
Palembang, SumselSatu.com
Delapan tersangka pengrusakan pada kerusuhan di Kantor DPRD Sumsel dan sejumlah tempat di Palembang pada Minggu (31/8/2025) lalu, mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang.
Kedelapan tersangka itu diwakili kuasa hukum mereka. Dari Sistem Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Palembang diketahui, kedelapan tersangka diwakili Muhammad Nur, Muhammad Syarifudin, Muhammad Fadli Febrianto, Alfan Saputra, Muhammad Jumardi, Muhammad Fattahilah, Fadri Djangkaru, dan Muhammad Habib Demiharto selaku pemohon. Sedangkan termohon adalah Kepala Kepolisian Daerah Sumsel cq Ditreskrimum Polda Sumsel cq Kasubdit III Jatanras cq Penyidik.
Sidang gugatan praperadilan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka itu digelar di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin (17/11/25).
Dalam persidangan itu, pemohon membacakan permohonannya. Sidang dipimpin Hakim Oloan Exodus Hutabarat, SH, MH, dan dihadiri perwakilan dari termohon.
“Ada sekitar 19 pengacara yang bergabung. Ada kuasa hukum tambahan,” ujar Dedy Irawan, SH, dari Yayasan Bantuan Hukum Sumatera Selatan Berkeadilan Kota Palembang.
Selain Dedy, ada Muhammad Miftahudin SH, Angga Saputra SH MH, dan Mardhiyah, SH, MH.
“Hari ini sidang pertama gugatan praperadilan delapan klien kami yang ditahan Polda Sumsel terkait aksi demonstrasi, yang dituding menimbulkan kericuhan di Kantor DPRD Sumsel. Agenda hari ini pembacaan permohonan,” kata Dedy.
Dia mengatakan, penahanan terhadap para klien mereka tidak semestinya dilakukan.
“Delapan klien kami ini peserta aksi spontan, bukan aksi terencana. Kami meminta hakim PN Palembang membebaskan mereka,” katanya.
Dedy menyampaikan, satu dari delapan tersangka masih berstatus pelajar.
“Ada satu anak yang masih sekolah, dan sejak ditahan tidak bisa mengikuti kegiatan belajar. Ada juga yang baru lulus sekolah, serta pekerja bengkel. Mereka tidak layak ditahan. Jika ingin menangkap pelaku, seharusnya aktor utamanya, bukan mereka,” katanya.
Muhammad Miftahudin menambahkan, praperadilan diajukan karena pihaknya menilai proses penangkapan dan penetapan tersangka melanggar prosedur.
“Penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka tidak sesuai KUHAP maupun aturan Kapolri,” kata Miftahudin.
Menurutnya, saat penangkapan, polisi tidak menunjukkan surat tugas atau surat perintah, baik kepada keluarga maupun Ketua RT setempat.
“Bahkan SPDP tidak diberikan kepada keluarga atau pihak pemohon, padahal Mahkamah Agung mewajibkan SPDP disampaikan. Banyak kejanggalan dalam proses ini,” ujarnya.
Atas dasar itu, pihak kuasa hukum berharap hakim memberikan putusan seadil-adilnya.
“Kami berharap majelis hakim PN Palembang tetap objektif dan adil serta membebaskan delapan klien kami,” katanya.
Dalam permohonannya, para pemohon meminta hakim mengabulkan seluruh permohonan mereka. Kemudian, menyatakan penangkapan, penetapan tersangka, dan penahanan oleh termohon tidak sah dan tidak mengikat.
Mereka meminta hakim agar memerintahkan termohon menghentikan penyidikan dan membebaskan para tersangka seketika setelah putusan dibacakan.
Kemudian, menyatakan tidak sah segala keputusan lanjutan terkait penetapan tersangka. Lalu memerintahkan pemulihan hak dan martabat para pemohon. Kemudian, memerintahkan pengembalian seluruh barang milik pemohon dan menghukum termohon membayar biaya perkara.
Sebelumnya, sedikitnya 63 orang warga sipil telah diamankan polisi dari Polda Sumsel dan Polrestabes Palembang menyusul kerusuhan di Kantor DPRD Sumsel dan sejumlah tempat di Palembang pada Minggu (31/8/2025), serta unjukrasa mahasiswa pada Senin (1/9/2025) lalu.
Dari jumlah itu, 11 orang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Sebanyak 42 orang ditangkap petugas Polda Sumsel dan 21 orang oleh petugas Polrestabes Palembang.
“Sebelas orang ditetapkan sebagai tersangka. Sembilan orang ditangani Ditreskrimum dan dua orang ditangani Ditresnarkoba,” ujar Direktur Ditreskrimum Polda Sumsel Kombespol Johannes Bangun pada konferensi pers di Mapolda Sumsel, Palembang, Rabu (3/9/2025) lalu.
Bangun yang didampingi Kabidhumas Polda Sumsel Kombespol Nandang Mu’min Wijaya, SIK, MH, menambahkan 52 orang setelah dilakukan pemeriksaan dan berdasarkan bukti-bukti lainnya tidak terbukti melakukan pengrusakan.
“Mereka hanya ikut konvoi. Kami telah memanggil orangtua mereka agar menasehati anak mereka,” kata Bangun.
Dari keterangan para tersangka, setelah balap liar para remaja itu konvoi lalu melakukan kerusuhan dan pengrusakan di Kantor DPRD Sumsel, Kantor Ditlantas Polda Sumsel di Jalan POM IX serta sejumlah pos polisi di Palembang. #arf










