Palembang, SumselSatu.com
Sejumlah media massa masih menyebar berita hoax atau informasi palsu sehingga menimbulkan keresahan dan perpecahan di masyarakat.
“Di era digitalisasi ini penyebaran informasi sangat cepat. Rekan media sudah menerbitkan berita yang sudah bagus, sesuai fakta tapi ada juga yang menyebarkan hoax. Sudah banyak yang ditutup, tapi akhirnya banyak lagi muncul hoax. Mudah mudahan kegiatan ini bermanfaat, dan jadi bekal jurnalis dan mahasiswa dalam mengantisipasi penyebaran hoax,” ujar Kabag Analis Ditintelkam Polda Sumsel AKBP M Suropati.
Suropati menyampaikan hal itu
pada kegiatan Fokus Group Discussion dengan tema ‘Antisipasi Penyebaran Hoax dan Netralitas Jurnalis Guna Mendukung Serta Mensukseskan Pilkada Damai Tahun 2024’ di Ballroom Airish Hotel Palembang 30-31 Juli 2024.
Kasi Sumber Daya Komunikasi Publik Dinas Kominfo Provinsi Sumatera Selatan Dwi Karolita, SSos, MM, menambahkan, masyarakat mudah mendapat informasi dari gadget sehingga mengubah pola pikir, pola sikap, dan perilaku manusia.
“Awalnya dulu pakai handphone lewat Short Message Service (SMS) dan lewat telepon. Tapi sekarang teknologi berkembang dengan cepat dan dengan melalui gadget bisa menerima semua informasi dengan cepat,” katanya.
Dia mengatakan, masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan informasi baik dari media atau media sosial. Media sosial (Medsos) Instagram, YouTube, Tiktok dan Facebook. Siapapun yang bukan jurnalis, menyebarkan informasi itu adalah sumber informasi.
Medsos itu seperti pedang bermata dua, jika dijadikan untuk hal positif maka akan menghasilkan hal positif. Tapi jika medsos dijadikan untuk menyebarkan hal negatif maka menghasilkan hal negatif.
“Hoax mudah terjadi, karena mudahnya mendapat informasi, tapi bisa Apapun informasi jika menyebabkan perpecahan jangan disebarkan. Pencegahan hoax menjelang Pilkada, Kominfo Sumsel tidak bisa mentake downnya (mengambil kembali konten tersebut agar tidak ribut lagi dengan pengguna media sosial lainnya-red),” katanya.
Sementara itu, Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel Oktaf Riyadi mengatakan, salah satu hoax yang paling tipis dijumpai adalah pencitraan.
“Tanpa kita sadari, pencitraan itu adalah bentuk hoax yang paling tipis. Makanya prinsip independen mesti tetap dipegang oleh kita sebagai jurnalis, beda dengan yang namanya netral. Tak bisa diintervensi kita tidak boleh berpihak dan tidak boleh beretikat buruk. Jangan hanya satu paslon yang diberitakan, tapi semuanya dan apa adanya,” katanya.
Menurutnya, peran jurnalis dalam Pilkada bukan menjadi hakim, namun berada di tengah-tengah layaknya wasit.
“Yang pasti wartawan itu wasit. Wasit yang menengahi dan itu tugas kita mendukung Pemilu/Pilkada yang berkualitas. Kalau yang bagus ya diangkat, yang jeleknya juga diangkat apa adanya,” katanya. #nti