Palembang, SumselSatu.com
Puluhan massa dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Pembela Suara Rakyat Sumsel melakukan aksi unjukrasa di Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan (Disdik Sumsel), Selasa (14/5/2024). Aksi unjukrasa terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA Negeri (SMAN) 19 Palembang yang diduga tidak sesuai Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021.
Koordinator Aksi (Korak) Aan dalam orasinya mendesak Pj Gubernur Sumsel melalui Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumsel untuk segera memecat Kepala SMAN 19 Palembang karena diduga tidak menjalankan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 dan Peraturan Gubernur Sumsel tentang PPDB SD, SMP, SMA dan SMK dengan transparan, pemerataan dan berkeadilan.
“Sebagai contoh, untuk jalur afirmasi sudah jelas adalah untuk siswa yang memiliki salahsatu dari kartu Program Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Indonesia Pintar (KIP). Tapi panitia di SMAN 19 Palembang menolak siswa yang mempunyai KIP dan dibantu oleh surat keterangan dari pemerintah setempat yaitu dari kelurahan. Padahal di situ sudah dijelaskan, kalau siswa yang memiliki salahsatu baik itu PKH atau KIP bisa untuk mendaftar melalui afirmasi. Tapi panitia SMAN 19 Palembang menolak memverifikasi pada saat siswa tersebut mendaftar, itu jelas melanggar,” katanya.
Aan mengatakan, siswa tersebut sempat diintimidasi dan ada omongan yang kurang beretika dan tidak pantas oleh tenaga pendidik.
“Tenaga pendidik atau panitia menyampaikan kalau diterima harus menyiapkan uang sebesar Rp5 juta sampai Rp6 juta. Seharusnya omongan seperti ini tidak perlu disampaikan. Kasihan masyarakat miskin, belum apa-apa sudah down. Belum apa apa sudah disampaikan kalau diterima akan ada sejumlah uang yang dibayarkan. Seharusnya itu tidak disampaikan oleh pihak panitia,” tegasnya.
Karena itu dia meminta untuk membubarkan panitia PPDB 2024-2025 di SMAN 19 Palembang dan segera membentuk panitia PPDB 2024-2025 dengan yang baru memiliki jiwa transparan pemerataan dan berkeadilan.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Peserta Didik SMA Disdik Sumsel, Anang Purnomo Kurniawan, ST, mengatakan, pihaknya menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan aktivis yang telah mengawal pelaksanaan PPDB dengan semangat Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021.
“Sudah kami jelaskan terkait dengan jalur afirmasi kami akan melakukan verifikasi ke sekolah yang bersangkutan apakah itu itu benar atau tidak, siswa memiliki salah satu kartu PKH atau KIP ditolak diverifikasi,” katanya.
Kedua, terkait dengan jalur zonasi kita berpedoman pada petunjuk teknis (juknis) bahwa penghitungan jarak di zonasi berdasarkan kartu keluarga (KK) yang umurnya paling sedikit satu tahun.
“Dan terakhir pemetaan wilayah zonasi itu menjadi masukan kami bagaimana menentukan zona 1 zona 2 untuk wilayah-wilayah yang lebih merata sesuai dengan kondisi keadaan sekolah. Mungkin nanti ada zona 1 zona 2 untuk usulan pada PPDB berikutnya. Ini menjadi bahan diskusi ketika kami nanti diperiksa saat diminta pendapat dan saat evaluasi,” paparnya.
Anang menjelaskan, terkait ada isu pungutan liar (pungli) biaya seragam, uang baju, uang buku, uang pembangunan, uang gedung dan uang lainnya, sudah ada edaran bahwa PPDB tidak ada kaitan dengan pembiayaan dalam bentuk apapun baik sumbangan maupun pungutan.
“Jadi tidak ada yang namanya uang baju, uang seragam dan ruang buku dan uang lain. Bahkan ketika nanti setelah PPDB anak-anak masih memakai baju olahraga SMP itu dibolehkan saja, silakan saja sampai nanti ada ketentuan yaitu keputusan gubernur tentang komite sekolah yang berproses di Biro Hukum,” katanya.
“Apabila ada bukti bahwa adanya pemungutan pungli dan seterusnya maka Dinas Pendidikan melalui kepala dinas yang mengambil tindakan tegas. Kami akan langsung verifikasi ke sekolah, jika ternyata benar maka akan dilakukan pemberian saksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” tambahnya.
Anang menerangkan, jika ada anak yang tidak masuk ke jalur zonasi, kemudian tidak memenuhi syarat jalur prestasi, tidak bisa afirmasi karena tidak ada dokumen PKH atau KIP, maka pihaknya akan melakukan beberapa langkah-langkah. Pertama langkah korektif terhadap pemetaan zonasi, namun tidak bisa dilakukan sekarang.
