Bawaslu Sumsel Dilaporkan ke DKPP

BERI KETERANGAN – Wakil Ketua Tim Advokasi Dodi-Giri, Darmadi Jufri (berkacamata) bersama anggota tim, memberi keterangan pada pers, Sabtu (14/7), di Palembang, terkait sikap dan langkah yang akan ditempuh terhadap Bawaslu Sumsel. (FOTO: SS1/YANTI)

Palembang, SumselSatu.com

Tim Advokasi pasangan Calon Gubernur (Cagub) – Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Dodi Reza Alex-Giri Ramanda N Kiemas akan melaporkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Pasalnya,  Bawaslu Sumsel dinilai telah melakukan pelanggaran karena tidak memroses laporan tim advokasi Dodi-Giri.

Wakil Koordinator Tim Advokasi Hukum Dodi-Giri, Darmadi Jufri, saat konferensi pers di Palembang, Sabtu (14/7/2018), mengatakan, sejak dilaksanakannya rapat pleno rekapitulasi hasil pemilu gubernur (Pilgub), tim hukum Dodi-Giri menemukan banyak sekali pelanggaran.

Darmadi menyatakan, dalam menyikapi temuan itu, pihaknya sudah melakukan hal-hal sesuai aturan perundang-undangan, aturan Bawaslu, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Hal mendasar yang disoal adalah daftar pemilih tetap (DPT).

“Apalagi  kisruh DPT sudah ada sejak awal.  Bahkan Bawaslu sudah sangat keras soal DPT,” ujar Darmadi.

Namun berbagai persoalan yang sudah dilaporkan ini, lanjut Darmadi, tidak ada yang diproses Bawaslu. Bahkan Darmadi menyebut Bawaslu Sumsel sudah mulai ‘meninggalkan gelanggang’.  Pasalnya, saat timnya datang ke kantor Bawaslu Sumsel pukul 10:30, terlihat ruang kerja tertutup dan terkunci. Memang ada beberapa ruang terbuka tetapi tidak ada staf yang jaga.

Padahal, kedatangan tim advokasi Dodi-Giri ke Bawaslu Sumsel tersebut untuk menanyakan surat pemberitahuan dari Bawaslu Sumsel yang menyatakan bahwa laporan atau pengaduan pihak tim advokasi Dodi-Giri tidak bisa diterima.

“Kami menilai Bawaslu kabur, lari dari tanggungjawab. Jadi Bawaslu pantas di-DKPP-kan. Tidak ada satu pun staf, hanya ada polisi,” kata Darmadi.

Darmadi membeberkan, Tim Advokasi hukum Paslon Nomor Urut 4 sudah menyampaikan sembilan  laporan.  Dari sembilan laporan,  lima yang ditindaklanjuti di KPU RI dan KPU Sumsel.

Darmadi menilai, dalam melaksanakan tugasnya, Bawaslu Sumsel hanya memberi jawaban normatif berupa surat pemberitahuan. “Itu sangat keliru,” tandas Darmadi.

Darmadi pun membeberkan pelanggaran-pelanggaran pada Pilgub Sumsel yang ditemukan tim advokasi hukum Dodi-Giri. Pelanggaran yang paling mendasar, ada dua hal substansial. Pertama masalah DPT, karena sampai hari pencoblosan, tidak ada DPT final.

“Ini berdampak pada saksi paslon.  Kami tidak bisa memvalidasi apakah warga yang saat itu mencoblos adalah yang masuk DPT atau tidak,” katanya.

Kedua, dalam Pilgub di Kabupaten Muara Enim dan Kota Palembang, penyelenggara Pemilukada tidak ada surat keputusan (SK). Petugas penyelenggara hanya menerima SK untuk penyelengaraan pemilihan walikota di Palembang dan pemilihan bupati di Muara Enim.

Dengan kenyataan ini, tim advokasi hukum Dodi-Giri menilai, tidak ada legalitas dalam pencoblosan dan penghitungan hasil suara Pilgub di Palembang dan Muara Enim.

Tim advokasi Dodi-Giri pun melayangkan permohonan gugatan ke Bawaslu Sumsel dengan KPU Sumsel, KPU, Palembang, dan KPU Muara Enim sebagai termohon.  Namun, belum lagi permohonan diproses, tiba-tiba Bawaslu Sumsel sudah memberikan surat pemberitahuan bahwa  permohonan pihak tim advokasi Dodi-Giri tidak bisa diterima.  Alasannya, pengajuan berkas sudah kadaluarsa.

Mendapat surat ini, tim advokasi Dodi-Giri jelas tidak bisa menerima. Karena berkas gugatan diajukan dua hari setelah rapat pleno rekapitulasi. Sedangkan dalam aturan Bawaslu, pengajuan berkas gugatan paling lambat tiga hari setelah rapat pleno rekapitulasi suara.

“Dengan mengeluarkan surat pemberitahuan ini,  mereka (Bawaslu, red) tidak mengerti bekerja. Ini pelanggaran berat Bawaslu sehingga wajar untuk di-DKPP-kan. Kami rencanakan Senin kami laporkan Bawaslu Sumsel ke DKPP,” tegas Darmadi.

Lebih lanjut Darmadi menuturkan, pihaknya juga melakukan gugatan sengketa Pilgub Sumsel ke Mahkamah Konstitusi (MK).  Jika masyarakat hanya melihat soal selisih suara, tapi pihak tim advokasi Dodi-Giri ada argumentasi lain.

“Yang kami uji di MK bahwa Pilgub Sumsel cacat hukum sehingga produknya batal demi hukum. Kami tidak mengganggu suara paslon lain. Kami minta Palembang dan Muara Enim dilakukan PSU,” kata dia.

Disinggung soal optimisme dalam membuat laporan di MK, Darmadi menyatakan pihaknya optimis.

“Kami adalah korban, kami berkeyakinan hakim akan menjalankan UU.  Prosesnya di MK itu kewenangan mereka. Kami membawa ke ranah yang betul yakni MK,” ucapnya.

Anggota tim advokasi Dodi-Giri lainnya, Sri Adinda menambahkan, pihaknya mengajukan berkas ke Bawaslu Sumsel pada 10 Juli 2018, atau dua hari setelah rapat pleno rekapitulasi suara di KPU Sumsel.

“Seharusnya mereka (Bawaslu-red) mengatur persidangan.  Tapi mereka panik sehingga melakukan kecerobohan hanya mengeluarkan surat pemberitahuan, ini ada faktor di luar hukum.  Seharusnya diterima, diregister, dan disidangkan.  Bukan memberikan surat seperti ini.  PSU itu bisa direkomendasikan MK atau Bawaslu. Ada banyak daerah yang direkomendasikan Bawaslu untuk PSU,” pungkasnya.  

Terpisah, Ketua Bawaslu Sumsel Junaidi, ketika diminta tanggapannya, mengatakan, hak warga negara untuk melaporkan penyelenggara pemilu. Di DKPP nanti diuji apakah penyelenggara pemilu melanggar kode etik atau tidak.

“Kami sebagai penyelenggara pemilu memang harus siap melaporkan dan dilaporkan. Bagian dari risiko pekerjaan. Kadang-kadang ada yang merasa kami tidak tepat melakukan tugas,” ujar Junaidi.  #nti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here