
Palembang, SumselSatu.com
Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Brisvo Diansyah M, ST, MM, bin Hamid Brisman, meminta kepada majelis hakim agar memutus perkaranya dengan seadil-adilnya. Terdakwa Brisvo tersedan-sedan saat menyampaikan pembelaan pribadinya.
Terdakwa lain dalam kasus yang sama, tapi berkas perkaranya terpisah, Mustahzi Basyir bin Makmun M Syamsi, juga menangis ketika menyampaikan pembelaan. Direktur CV Restu Bumi itu meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya.
Pembacaan pembelaan kedua terdakwa itu dilakukan dalam persidangan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Kamis (20/11/2025). Sidang dipimpin Hakim Pitriadi, SH, MH, yang didampingi Hakim Khoiri Akhmadi, SH, MH, dan Ardian Angga, SH, MH.
Setelah kuasanya hukumnya, Yunus, SH, membacakan pembelaan, Brisvo juga menyampaikan pembelaan secara pribadi. Brisvo berharap, pembelaan yang ia sampaikan dapat mengetuk pintu hati majelis hakim dalam memutus perkara seadil-adilnya.
Brisvo mengaku menyesal yang sedalam-dalamnya. Ia menyampaikan permohonan maaf kepada yang ada di ruang sidang dan masyarakat Kabupaten PALI.
“Mohon maaf, terkhusus kepada masyarakat Penukal Abab Lematang Ilir,” ujar Brisvo.
Ia mengakui, perkara yang kini dijalaninya adalah kesalahan dan keteledorannya.
“Tidak ada niat diri pribadi memperkaya diri sendiri atau orang lain. Karena ketidakberanian saya menolak perintah pimpinan Sri Kustina,” kata Brisvo sambil menangis.
Untuk diketahui, Sri Kustina adalah Ketua Dekranasda PALI. Kala itu, ia adalah istri Bupati PALI Heri Amalindo.
“Akibatnya saya dan keluarga besar trauma psikologis yang cukup mendalam Yang Mulia. Terutama istri saya, istri tercinta saya merasa sangat terpukul dengan kejadian ini,” kata Brisvo tersedan-sedan.
Sambil menangis dengan suara tertahan-tahan, Brisvo menceritakan tentang tiga orang anaknya. Bahkan, ia menyebut nama lengkap ketiga anaknya tersebut. Anaknya yang tertua berusia 19 tahun dan berencana akan kuliah setelah lulus SMA.
“Dengan adanya permasalahan ini, rencana kami untuk menguliahkan anak kami tidak bisa kami laksanakan,” kata Brisvo.
Lalu ia menceritakan tentang anaknya yang kedua, perempuan berusia 14 tahun dan bersekolah di salah satu SLTP di Palembang. Tangis Brisvo semakin menjadi saat ia menceritakan anak perempuan tersebut. Anaknya tidak mau pulang ke rumah di PALI saat libur sekolah karena malu.
Brisvo tersedu-sedu sambil terus menceritakan anak perempuan yang masih duduk di Kelas IV SD.
“Semenjak kejadian ini, anak saya tidak pernah keluar rumah. Tidak pernah lagi ikut ekstrakulikuler. Saya merasa sangat bersalah Yang Mulia,” kata Brisvo tersedan-sedan.
Ia juga menyampaikan bahwa dirinya merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, hanya dia yang bekerja di sektor formal. Brisvo juga menyampaikan bahwa ia telah mengabdikan sebagai aparatur sipil Negara (ASN) sejak 2010.
“Tidak ada niat dari diri saya pribadi untuk melakukan kecurangan. Karena tidak mampu menolak,” kata Brisvo yang tidak melanjutkan perkataannya setelah hakim mengatakan bahwa tentang tidak mampu menolak perintah pimpinan itu sudah disampaikan sebelumnya.
“Semoga majelis hakim memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Sehingga saya dapat kembali menjadi ayah dan orangtua dan kembali mengabdi ke masyarakat,” kata Brisvo.
Terhadap pembelaan Brisvo dan kuasa hukumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan, akan memberikan tanggapan/jawaban secara tertulis.
Setelah Brisvo, Kuasa Hukum Mustahzi Basyir dari Kantor Pengacara M Faisal dan Rekan menyampaikan pembelaan. Pada intinya, mereka meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya terhadap Mustahzi.
Mustahzi telah mengembalikan uang kerugian sebesar Rp53juta kepada JPU dan mengakui segala kesalahannya. Kuasa hokum Mustahzi berharap hal itu menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim.
