Empat Komoditas Ini Menjadi Penyumbang Utama Inflasi di Sumatera Selatan

INFLASI---Pertemuan Tim pengendali Inflasi Daerah (TPID), Bank Indonesia bersama Badan Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, dan kabupaten/kota, Jumat (2/7/2024). (FOTO: SS 1ARI).

Palembang, SumselSatu.com

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan (BPS Sumsel) beras, minyak goreng, gula, telur sering menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Palembang, Lubuklinggau, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Muara Enim.

“Untuk menekan laju inflasi perlu dilakukan kontrol harga komoditas strategis seperti beras telur ayam ras, minyak goreng dan gula pasir,” ujar Direktur Statistik Distribusi BPS Pusat Sarpono.

Sarpono menyampaikan hal itu
dalam pertemuan Tim pengendali Inflasi Daerah (TPID), Bank Indonesia bersama Badan Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel dan kabupaten/kota, Jumat (2/7/2024).

Dia mengatakan, pola distribusi dan besaran Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) Terpadu, dapat dijadikan dasar kebijakan mengontrol harga komoditas.

“Inflasi yang lebih terkendali akan berperan menekan laju pertumbuhan penduduk miskin,” ujarnya.

Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel Elen Setiadi mengatakan, pada Juli 2024 terjadi inflasi year on year (y-on-y) sebesar 1,87 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,11 persen.

Inflasi tertinggi terjadi di Kota Palembang sebesar 2,09 persen dengan IHK sebesar 105,82 dan terendah terjadi di Kabupaten Muara Enim sebesar 1,04 persen dengan IHK sebesar 106,69.

“Komoditas beras menjadi sumber inflasi, kita sudah menyiapkan beberapa strategi diantaranya kerjasama dengan Bulog,” katanya.

Elen mengatakan, Pemprov Sumsel sudah melakukan kerjasama dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk penyaluran beras ke Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemprov Sumsel.

“Ini bisa dilakukan di kabupaten/ kota terutama yang bukan penghasil beras, ini bisa mengendalikan inflasi,” katanya.

Selain itu, diwacanakan pengembangan sawah rawa. Dengan potensi 300 ribu hektar rawa, setidaknya bisa dikembangkan 50 ribu hektar pada tahap pertama.

“Pengembangan sawah rawa sudah ada tapi tidak sebesar itu, kita ingin lebih besar lagi dan lebih terorganisir dilakukan oleh koorporasi, bukan petani per petani,” terangnya.

Dengan dilakukan oleh koorporasi, pengembangan sawah rawa mulai dari perencanaan, masa tanam dan pasca panennya bisa dilakukan secara terintegrasi.

“Bisa dilakukan di wilayah pesisir seperti Kabupaten OKI, Banyuasin juga Ogan Ilir. Jika ini bisa dikembangkan, Sumsel bisa mengalahkan Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai penghasil beras terbesar di Indonesia,” katanya.

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumsel Muhammad Latif mengatakan, tingginya inflasi bisa memicu naiknya tingkat kemiskinan. Sehingga pertemuan ini penting bagi Sumsel, khususnya kabupaten/ kota dalam rangka pengendalian inflasi.

“Di Sumsel, inflasi Juli ini turun drastis dari bulan lalu 2,48 persen menjadi 2,09 persen di Juli ini, ini terbaik kedua se-Sumatera, kedua setelah Bangka Belitung (Babel) atau no 12 se-Indonesia,” katanya.

Latif mengatakan, jika melihat siklus tahunan, inflasi Juli Agustus turun. Faktornya karena banyak daerah mulai panen, iklim yang bagus, ini yang menurunkan inflasi.

“Karena merupakan komoditas yang selalu dicari, beras menjadi bahan penyumbang inflasi y-on-y Januari-Juli 2024,” katanya. #ari

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here