Palembang, SumselSatu.com
Pengamat Hukum Ekonomi Perbankan Universitas Sriwijaya (Unsri) Hj Marlina Widiyanti, SE, SH, MM, MH, PhD, angkat bicara terkait kredit macet PT Coffindo senilai Rp50 miliar, yang dikucurkan Bank Sumsel Babel (BSB) pada September 2016.
Menurut dia, pihak terkait harus dipanggil untuk dilakukan klarifikasi, dengan menghadirkan bukti penjamin utang.
“Pihak terkait harus dipanggil untuk diklarifikasi, dan minta dihadirkan bukti penjaminan utang,” ujar Marlina dilansir dari Wideazone.com, Senin (13/1/2025).
Dia mengatakan, pemberian utang di bank tidak mudah karena harus memenuhi unsur 5C. Yakni, Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition.
“Aturannya ketat, menyangkut semua departemen, semua harus diperiksa. Kalau debitur (PT Coffindo) menjadi nasabah loyal, maka 5C itu adalah syarat yang mudah terpenuhi karena sudah loyal, sudah terbiasa meminta kredit,” katanya.
Persoalannya, PT Coffindo adalah perusahaan baru dan baru bergabung meminta kredit kepada BSB. Harusnya, pengajuan kredit lebih diperketat.
“Jika nasabah baru, lebih ketat lagi. Tidak hanya 5C,” katanya.
Dia menjelaskan, jika nasabah lama maka bank dapat melihat riwayat debitur. Apakah selama menjadi nasabah, dia patuh? Apakah dia mempunyai niat baik yang sifatnya tidak tertulis.
“Artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya dengan rutin sesuai jadwal. Namun, jika dia nasabah baru, selain 5C, harus mewaspadai, harus dilihat dari beberapa sektor seperti kesehatan perusahaan, tidak hanya melihat angka dalam tuangan neraca laba-rugi, tapi kesejahteraan karyawannya sebelum mengucurkan,” jelasnya.
“Sehinga bagaimana dia (si peminjam) akan mengangsur utang, kalau membayar rutinitas membayar gaji karyawan saja tersendat-sendat. Itu yang harus diperhatikan kalau nasabah baru,” sambung Marlina.
Dari informasi yang berkembang bahwa ada kedekatan antara si peminjam (PT Coffindo) dengan si pemberi (BSB). Artinya, ada sesuatu yang dipaksakan, karena kreditur merasa afinitas (persamaan kepentingan).
“Seharusnya ini dijustifikasi (pembuktian) terhadap yang bersangkutan (salah satu direksi). Jadi itu harus didudukkan (diklarifikasi), baru bisa diurai benang merahnya, bahwa asal muasalnya apa? Keperuntukan uang itu untuk apa,” kata Marlina mempertanyakan.
Selain itu, PT Coffindo berutang dengan empat bank lain. Harusnya ini bisa dilihat historinya atau riwayat PT Coffindo.
“Di sini kita melihat sejumlah historinya, tidak masah bila pihak menjustifikasi kesalahan mereka, apakah ini modus? Atau dia hanya meminjam ke BSB untuk menutupi utang lama, dan si peminjam menganggap bahwa Bank Sumsel Babel mudah dengan istilah ‘cincai-cincai lah’. Nah itu harus dijustifikasi karena ada unsur kesengajaan,” ujar Pengurus Pusat Aliansi Program Magister Manajemen Indonesia (APMMI).
“Jika perbuatan itu disengaja, dengan tidak sengaja beda hubungannya. Kalau sengaja itu memang dia (debitur) sudah merencanakan, kemudian dengan mudahnya dia minta dipailitkan dengan Mahkamah Agung (MA),” katanya.
“Maka benang merahnya itu sebetulnya dapat dilihat, jika ahli hukum bisa meilihatnya, niat seseorang untuk melakukan pengembosan atau dengan tidak membayar angsuran untuk apa? Itu bisa terlihat,” tambahnya.
“Bila saya lihat kasus ini ada unsur kesengajaan, si peminjam tidak ingin terjerat dengan banyak bank, jadi utang-utang yang lama ditutupi dengan Rp50 miliar ini, dan setelah itu dia tidak ingin repot hanya berurusan dengan satu atau dua bank saja, kemudian dia meminta pailit,” kata Marlina lagi.
Jangan Lagi Ada Direksi Titipan
Berdasarkan catatan Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI) pemberian kredit kepada PT Coffindo diduga sarat pelanggaran prinsip kehati-hatian. Selain itu, ada lima direksi yang terlibat dalam pengucuran dana sebesar Rp50 miliar. Inisialnya adalah A, M, RE, S, dan AN.
Meski diduga terlibat, manajemen BSB tetap melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) dan menetapkan empat jajaran direksi/komisaris. Yakni, Riera Echorynalda (Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko), Suroso (Direktur Operasional), Edward Chandra (Komisaris Utama) dan Fery Afriyanto (Komisaris Non-Independen).
Marlina mengatakan, dalam menempatkan seseorang untuk menjadi pengelola perbankan harus melalui seleksi ketat.
Seorang direksi/komisaris yang dicalonkan harus melakukan test kelayakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diusulkan Tim Uji Kepatutan Kelayakan (UKK) BSB.
“Kebetulan saya bagian dari itu (Tim UKK), namun saya tidak dilibatkan dalam seleksi calon tersebut,” katanya.
Menurut Marlina, jika calon jajaran pengelola perbankan masih tersandung persoalan hukum, harusnya dipending (ditunda) terlebih dulu.