Mustahzi ketika menyampaikan pembelaan pribadinya memohon majelis hakim memjatuhkan hukuman seringan-ringannya.
“Sungguh saya menyesali atas apa yang saya lakukan. Jujur saya tidak ada niat korupsi. Saya benar-benar menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Enam bulan di penjara menjadi tempat taubat saya,” kata Mustahzi sambil menangis.
Ia juga menyampaikan bahwa ia telah 13 tahun mengabdi dengan menjadi tenaga honorer. Setelah ia diterima sebagai PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), ia justru dihadapkan dengan perkara korupsi.
“Saya menjadi PPPK setelah 13 tahun honor, kini hilang,” kata Mustahzi.
Atas pembelaan Mustahzi dan kuasa hukumnya, Faisal, SH, Hamzah Pulungan, SH, dan Mardi, SH, JPU menyatakan, tetap pada tuntutan.
Diwawancarai SumselSatu usai persidangan, Kuasa Hukum Brisvo, Yunus mengatakan, bahwa Brisvo tidak mampu menolak perintah pimpinan itu adalah fakta di persidangan.
“Iya itu kan fakta persidangan, terdakwa kan menyampaikan,” kata Yunus.
Ketika ditanya apakah pihaknya akan meminta Kejari PALI mengembangkan perkara ini, Yunus tidak memberikan jawaban secara tegas.
“Sesi selanjutnya kami juga berharap. Kan itu penegak hukum yang punya wewenang kan,” kata Yunus.
Namun Yunus mengatakan, pihaknya menilai bahwa pelimpahan perkara kliennya ke pengadilan terlalu terburu-buru.
Brisvo terancam dijatuhi hukuman pidana selama empat tahun dan enam bulan penjara. Sedangkan Mustahzi Basyir terancam dijatuhi hukuman pidana satu tahun dan enam bulan penjara.
Ancaman itu setelah JPU Kejari PALI membacakan surat tuntutan atas perkara Brisvo dan Mustahzi kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, pada Kamis (13/11/2025) lalu.
JPU menuntut majelis hakim memvonis Brisvo dan Mustahzi tidak terbukti melakukan Tipikor dalam dakwaan primair. Karena itu, mereka harus dibebaskan dari dakwaan tersebut. Namun, JPU menuntut majelis hakim agar memvonis keduanya terbukti korupsi bersama-sama, sesuai dakwaan subsidair. Yakni, melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
JPU menuntut majelis hakim agar juga menjatuhkan hukuman pidana denda Rp100 juta, subsider enam bulan kurungan. JPU juga menuntut majelis hakim agar mewajibkan Brisvo membayar uang pengganti Rp1,648 miliar lebih yang dikurangi dengan titipan uang pengembalian kerugian negara Rp200 juta, subsider tiga tahun penjara.
Sedangkan untuk terdakwa Mustahzi, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan. Kemudian, uang pengganti nihil karena ia telah menitipkan uang Rp53 juta kepada kejaksaan.
Dari dakwaan JPU Enggi Elber, SH, MH, Septian Safaat, SH, dan Agnes Putri Arzita, SH, diketahui, Brisvo didakwa telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri dengan Saksi Aditya Pradana Panirewod bin Andreas Mado Panirewod selaku Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK) Kegiatan Koordinasi Sinkronisasi dan Pelaksanaan Pemberdayaan Industri dan Peran Serta Masyarakat dari bulan Mei-September 2023, bersama saksi Romyzar Arya Putra, ST bin Nazarudin selaku Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK), dan bersama Mustahzi selaku Direktur CV Restu Bumi, secara melawan hukum melakukan penyimpangan memanipulasi data dukung bukti pertanggungjawaban pencairan anggaran yang tidak sesuai dengan pelaksanaannya.
Sedangkan JPU Septian Safaat dan Agnes Putri Arzita mendakwa Mustahzi menyuruh melakukan atau turut serta melakukan secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri dengan Brisvo bersama Aditya, Romyzar, secara melawan hukum melakukan penyimpangan memanipulasi data dukung bukti pertanggungjawaban pencairan anggaran yang tidak sesuai dengan pelaksanaannya terhadap uraian Belanja Alat/Bahan untuk Kegiatan Kantor-Alat/Bahan untuk Kegiatan Kantor Lainnya dan Belanja Barang yang Diserahkan Kepada Masyarakat pada Kegiatan Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pelaksanaan Pemberdayaan Industri dan Peran Serta Masyarakat di Disperindag PALI Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp1,146 miliar lebih. #arf









