Mantan Kades Mulyoharjo Mura Minta Dibebaskan dari Tuntutan Perkara Korupsi Izin Perkebunan Sawit  

PLEDOI----Sidang perkara terdakwa Bahtiyar dengan agenda pembacaan Nota pembelaan atau pledoi yang dibacakan kuasa hukumnya H Indra Cahaya, SH, di ruang sidang PN Palembang di gedung Museum Tekstil Sumsel, Kamis (9/10/2025) sore. (FOTO: SS1/ANTON R FADLI)

Palembang, SumselSatu.com

Terdakwa Bahtiyar bin Dasip meminta dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Musi Rawas (Mura) atas perkara korupsi penerbitan izin lokasi perkebunan sawit di Mura. Bahtiyar adalah mantan Kepala Desa (Kades) Mulyoharjo, Kecamatan Bulang Tengah Suku (BTS) Ulu, Mura.

Nota pembelaan atau pledoi Bahtiyar dibacakan kuasa hukumnya H Indra Cahaya, SH, dalam persidangan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Palembang di gedung Museum Tekstil Sumsel, Kamis (9/10/2025) sore. Sidang dipimpin Hakim Pitriadi, SH, MH. Pembelaan itu menjawab surat tuntutan JPU yang telah dibacakan pada sidang Kamis (2/10/2025) lalu.

Bahtiyar memohon Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang agar dalam putusan sela menyatakan bahwa dakwaan JPU terhadap dirinya tidak terbukti.

“Membebaskan terdakwa Bahtiyar bin Dasip dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum,” ujar Indra Cahaya kepada majelis hakim.

Ia juga meminta agar majelis hakim memerintahkan JPU mengeluarkan kliennya dari rumah tahanan negara (Rutan) segera setelah putusan dibacakan.

“Membatalkan semua tindakan dan perbuatan hukum jaksa penuntut umum yang berkaitan dengan perkara aquo. Memerintahkan jaksa penuntut umum segera mengembalikan segala sesuatu yang disita yang berkaitan dengan perkara aquo kepada terdakwa, terutama kebun plasma seluas 77,47 hektar,” kata Indra.

Kemudian,  uang tunai sejumlah Rp387,27 juta. Ia juga meminta majelis hakim  mengembalikan dan merehabilitasi harkat dan martabat terdakwa sebagaimana semula. Lalu, membebankan biaya yang timbul dalam perkara kepada negara.

“Atau, apabila majelis hakim dalam perkara ini berpebdapat lain mohon diputus seadil-adilnya berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Indra

Pengacara H Indra Cahaya SH
(FOTO: SS1/ANTON FADLI)

Ketika diwawancara SumselSatu usai persidangan, Indra menegaskan, bahwa dakwaan JPU tidak benar.

“Inti pembelaan kami, dakwaan penuntut umum itu ngaco (kacau dan tidak benar-red) tidak terbukti, dia (JPU-red) sendiri mengatakan unsur Pasal 2 itu tidak terbukti, sedangkan unsur Pasal 2 itu adalah unsur Pasal 3, berarti tidak terbukti juga dong,” ujar Indra.

Menurutnya, pasal yang didakwakan JPU bersifat komulatif. Sehingga, dua-duanya harus terbukti.

“Tidak boleh satu terbukti, dua-duanya harus terbukti, oleh karena itu tidak bisa dihukum, apa alasannya dihukum?,” kata Indra.

Ia menyatakan berusaha semaksimal mungkin agar kliennya dibebaskan.

“Harus bebas. Saya teriak kalau nggak (tidak bebas-red),” tandas Indra.

Ia juga menilai, penyitaan lahan plasma milik kliennya oleh JPU menyalahi peraturan perundang-undangan.

“Penyitaan tidak prosedur, tidak ada izin pengadilan, tidak boleh dong. Yang boleh disita alat melakukan kejahatan, hasil kejahatan, berhubungan dengan kejahatan. Ini tidak ada yang berhubungan dengan kejahatan,” kata Indra.

Sebelumnya, JPU Nuruzzaman Al Hakimi, SH, MH, menuntut Majelis Hakim Tipikor Palembang menjatuhkan hukuman pidana selama lima tahun penjara terhadap terdakwa Bahtiyar. JPU menilai Bahtiyar melanggar Pasal 3 dan Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor. JPU juga menuntut agar Bahyitar dijatuhi hukuman denda Rp500 juta, subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp1,486 miliar, subsider dua tahun penjara.

Sedangkan untuk terdakwa lainnya dalam perkara kasus yang sama, JPU menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tiga tahun. Terdakwa lain itu adalah Ridwan Mukti bin Mukti Tarsusi, mantan Bupati Musi Rawas (Mura), Syaiful Anwar Ibna bin Ibrahim (mantan Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Perizinan/BPM-PTP Mura), Amrullah bin Anwar (mantan Sekretaris BPM-PTP Mura), dan Effendy Suryono alias Afen anak dari Oni Suryono selaku Direktur PT Dapo Agro Makmur (DAM).

JPU menuntut majelis hakim memvonis Ridwan Mukti, Effendy Suryono, Syaiful Anwar Ibna, dan Amrullah, terbukti melanggar Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-undang (UU) No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Tuntutan pidana denda itu sama untuk kelima terdakwa.  Sedangkan uang pengganti harus dibayar Effendy Suryono nihil karena uang sejumlah kerugian negara Rp61,35 miliar telah dititipkan ke kejaksaan.

Dalam dakwaan JPU sebelumnya disebutkan bahwa potensi kerugian negara sempat dihitung Rp121 miliar. Namun, berdasarkan hasil audit resmi BPKP Perwakilan Sumsel kerugian negara sebesar Rp61,35 miliar.

Dari dakwaan JPU Nuruzzaman Al Hakimi, SH, MH, diketahui, Ridwan Mukti selaku Bupati Mura bersama-sama Syaiful Anwar, Amrullah, Effendy Suryono alias Afen, dan Bahtiyar melakukan Tipikor pada kurun waktu 2010-2023. Para terdakwa secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp182,071 miliar lebih.

Kelima terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 (1) KUHP. Terdakwa Bahtiyar ditambahkan Pasal 11.

Para terdakwa diduga terlibat dalam penerbitan izin fiktif serta manipulasi dokumen SPH untuk penguasaan sekitar 5974,9 hektar lahan. Sebagian besar lahan merupakan kawasan hutan produksi dan transmigrasi. Dari total luas 10,2 ribu hektar lahan, sekitar 5974,9 hektar merupakan kawasan yang tidak boleh dialihfungsikan. Diduga proses penerbitan izin dilakukan dengan cara-cara melawan hukum, pemalsuan dokumen, dan penggelapan administrasi. Izin lokasi perkebunan sawit itu dikeluarkan Bupati Mura yang kala itu dijabat Ridwan Mukti. #arf

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here