“Artinya kalau memang si calon tidak ada unsur kesengajaan atau dia tidak terlibat langsung, tidak apa-apa, sebagai warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk dipromosikan. Namun, jika terdapat kemungkinan terkait Non Performing Loan (NPL) atau pinjaman bermasalah, harusnya dipending,” katanya.
Pasalnya, masih banyak calon yang lebih berkompeten, bersih dan profesional. Selain itu, sudah banyak modal yang dikucurkan Pemerintah Provinsi (Pemrov) Sumsel dan BSB yang tengah menuju Perseroda (Perusahaan Perseroan Daerah), otomatis harus mencari sosok profesional.
“Jangan lagi adanya titipan. Jika itu terjadi maka Pemda maupun Pemprov Sumsel bunuh diri, menyerahkan banyak aset untuk orang yang hanya sekadar memberikan keuntungan bagi mereka atau dengan istilah asal bapak suka (ABS),” katanya.
Marlina mengajak semua pihak sama-sama membenahi negara ini. Ia meyakini bahwa sang Khaliq selalu memberikan kemudahan bagi orang dengan niat baik, disertai dengan banyak hikmah.
“Jika diniatkan peruntukan bagi kesejahteraan rakyat maka diberikan kelimpahan keberkahan,” katanya.
Perlu diingat, BSB milik masyarakat Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, dan kesejahteraan harus dikembalikan bagi masyarakat.
“Mengapa pinjaman itu harus diberikan bagi orang luar? selain masyarakat Sumsel-Babel, harusnya dipertanyakan, dijustifikasi kepada aparat penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, KPK, OJK hingga DPRD Sumsel,” katanya.
“Mengapa orang selain Sumsel-Babel meminjam pada BSB?. Memang Bank Sumsel Babel mengharapkan keuntungan dari pinjaman tersebut, tapi apakah masyarakat di Sumsel-Babel tidak ada yang membutuhkan pinjaman seperti itu untuk bergulirnya usaha, sehingga dapat berbagi keuntungan, mengapa di tempat yang jauh,” tanya Marlina.
Apalagi, untuk mengajukan pinjaman ke perbankan bukan persoalan mudah. Terlebih pinjaman PT Coffindo sangat besar.
“Utangnya di angka besar Rp50 miliar dan jaminannya belum diketahui apakah satu hektare tanah betulan atau tanda surat kosong yang dianggap bodong, bisa saja kan,” katanya.
Karena itu dia meminta persoalan tersebut harus diselesaikan dulu oleh calon yang diajukan menjadi salahsatu direktur atau direksi.
“Diclear kan lah kasus ini. Jika telah dipailitkan Mahkamah Agung, harusnya di pengadilan kepailitan tidak semudah itu mempailitkan tanpa data yang valid. Karena harus menjalani berkali-kali sidang baru dipailitkan, karena tuntutan orang atau bank yang memberikan utang begitu besar agar utang tersebut dikembalikan,” tegasnya.
“Jadi yang bersangkutan (direksi yang terlibat pengucuran kredit PT Coffindo) harus diperiksa dulu dengan seksama, apa niatnya, maunya dan yang sudah terjadi. Kalau tidak serta merta dalam hal wanprestasi (kelalaian debitur dalam memenuhi perjanjian) bisa dipertimbangkan, untuk melanjutkan uji kelayakan,” katanya.
Terkendala Persoalan Hukum, Direksi Bermasalah Mundurlah Dulu!
Selaku bagian dari TIM UKK, Marlina menjelaskan, calon-calon pengelola Komisaris dan Direksi kabarnya telah dilakukan Fit and Proper Test oleh OJK, tapi TIM UKK Pemprov Sumsel belum mengetahui kapan Fit and Proper Test dilakukan.
“Jika sejak tahun 2023-2024, saya adalah salahsatu TIM UKK. Secara profesional sebagai penguji, saya belum mengetahui nama-nama yang katanya telah melaksanakan uji kelayakan hingga melalui empat kali RUPS LB, atau mungkin TIM UKK belum dilibatkan?. Tahun 2024, belum ada atau belum pernah dilibatkan,” katanya dengan ekspresi terkejut.
“Kami (TIM UKK) dituntut fair (adil), sebagai orang yang dipercaya untuk menguji kelayakan. Kepentingan Pemprov Sumsel harus dilindungi, jangan sampai cacat hukum, jangan melantik orang yang masih berpekara hukum, dan kami masih diawasi KPK dan Ombudsman untuk melakukan pengujian profesional,” tambahnya.
Marlina mengatakan, sebagai aset Pemprov Sumsel, hampir keseluruhan modal dituangkan, bagi bank berpelat merah ini. Karena itu, kepercayaan tersebut harus dikelola secara profesional.
“Dan utamakanlah trust (kepercayaan) masyarakat, baik dari stakeholders bahwa kalian melaksanakannya dengan profesional. Bila dilihat dari gaji maupun tunjangan tentunya lumayan cukup menyenangkan jadi Komisaris, hingga Direksi BSB,” katanya.
Karena itu, dengan gaji/tunjangan yang diberikan sesuai dengan tingkat risikonya, namun harus bekerja dengan penuh amanah dan profesional.
“Artinya bila masih terkendala dengan status hukumnya, selesaikanlah dulu. Kalau diselesaikan dan tidak terbukti dipersilakan, kami tidak menghambat hak warga negara, namun sebaliknya jika kasus belum selesai, mundurlah dulu,” ujar Marlina.
“Kita ini inginnya hidup tenang, tidur nyenyak tanpa dikejar-kejar persoalan hukum,” tambahnya. #fly