
Palembang, SumselSatu.com
Kuasa Hukum Terdakwa Musawir bin Yahuza, Dr Fahmi Raghib, SH, MH, menilai proses hukum kliennya sangat tidak wajar. Setelah 11 tahun lebih setelah laporan ke kepolisian, kliennya baru ditetapkan sebagai tersangka.
“Secara hukum, ini proses penyidikan yang tidak wajar, unreasonable. Tidak masuk akal, ini ada kemungkinan indikasi. Luar biasa 11 tahun 10 bulan,” ujar Fahmi ketika diwawancarai SumselSatu, di Pengadilan Negeri (PN) Palembang di Museum Tekstil Sumsel, Senin (10/11/2025).
Sebelumnya,, Fahmi dan T Roy Lifriandi, SH, mendampingi terdakwa Musawir di persidangan. Dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang menghadirkan sejumlah saksi.
Fahmi menyampaikan, perkara Musawir berawal dari Laporan Polisi (LP) pada 12 Desember 2013 oleh Slamet Waluyo. Kliennya dilaporkan atas sangkaan melakukan pengrusakan dan penyerobotan tanah. Musawir diduga melanggar Pasal 406 dan 385 KUHP.
“Setelah bergulir berapa tahun, muncul Pasal 263, 266, dan 385. LP awal Musawir tidak pernah ada SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Kejadian perubahan pasalpun tidak pernah ada pemberitahuan,” kata Fahmi.
Dalam perkara ini, JPU Kejari Palembang Desi Arsean, SH, mendakwa Musawir melanggar Pasal 266 (1), Pasal 263 (2), dan atau Pasal 385 Ke-1 KUHPidana. Musawir didakwa melakukan pemalsuan akta otentik, pemalsuan surat, dan penyerobotan tanah.
“Ini proses hukum yang sangat tidak wajar karena sudah lebih dari 11 tahun. LP Desember 2013 dan pada 25 Agustus 2025, klien kami baru ditetapkan sebagai tersangka,” tandas Fahmi sambil menambahkan bahwa kliennya telah berusia lebih dari 70 tahun.
Dikatakan Fahmi, lamanya waktu kejadian perkara yang didakwakan terhadap kliennya berdampak terhadap keterangan saksi. Sejumlah saksi yang diperiksa banyak yang mengatakan lupa saat ditanya.
“Terjadi di persidangan hari ini, semua saksi banyak lupa,” kata Fahmi.
Fahmi juga meminta agar majelis hakim yang diketuai Edi Cahyono, SH, MH, memerintahkan JPU untuk melihat langsung tanah yang dipersoalkan dalam perkara.
“Apakah betul sertifikat di 15 Ulu, yang diklaim Pak Musawir itu di 8 Ulu, bukan 15 Ulu,” kata Fahmi.
Ia juga mengatakan, tidak pernah dilakukan penyitaan barang bukti asli. Fahmi menyampaikan, tanah terdakwa memiliki surat pengakuan hak (SPH) atas nama Burhan bin Jamal.
Perkara yang menyeret Musawir ke ‘meja hijau’ terdaftar pada PN Palembang pada 24 September 2025 dengan Nomor Perkara: 999/Pid.B/2025/PN Plg. Dari dakwaan JPU Desi Arsean, SH, diketahui, Robby Hartono alias Afat membeli dua bidang tanah masing-masing seluas 992 M2 dari Hasan Yosunarto dan Didi Yosunarto dengan sertifikat hak guna bangunan (HGB) Nomor:2583/Kel.15 Ulu dan Nomor:2584/Kel.15 Ulu, pada 2009, serta HGB Nomor:2587/Kel.15 Ulu dan HGB Nomor:2588/Kel 15 Ulu. Pada saat dibeli tanah tersebut dalam keadaan kosong dan berpagar beton.
Lalu pada Oktober 2013, Afat menyuruh pegawainya, Hery Irawan menemui Musawir untuk menanyakan mengapa pagar di atas tanah rusak.
Terdakwa mengatakan bahwa tanah tersebut miliknya dan memperlihatkan bukti kepemilikan berupa SPH tertanggal 12 April 1989 yang ditandatangani Camat Seberang Ulu (SU) I Palembang. Musawir membeli dengan SPH atas nama Burhan bin Jamal tertanggal 11 Agustus 1974.
Beberapa waktu kemudian, Musawir menjual dan membagi tanah yang dibelinya dari almarhum Burhan. Lalu, Afat yang juga memiliki Sertifikat HGB merasa dirugikan.
Afat Banyak Lupa Saat Dimintai Keterangan
Di persidangan, majelis hakim memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya adalah Robby Hartono alias Afat, seorang pengusaha di Palembang yang terkenal dengan bisnis otomotifnya.
