh untuk hewan kurban,” terangnya. #fly

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here