Herman Deru Diminta Tak Terapkan Sekolah Berbayar

UNJUKRASA---Kabid SMA Dinas Pendidikan Sumsel Bonny Syafriyan (memegang mikrofon), saat menemui massa yang melakukan unjukrasa di di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel, di Jalan Kapten A Rivai, Palembang, Kamis (23/5/2019). (FOTO: SS1/YANTI)

Palembang, SumselSatu.com

Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru diminta untuk membatalkan kebijakan yang memperbolehkan sekolah negeri memunggut biaya kepada siswa setiap bulan.

Permintaan itu disampaikan massa Gabungan Ormas Penegak Keadilan yang menggelar aksi unjukrasa di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel, di Jalan Kapten A Rivai, Palembang, Kamis (23/5/2019).

Mereka menyampaikan penolakan terhadap adanya pungutan uang kepada siswa setiap bulannya di 29 SMA Negeri di Sumsel.

Syah Reza Fahlevi, Koordinator Lapangan mengatakan, kebijakan yang memperbolehkan sekolah memunggut bayaran itu  berbanding terbalik dengan janji kampanye pasangan Herman Deru-Mawardi Yahya pada Pemilukada Sumsel 2018 lalu.

Reza menyampaikan, kebijakan Pemprov Sumsel menetapkan sebanyak 29 SMA Negeri boleh melakukan memungut biaya per bulan kepada siswa adalah bentuk penghianatan terhadap UU 1945.

“Kami Gabungan Ormas Penegak Keadilan menyatakan sikap tegas, menolak komersialisasi pendidikan di Sumsel.  Menolak pungutan biaya per bulan dan SPP di 29 SMAN Unggulan di Sumsel,” ujar Reza.

Reza menambahkan, pihaknya meminta Gubernur Sumsel Herman Deru membatalkan kebijakan tersebut.

“Kami juga meminta Kepala Dinas Pendidikan memecat Kepala SMA Negeri 6 Palembang karena diduga melakukan praktek pungli pada saat PPDB Tahun 2018-2019,” katanya.

“Karena telah melakukan tindakan mal-administrasi, dengan melakukan pungutan uang yang dilakukan komite sekolah bukan kategori sumbangan melainkan bentuk pungutan dan pembentukan Komite SMA Negeri 6 Palembang bertentangan dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah,” tambah Reza.

Gabungan Ormas Penegak Keadilan juga mendesak DPRD Provinsi Sumsel untuk memanggil gubernur terkait sekolah berbayar di 29 SMA Negeri di Sumsel.

“Jangan menerapkan sekolah berbayar,  karena payung hukumnya belum jelas. Sekolah negeri harus gratis,” tandas Reza.

Menanggapi aksi pendemo, Kabid   SMA Dinas Pendidikan Sumsel Bonny Syafriyan mengaku, bahwa kebijakan yang memperbolehkan sekolah memungut bayaran itu belum ditandatangani.

“Sampai hari ini belum ditandatangani terkait kebijakan biaya SPP di 29 SMA Negeri Unggulan di Sumsel.  Jadi sampai sekarang belum boleh ada pungutan,” kata Bonny.

Terkait tuntutan pemberhentian Kepala SMA Negeri 6 Palembang, Bonny mengatakan, hal itu masih dalam proses.

“Keputusan pemberhentian itu tidak bisa langsung dilakukan, harus melalui berbagai proses, dan prosedur,” ujar Bonny.

Sebelumnya, massa Aliansi Untuk Indonesia Cerdas berunjukrasa, di halaman Kantor Pemprov Sumsel di Jalan Kapten A Rivai, Palembang, Senin (13/5/2019) lalu.

Mereka menagih janji politik Herman Deru ketika kampanye Pemilukada Sumsel 2018 lalu. Mereka menilai, Herman Deru sebagai Gubernur Sumsel belum menepati janji yang diucapkan.

“Kami menagih janji politik gubernur ketika mencalonkan diri sebagai gubernur, yang janjinya akan mengratiskan pendidikan di Sumsel. Tapi buktinya, masih banyak sekolah yang memberlakukan pungutan,” ujar Ade Indra Chaniago yang menjadi koordinator aksi.

Bahkan, kata Ade, Pemprov Sumsel di bawah kepemimpinan Herman Deru justru membuat kebijakan yang memperbolehkan sekolah negeri menarik uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) sebesar Rp1 juta per siswa.

“Dan terakhir malah membuat kebijakan akan ada 29 sekolah yang diizinkan menarik bayaran SPP dari siswanya sebesar 1 juta,” kata Ade.

Kata Ade, masyarakat berharap banyak dengan gubernur yang baru terpilih. Akan tetapi, harapan mereka sia-sia. Apa yang dijanjikan Herman Deru di masa kampanye hanya sekedar janji.

“Baru seumur jagung harapan kami sudah dibuat luntur, untuk itu kami meminta agar gubernur untuk menepati janjinya dengan membatalkan izin 29 sekolah yang akan memulai sekolah berbayar untuk semester baru nanti,” kata Ade.

Gubernur Sumsel Herman Deru yang menemui para pengunjukrasa membantah bahwa janji di masa kampanye tidak dijalankan. Kata Deru, munculnya ide sekolah berbayar pada masa kepemimpinan Gubernur Sumsel sebelumnya.

Dikatakan Deru, pada 2017-2018, sebelum dirinya dilantik menjadi gubernur, telah terjadi keterlambatan pembayaran dana sekolah gratis. Oleh karena itu, kata Deru, agar proses pendidikan terus berjalan, komite dan pihak sekolah mengambil kebijakan untuk memungut biaya.

“Waktu itu saya belum jadi gubernur. Keterlambatan transfer itu terjadi tiga triwulan, kurang lebih sembilan bulan. Komitmen saya, kalau bilang gratis, ya gratis, jangan bilang gratis, tapi tidak gratis,” kata Deru.

Disampaikan Deru, setelah dilantik sebagai Gubernur Sumsel pada 1 Oktober, Pemprov Sumsel yang dipimpinnya harus membayar hutang sebesar sekitar Rp96 miliar. Deru pun berinisiatif mendahulukan membayar kepentingan itu yang diambil dari APBD.

Pada 2019, kata Deru, sekolah dibedakan berdasarkan cluster, yakni sekolah gratis dan sekolah berbayar. Dari 437 SMA dan SMK negeri yang ada, sebanyak 27 sekolah di kabupaten/kota masuk kategori sekolah mandiri.

Kata Herman Deru, dirinya ingin, tidak hanya siswa di kota saja yang mendapatkan fasilitas terbaik, seperti AC di ruang kelas, dan makan gratis. Melainkan, siswa di sekolah yang jauh dari kota juga demikian.

“Saya ingin semuanya adil. Sekolah gratis tetap jalan, hanya saja untuk  sekolah mandiri yang menggunakan fasilitas listrik, AC, asrama dan makan ini, tidak mungkin digratiskan,  karena tentu ini tidak akan balance jadinya,” kata Deru. #nti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here