
Palembang, SumselSatu.com
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang kembali menggelar persidangan perkara kasus korupsi pekerjaan jalan ruas Kuang Dalam-Beringin Dalam pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Ilir (OI) Tahun 2019, pada Selasa (20/5/2025),
Sidang dipimpin Hakim Masriati, SH, MH, yang didampingi Hakim Iskandar Harun SH, MH, dan H Khoiri Akmadi, SH, MH. Sidang dilakukan di Gedung Museum Tekstil Sumsel, di Jalan Merdeka, Talang Semut, Bukit Kecil, Palembang.
Hadir di persidangan Terdakwa Juni Eddy dan Ali Irwan (berkas terpisah) yang didampingi kuasa hukum mereka, dan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sedangkan saksi ahli yang dihadirkan JPU tidak hadir langsung di ruang persidangan, tetapi hadir melalui video jaringan internet.
Dua saksi ahli yang dimintai keterangan secara zoom meeting adalah Ady Rukman Setiawan (ahli teknis konstruksi) dan Aldy Faizal Firmansyah (auditor dari BPK RI).
Dalam persidangan, Pengacara Dr Yuspar, SH, MH, kuasa hukum dari Terdakwa Ali Irwan mencecar saksi ahli Ady Rukman Setiawan. Yuspar mempertanyakan bagaimana saksi mengetahui ada kekurangan volume dalam pengerjaan badan jalan yang diperiksanya pada 2025, sedangkan pelaksanaan pembangunan pada 2019. Mendengar pertanyaan itu saksi sempat terdiam, lalu menjawab ada kelebihan.
“Bukan badan jalan kurang. Malah kelebihan,” jawab saksi.
Yuspar juga menanyakan apakah masih relevan saksi ahli memeriksa badan jalan itu pada 2025. Ia juga menanyakan apakah saksi mengukur volume jalan. “Tidak, lihat gambar proyek setelah selesai,” kata Ady.
Kuasa Hukum Ali Irwan itu lantas memperlihatkan gambar dan menyanyakan bagian mana dari gambar tersebut yang disebut badan jalan. “Badan jalan yang kita lewati,” jawab saksi.
Ady kembali mengatakan, tidak ada kekurangan volume jalan. “Bagaimana anda (saksi-red) menghitungnya?,” tanya Yuspar lagi.
Atas pertanyaan itu, saksi kembali terdiam. Yuspar mengatakan, apabila hitungan saksi tidak benar hal itu akan mempengaruhi perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPK.
Hakim Masriati menanyakan badan jalan yang ditunjukkan dalam gambar apakah masuk dalam hitungan saksi atau tidak. Saksi menjawab masuk.
Saat ditanya apakah hal itu ditemukan di lapangan, saksi menjawab dari data yang ada.
Dalam persidangan, Yuspar banyak mengali soal bagaimana saksi menentukan ketebalan jalan. Saksi mengatakan, ketebalan yang harus ada adalah 10cm. Saat ditanya apa yang menjadi dasar bahwa harus 10 cm, saksi kembali terdiam. “Dasarnya gambar kontrak,” jawab saksi kemudian.
Ditemui usai sidang, Yuspar mengatakan, pihaknya tidak dapat menerima keterangan ahli. “Karena ahli menentukan kekurangan terdapat keraguan-keraguan, tidak pasti,” kata Yuspar.
Saksi ahli berpendapat masih bisa menghitung kekurangan pekerjaan walaupun jalan yang dikerjakan kliennya telah ditimpa dengan pekerjaan cor beton di atasnya yang menggunakan dana APBN Rp51 miliar.
Kata Yuspar, saksi ahli Aldy Faizal Firmansyah hanya menghitung kerugian negara berdasarkan atas perhitungan kekurangan yang didasarkan kepada keterangan saksi ahli Ady Rukman.
“Kami menilai perhitungan yang dilakukan BPK RI tidak punya dasar yang kuat untuk mengatakan ada kerugian negara terhadap pelaksanaan pekerjaan proyek yang dikerjakan klien kami,” kata Yuspar.
“Untuk menghitung kerugian negara sesuai dengan ketentuan harus jelas dan nyata. Bukan secara opini saja dengan memperbandingkan keterangan ahli konstruksi yang juga tidak relevan lagi untuk dapat menghitung kekurangan pekerjaan. Proyek sudah serah terima tahun 2019 dalam keadaan nilai pekerjaan 100 persen selesai,” kata Yuspar.
“Kesimpulan kedua ahli yang dihadirkan JPU tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah untuk mengatakan adanya kerugian keuangan negara atas pelaksanaan pekerjaan yamg dikerjakan oleh CV MPL,” tambah Yuspar.
Kata Yuspar, sidang pemeriksaan ahli melalui zoom meeting tidak dapat menilai secara obyektif keterangan yang diberikan karena secara psikis tidak kelihatan kejujuran yang diberikan.
“Apalagi dalam pembuktian tidak leluasa memperlihatkan bukti yang konkrit,” katanya.
JPU M Rahmat Afif, SH, mendakwa Juni Eddy selaku Pengguna Anggaran (PA)/Kepala Dinas PUPR OI dalam pekerjaan bersama-sama dengan Ali Irwan selaku Pemilik CV Musi Persada Lestari pada 2019, sebagai orang yang melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. #arf