Dunia Berubah, Rupiah Tinggalkan Kertas, Menuju Era Digital 

Elkhana A T Nainggolan, Mia Audina, Viona Zahra Yustisia. (FOTO: SS 1/IST).

Oleh:

Elkhana A T Nainggolan, Mia Audina, Viona Zahra Yustisia. (Mahasiswa Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Tridinanti (Unanti ) Palembang).

BANK Indonesia (BI) telah berdiri sejak tahun 1953. Selama 72 tahun pula, BI telah menjadi pilar utama dalam menjaga stabilitas moneter dan kedaulatan ekonomi bangsa.

Selama bertahun-tahun, wajah BI identik dengan uang kertas rupiah yang beredar luas di masyarakat. Namun, di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi finansial, peran BI tidak lagi bisa berhenti pada uang kertas semata.

Dunia berubah, dan BI pun harus ikut bergerak menuju ekonomi digital. Bukan hanya perubahan alat pembayaran, tetapi juga perubahan cara pandang, strategi, hingga arah kebijakan yang menentukan masa depan ekonomi nasional.

Pertanyaannya, apakah rupiah akan tetap menjadi simbol kepercayaan bangsa ketika ia meninggalkan kertas dan hadir dalam bentuk digital?

Bank Indonesia. (FOTO: NET).

Simbol Kedaulatan yang Terbatas

Sejak lama, rupiah kertas menjadi identitas nasional dan simbol kedaulatan yang hadir di setiap genggaman masyarakat. Ia bukan hanya alat transaksi, melainkan juga penanda kepercayaan terhadap negara. Namun, biaya cetak dan distribusi yang tinggi, risiko pemalsuan, serta keterbatasan efisiensi membuatnya tidak lagi sejalan dengan kebutuhan zaman. Realitas ini menjadi pendorong BI untuk menghadirkan alternatif berbasis digital yang lebih aman, praktis dan efisien.

Baca Juga  PT KAI Divre III Tegaskan Tidak Ada Toleransi Penyalahgunaan Pengelolaan Aset Negara

Rupiah Digital, Simbol Baru Kedaulatan

Transformasi digital dimulai dengan BI Real Time Gross Settlement (RTGS) pada awal 2000-an, sebuah sistem yang mempercepat transaksi antarbank dengan skala besar. Pada 2014, lahir Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) sebagai upaya membiasakan masyarakat dengan transaksi modern.

Tahun 2019, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) hadir menyatukan berbagai layanan pembayaran digital dalam satu standar kode QR yang sangat membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), hingga tahun ini 2025 QRIS sudah digunakan lebih dari 57 juta merchant.

Transformasi berlanjut lewat BI-FAST pada 2021 yang memungkinkan transfer cepat dalam hitungan detik, murah, dan aman antarbank. BI-FAST memungkinkan transfer Rp25 juta hanya dengan biaya Rp2.500.

Tren ini bukan hanya terjadi di Indonesia, berbagai negara juga sedang mengembangkan Central Bank Digital Currency (CBDC), seperti Tiongkok dengan e-CNY, Uni Eropa dengan digital euro, Amerika Serikat yang tengah mengkaji digital dollar serta Jepang dengan digital yen yang saat ini sudah memasuki tahap uji coba (pilot project) melalui Bank of Japan.

Baca Juga  Kritik Untuk Perbankan Indonesia: Sibuk Mengejar Profit, daripada Membantu Rakyat

Dengan rupiah digital, BI tetap bisa menjaga kendali penuh atas kebijakan moneter meski masyarakat semakin jarang menggunakan uang tunai. Selain itu, rupiah digital membuka peluang besar bagi efisiensi sistem keuangan nasional, integrasi transaksi lintas negara, dan penguatan posisi Indonesia dalam ekonomi digital global.

Ilustrasi.

Tantangan yang Menyertai Transformasi

Perubahan besar menuju digitalisasi tidak lepas dari sejumlah tantangan. Perlindungan konsumen menjadi hal krusial, sebab tanpa pengawasan yang kuat, kepercayaan publik bisa runtuh akibat potensi penyalahgunaan layanan digital.

Di sisi lain, rendahnya literasi keuangan digital, khususnya di pedesaan, masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak agar tidak tercipta jurang kesenjangan antara masyarakat yang melek teknologi dan yang belum.

Tantangan lain yang harus dihadapi adalah menjaga keseimbangan antara inovasi dan stabilitas. Bank Indonesia dituntut adaptif terhadap tren global, namun tetap mempertahankan kendali penuh demi kepentingan nasional. Kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah, perbankan, serta pelaku industri menjadi kunci sukses transformasi ini.

Baca Juga  Cara Cek Daya Tampung Semua Prodi SNBP dan SNBT 2025

Untuk menjawab hal tersebut, diperlukan pembangunan infrastruktur digital yang merata, regulasi yang adaptif terhadap perkembangan industri, serta edukasi berkelanjutan bagi masyarakat. Dengan cara ini, digitalisasi tidak hanya menjadi simbol modernisasi, tetapi juga mampu membawa manfaat nyata yang inklusif bagi seluruh lapisan bangsa.

Dari Lembaran ke Layar: Masa Depan Rupiah

Transformasi Bank Indonesia dari uang kertas menuju ekonomi digital bukan hanya soal teknologi, melainkan juga perjalanan sejarah bangsa. Rupiah yang dahulu lahir dalam lembaran kertas sebagai simbol kedaulatan, kini bersiap hadir dalam bentuk digital sebagai simbol masa depan.

Perubahan ini memang penuh tantangan dari kesenjangan literasi hingga kebutuhan regulasi namun bukan alasan untuk berhenti. Justru di sinilah momentum bagi Indonesia untuk membuktikan bahwa kita mampu beradaptasi, menjaga stabilitas, sekaligus menciptakan sistem keuangan yang inklusif.

Rupiah boleh meninggalkan kertas, tetapi nilainya sebagai identitas dan kepercayaan bangsa tidak akan pernah hilang. Pertanyaannya sekarang, siapkah kita menjadikan rupiah digital sebagai kebanggaan nasional dan tonggak baru kedaulatan ekonomi Indonesia di era global?. *

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here