Palembang, SumselSatu.com
Indonesia memiliki banyak ahli hukum, bahkan profesor di bidang hukum. Namun untuk bisa memenuhi kriteria calon hakim agung yang berkompeten ternyata masih sangat minim.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi Yudisial Drs H Maradaman Harahap, SH, MH saat membuka kegiatan diskusi bertema “Mencari Sosok Hakim Agung Indonesia” di Hotel Horison Palembang, Rabu (25/7/2018).
Maradaman mengatakan, salah satu wewenang Komisi Yudisial adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia untuk mendapatkan persetujuan sesuai dengan kewenangan tersebut. Sejak 2006, Komisi Yudisial melakukan rekrutmen dan seleksi calon hakim agung.
Dijelaskan Maradaman, dalam melakukan rekrutmen tersebut, Komisi Yudisial memiliki beberapa kriteria dalam memilih hakim agung. Antara lain kredibilitas, integritas, cepat dan accessible (predictabillty timely). “Semua itu diterapkan untuk menghasilkan calon hakim agung yang berkualitas,” ujar Maradaman.
Maradaman mengakui, Indonesia memang memiliki banyak profesor di bidang hukum namun terkadang belum tentu memenuhi kriteria yang ditetapkan Komisi Yudisial. “Bukan karena meragukan kemampuan tapi terkadang permasalahan datang bukan dari bidang akademik saja,” ujar dia.
Selain diskusi, pada kegiatan yang digelar pihak Komisi Yudisial ini juga diikuti dengan peluncuran buku berjudul “Mencari Sosok Ideal Hakim Agung Indonesia” karya Prof Dr H Mustafa Abdullah, SH yang menjadi komisioner Komisi Yudisial tahun 2005 – 2010.
Dalam sambutannya, Mustafa Abdullah mengatakan, Komisi Yudisial angkatan pertama (2005 -2010) saat itu mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2 Agustus 2005. Ketika itu tidak ada sedikit pun perangkat untuk melakukan rekrutmen calon hakim agung. Sehingga saat itu harus bergegas menyusun keanggotaan komisioner Komisi Yudisial.
“Sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan diatur pasal 24 B UUD 1944 bahwa, Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim,” kata Mustafa Abdullah.
Saat disinggung soal buku karyanya, lelaki yang pernah menjadi Pembantu Rektor (Purek) Universitas Sriwijaya ini menjelaskan, buku yang ditulisnya itu merupakan salah satu acuan pengetahuan baik untuk calon hakim agung CHA atau masyarakat dalam menetukan kriteria memilih calon hakim agung sehingga mendapatkan hakim agung yang berkompeten dan sesuai standar kriteria. #nti