Jakarta, SumselSatu.com
Hasil survei Alvara Research Center menyatakan radikalisme sudah masuk kalangan mahasiswa dan pelajar. Sebab itu, Direktur Kemahasiswaan Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Didin Wahidin, menyatakan hal tersebut menjadi PR bagi Kemenristekdikti.
“Ini akan dijadikan dasar masukan bagi Kemenristekdikti untuk memperkaya pertimbangan tentang apa yang harus dilakukan ke depan, serta arah kebijakan yang akan diambil,” ujar Didin Wahidin dalam diskusi hasil riset Alvara di Restoran Batik Kurik, Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Didin mengatakan, ada 4.600 perguruan tinggi yang terdaftar di Kemenristekdikti. Ada disparitas sangat lebar antara perguruan tinggi paling hebat dan paling tidak hebat.
Padahal, menurut Didin, kurikulum Pancasila menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa di perguruan tinggi. Namun paham radikalisme masih ada di kampus.
“Ini catatan kita. Dan memang, pendidikan agama di sekolah dan kampus juga lebih banyak ke pelajaran fiqih saja. Dari SD, SMA sampai kuliah ya belajarnya salat, puasa, zakat dan lainnya. Kalau soal kehidupan bagaimana pemahaman sosial agama belum ada. Makanya secara kurikuler kita harus bangun ke sana,” kata Didin.
Selain itu, Didin mengatakan pihaknya juga sudah membuat program kegiatan untuk mahasiswa berupa general education. Kegiatan tersebut dinilai bisa menangkal paham radikalisme di perguruan tinggi.
“General education adalah program yang berupa mata kuliah atau kegiatan di dalamnya menumbuhkan penghargaan bersama, berpikir kritis kemampuan berbahasa kemudian soliditas anak bangsa untuk meredam radikalisme,” ujar Didin.
Alvara Research Center melakukan survei mengenai sikap dan pandangan pelajar serta mahasiswa tentang radikalisasi agama, khilafah, jihad dan negara Islam di Indonesia. Bekerja sama dengan Mata Air Foundation, Alvara Research Center melakukan survei kepada 1.800 mahasiswa dan 2.400 pelajar. Mereka menyasar mahasiwa dan pelajar di seluruh Pulau Jawa dan Kota Besar Jawa di Indonesia.
Survei ini dilaksanakan pada 1 September – 10 Oktober 2017. Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka (face to face interview). Responden pada riset ini seimbang pria dan wanita, dengan mayoritas responden wanita menggunakan hijab 79 persen.
Mayoritas responden mahasiswa tingkat 2 dan 3 atau mereka yang saat ini semester 3 dan 6 dan presentase 27,7 persen dan 27,4 persen. Mayoritas responden usia 20 dan 21 tahun dengan presentase 23,2 persen dan 20,7 persen.
Mayoritas responden berasal keluarga berpendidikan, yaitu kepala keluarga mereka mayoritas berpendidikan sarjana 42,9 persen dan SMA 37 persen. Amaliyah keagamaan mereka lakukan adalah Nahdliyin 73,8 persen melaksanakan maulid 56,7 persen laksanakan salat qunut subuh 65,7 persen melakukan ziarah kubur dan 34,1 persen melaksanakan salat tarawih 23 rakaat.
Respoden pelajar simbang pria dan wanita. Untuk responden wanita memakai hijab 80 persen. Jurusan diambil lebih banyak IPA 64 persen dibanding IPS 34 persen dan bahasa 2 persen. Mayoritas responden berusia 16 tahun 38,2 persen dan 17 tahun 35,7 persen dengan pekerjaan kepala keluarga wiraswasta dan karyawan swasta. Mayoritas amaliyah keagamaan Nahdliyin maulid 86,9 persen, qunut subuh 67,2 persen, ziarah kubur 79,4 persen dan tarawih 23 rakaat 43,3 persen.
Persepsi terhadap relasi agama dan negara. Pertama pemimpin non muslim. Presentase mahasiswa dan pelajar yang tidak mendukung pemimpin non muslim cukup besar, secara berturut-turut 29,5% untuk mahasiswa dan untuk pelajar 29,7%.
Kedua penerapan Perda Syariah. Kalangan mahasiswa soal Perda Syariah tidak tepat dan membahayakan NKRI 32,8% dan untuk kalangan pelajar 31,3%. Presentase pelajar menyatakan Perda Syariah tepat mengakomodir penganut agama mayoritas 21,9% dan untuk kalangan mahasiswa 19,6 %.
Ketiga negara Islam. Mahasiswa setuju dengan negara Islam sebesar 23,5% dan untuk kalangan pelajar setuju dengan jumlah 16,3%.
Keempat Ideologi negara. Hasilnya mayoritas mahasiswa dan pelajar memilih ideologi Pancasila. Prosentase pelajar memilih ideologi Islam 18,6% dan kalangan mahasiswa 16,8%.
Kelima tentang NKRI vs Khilafah. Mayoritas Mahasiwa dan Pelajar lebih setuju dengan NKRI sebagai bentuk negara yang ideal dibanding khilafah. Presentase mahasiswa sstuju dengan khilafah 17,8% dan kalangan pelajar 18,3 %.
Keenam tentang jihad untuk tegaknya negara Islam atau khilafah. Mayoritas mahasiwa dan pelajar tidak setuju untuk berjihad menegakan negara Islam atau khilafah yang setuju dengan berjihad. Presentase mahasiswa yang setuju dengan pernyataan saya siap berjihad untuk tegaknya negara Islam atau khilafah sebanyak 34,4 % dan untuk kalangan pelajar 23,3 %. #min/dtc