Jakarta, SumselSatu.com
Sebagai bangsa yang masih menjunjung tinggi adab ketimuran, melakukan pembicaraan dengan nada tinggi atau berteriak, masih dianggap sebagai perilaku yang kurang sopan. Masalahnya, jika hal tersebut terjadi pada batita kita, tentu akan menjadi PR untuk mengubahnya sedini mungkin.
Menjadi kewajiban bagi orangtua untuk mengajari anak berbicara tanpa berteriak. Bukan soal sopan atau tidak sopan semata, namun perilaku anak yang berbicara dengan nada tinggi seperti ini, biasaya mengindikasikan ada yang salah dalam hal komunikasinya.
Simak pengalaman Bunda Yunita Wulandari dari Babyologist dalam menghadapi buah hati yang kerap teriak, di bawah ini :
Hal pertama harus diketahui oleh para orangtua bahwa, anak yang berusia di atas 1 tahun sudah memiliki keinginan sendiri. Saat belum bisa berbicara, maka mereka akan berisyarat dengan bahasa ala ‘Tarzan’, bunyi bibir sederhana, lirikan mata atau dengan menunjuk.
Jika orang yang ada di sekitarnya tidak jua memahami aneka isyarat keinginan sang bayi, maka tak jarang ia akan menjerit gemas.
Pahami Ya Moms, jeritan adalah bahasa komunikasi verbal perdana sang anak. Itu normal. Apalagi jika keinginannya tidak segera terpenuhi atau karena anak tersebut tidak bisa mengungkapkan keinginannya.
Sebagai orangtua, kita harus bijaksana. Karena jika tidak, perilaku berteriak jika komunikasi mampet ini terus berlangsung, maka akan terbawa hingga anak besar dan masuk ke usia sekolah.
Segeralah kita meminimalisir hal tersebut, agar anak tidak mudah menjerit atau sebentar-sebentar berteriak.
- Usahakan semaksimal mungkin, saat berada di dekat anak, tinggalkan gadget. Berikan segenap perhatian untuk sang baby. Dengan lawan bicara seorang dewasa yang ada di depan kita saja, gadget bisa mengambil alih perhatian, apalagi di depan seorang bayi yang lagi belajar berkomunikasi.
- Saat sang anak mulai bereaksi dan menunjukkan tanda-tanda ingin menyampaikan sesuatu, cobalah untuk mencari tahu apa keinginan anak. Dekatkan kepala Anda dan tataplah bola matanya. Saat anak sudah mulai menunjuk sesuatu, ajaklah bertanya. Mau apa? Apa yang ini? Bukan, atau yang Itu? Anak pasti akan merespons dengan gelengan, anggukan atau dengan ucapan.
- Saat komunikasi agak sulit dimengerti, cobalah untuk mengalihkan perhatian anak kepada hal lain. Contohnya mengajak anak bermain, bernyanyi atau jalan-jalan. Semakin dekat kita dan melakukan interaksi aktif dengan buah hati, maka akan terbentuk chemistry untuk melakukan komunikasi walaupun dengan medium bahasa yang terbatas.
- Sambil bermain, atau pas momen berdua saja, tetaplah sampaikan kepada anak bahwa menjerit atau berteriak adalah hal yang tidak baik. Berikan alasan, misal orang lain marah karena terganggu, teman akan menjauhi dan sebagainya. Meski, terlihat anak akan cuek saja atau terkesan tidak mau mendengar, percayalah jika kita rutin mengingatkan, maka akan masuk ke dalam alam bawah sadar mereka.
- Mendengar anak cadel sepertinya lucu dan menggemaskan ya. Tapi, sebagai orangtua, kita tetap harus mengajarkan dengan bahasa yang sebenarnya. Jika perlu, saat mengenalkan sesuatu benda, pegangkan benda asli kepadanya. Misalkan, remote, maka tunjukkan remote kepada sang anak.
Jangan lelah ya Moms.. Apa yang kita lakukan saat ini, adalah investasi ilmu untuk perkembangan mental sang anak. Memang tidak mudah, tetapi kita pasti akan selalu berusaha menjadi orang tua yang baik untuk anak kita. Moms harus selalu dapat mengontrol emosi dengan baik demi perkembangan anak kita nantinya. Stay healty ya Moms! #min