“Kami akan meminta kepala sekolah bersama rukun tetangga (RT) bersama lurah, camat dan para pemangku kepentingan termasuk aktivis yang mengetahui kondisi lapangan untuk duduk bareng menentukan bagaimana wilayah itu ditetapkan dengan pasti berapa potensi lulusan berapa daya tampungnya,” katanya.
Kedua, ketika tidak punya zonasi, prestasi tidak ada, afirmasi dokumen tidak ada, apalagi mutasi tidak ada, maka mau tidak mau dengan sangat berat hati dan dengan sangat menyesal belum bisa tertampung di sekolah negeri.
“Ini memang lebih berdiskusi dan berdebat dengan para aktivis yang membawa undang-undang anak bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan, tapi kembali kami berikan datanya saat ini kondisi lulusan SMP sederajat di Kota Palembang 26,000 anak berdasarkan data pokok pendidikan (Dapodik) daya tampung SMA Negeri hanya 8000 anak, ditambah SMK dan SMA Negeri 11,000 anak. Jadi masih ada sekitar 15,000 anak yang dengan cara apapun mau tes, mau tanpa tes atau prestasi tidak bisa masuk di SMA Negeri karena aturannya maksimal 36 siswa dalam satu kelas,” tambahnya.
Dia menuturkan, ketika daya tampung tidak terpenuhi maka ada solusi kedua yakni pengaturan nilai zonasi untuk selanjutnya. Untuk SMA sekolah swasta dengan subsidi yang anak-anak yang tidak mampu diarahkan sekolah swasta untuk memiliki kualitas yang sama dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel telah memberikan pendanaan pendidikan yang sama antara jumlah negeri dan swasta.
“Saya pernah ke Pemulutan ada sekolah swasta yang baju seragamnya gratis dan transportnya dibayarin. Kemudian ada yang diproses KIP, artinya sekolah negeri di situ kurang siswa, tapi swasta yang penuh. Kenapa swasta yang lain tidak seperti itu kalau perlu kita usulkan ada KIP versi Sumsel, yakni Kartu Sumsel Cerdas untuk anak-anak yang tidak dapat KIP biar urusan gubernur membayarinya untuk SPP dan transport anak. Sehingga yang tidak tercover di sekolah negeri, maka sekolah di swasta yang kualitasnya bagus. Solusi ketiga adalah dengan adanya penambahan ruang kelas baru pembangunan sekolah di daerah yang jauh. Tapi itu butuh keterlibatan banyak pihak seperti DPRD, renovasi dari pusat, Corporate Social Responbility (CSR) dan itu bisa jadi kajian kami untuk usulkan,” bebernya.
Menurutnya, untuk sistem PPDB tahun ini lebih berpihak daripada tahun sebelumnya. Kalau melihat dari persentase dulu afirmasi cuma 5% sekarang 15%, zonasi 25% sekarang 50%.
Bantahan SMAN19 Palembang
Kepala SMAN 19 Palembang Hj Binti Koniaturrohmah, SPd, MPd, membantah terkait tuduhan tersebut.
“Itu sama sekali tidak benar, kami bekerja sesuai dengan apa yang telah ditentukan, sesuai aturan dan juknis yang berlaku. Kami sudah bekerja sesuai aturan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021. Panitia dikumpulkan dan diberikan pengarahan sesuai peraturan Permendikbud,” katanya.
Mengenai tuntutan yang ingin membubarkan panitia PPDB SMAN 19 Palembang, panitia dibentuk sesuai surat keputusan (SK) dan bekerja juga sesuai aturan.
“Itu sama sekali tidak benar, kami bekerja sudah sesuai aturan. Memang ada oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mau menitip tapi kami tolak, kami ikut aturan itu. Makanya mereka marah,” cetusnya.
“Kami panitia bantu sesuai afirmasi itu, orang yang tidak punya KIP tapi dia dapat bansos dan ada di link, kami mengizinkan mereka daftar. Tapi kalau kami mau dititipi tidak sesuai prosedur, mohon maaf tidak bisa, kami menolak untuk dititipi,” tambahnya.
“Banyak oknum LSM mau titip tapi ditolak dan mereka tidak setuju. Kami bekerja sesuai aturan, kami tidak mau karena itu melanggar. Silakan saja mereka berdemo. Toh kita sudah sesuai aturan,” katanya lagi.
Dia menambahkan, sebelum aksi unjukrasa sudah ada Ombusman datang ke sekolah untuk melakukan verifikasi dan semua berkas sudah diserahkan.
“Oknum itu mau minta loloskan bawaan meraka, kami tidak mau karena melanggar makanya itu demo. Ini bukan pertama mereka seperti ini, didiamkan mereka terus, nah kami tolak mereka ribut,” katanya. #nti