Dalam keterangannya, Afat mengatakan, pernah membeli tanah dengan Hasan Yosudarso dan Supriadi. Yakni empat bidang seluas lebih kurang 3000 meter persegi di daerah Jakabaring dengan harga Rp600 juta.
“Sekitar tahun 2005. Namun berdasarkan laporan Hery staf saya mengatakan bahwa tanah tersebut dikuasai oleh terdakwa Musawir, bahkan tanah tersebut dibangun rumah dan kios-kios oleh terdakwa,” kata Afat.
“Saksi tahu luas tanah yang dibeli?, tahun berapa saksi membeli tanah tersebut dari Hasan Yosudarso sebanyak tiga bidang dan dari Supriadi satu bidang?, jual beli tersebut dilakukan di hadapan notaris siapa?, total harga berapa dan berada di wilayah mana?,” tanya hakim lagi.
“Saya lupa Yang Mulia, karena sudah lama, sebagian tanah saya balik nama, yang atasnama Supriadi saya balik nama atas nama saya,” kata Afat.
Afat mengatakan, mengalami kerugian. Namun, ia tidak mengetahui pasaran harga tanah di daerah tersebut.
Lalu, Jaksa Ursula Dewi bertanya kepada saksi. “Saksi tadi kan menjawab bahwa saksi lupa terkait berapa saksi beli tanah tersebut. Apakah tanah tersebut saksi beli seharga Rp600 juta?, anda bayar dengan cek bilyet giro Bank Buana,” tanyanya.
“Barangkali iya Bu Jaksa, saya beli tanah tersebut dari Hasan Yosudarso dengan surat Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), tanah tersebut ada yang baliknamakan menjadi nama istri saya. Berdasarkan laporan staf saya, terdakwa menguasai tanah saya, dengan mengatakan bahwa terdakwa memiliki alas hak, namun saat dicek alas hak tersebut tidak terdaftar di kecamatan,” kata Afat.
Kuasa Hukum Musawir, Fahmi keberatan Jaksa Ursula Dewi ikut bertanya.
“Kami keberatan Yang Mulia dengan jaksa yang barusan bertanya, karena dalam surat dakwaan, JPUnya ada satu orang yaitu Jaksa Desi Arsean dari Kejari Palembang. Berkepentingan apa?,” kata Fahmi.
Mendengar pernyataan itu, Ursula mengatakan bahwa mereka satu tim.
“Makanya saya membantu dalam perkara ini,” kata Ursula.
Mendengar pernyataan Ursula, majelis hakim mengecek jaksa yang menangani perkara. Dalam surat dakwaan hanya ada nama JPU Desi Arsean.
“Nama yang ada di sini adalah nama Jaksa Desi Arsean, kalau seperti itu nanti perkara-perkara yang lain jadi tidak jelas,” kata hakim.
“Keberatan dari penasehat hukum terdakwa diterima,” kata hakim lagi.
Fahmi mempertanyakan terkait klaim Afat atas tanah yang dikuasai kliennya. Afat mengklaim ada sertifikat HGB.
“Berapa kali saksi diperiksa oleh pihak kepolisian mulai dari 2017, 2022, dan tahun 2025. Saksi ada diperiksa oleh Polrestabes Palembang, siapa yang memeriksa saksi?,” Tanya Fahmi.
“Saya lupa, di tahun 2025 ada saya diperiksa oleh pihak kepolisian, Polrestabes Palembang, namun saya lupa nama polisi yang memeriksa saya,” jawab Afat.
Fahmi kembali bertanya apakah Afat mengetahui lokasi tanah.
“Apakah Kelurahan 15 Ulu, atau 8 Ulu atau 5 Ulu?, saksi juga mengatakan bahwa tanah tersebut didapat dari membeli dengan sertifikat HGB, bahwa lima sertifikat tersebut berada di wilayah 15 Ulu, apakah anda tahu?,” kata Fahmi.
“Saya tidak tahu tanah tersebut letak persisnya dimana,” jawab Afat.
“Anda mengklaim tanah tersebut berdasarkan sertifikat HGB, apakah saksi pernah membangun di atas lahan tersebut?. Apakah saksi tahu pagar beton tersebut berada dimana?,” Tanya Fahmi lagi.
“Saya tidak pernah membangun di atas lahan tersebut, karena saat dibeli sudah ada pagar beton, tapi saya lupa-lupa ingat letak pagar beton tersebut, jalannya saya tidak ingat,” jawab Afat.
Saksi lain yang hadir di persidangan, Margaret Robby (istri Afat), Hery Irawan, Aris Farizal (ASN dari Kecamatan SU I), dan lainnya. #arf









