Koalisi Kawali Minta DPRD Sumsel Usut Mafia Tambang

UNJUKRASA---Koalisi Kawali Sumsel menggelar aksi unjukrasa di halaman Kantor DPRD Sumatera Selatan (Sumsel), Senin (29/8/2022). (FOTO: SS 1/ARI).

Palembang, SumselSatu.com

Koalisi Kawali menggelar aksi unjukrasa di halaman Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Selatan (DPRD Sumsel), Senin (29/8/2022). Dalam orasinya mereka meminta pengusutan kasus mafia tambang.

Koordinator Lapangan (Korlap) Chandra Nugra mengatakan, Kawali Sumsel melihat pengabaian yang dilakukan oleh korporasi tambang terhadap ketentuan perundang-undangan di lingkungan maupun pertambangan yang tidak bisa ditolelir.

Seperti di Kabupaten Muaraenim, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Kawali Sumsel menemukan sejumlah fakta yang tidak terbantahkan dalam dugaan aktivitas pertambangan yang merugikan masyarakat.

Terutama dalam kasus PT Musi Prima Coal (MPC), PT Lematang Coal Lestari (LCL) dan PT GHEMMI. Kata dia, tiga perusahaan ini dianggap telah merugikan masyarakat dan kebal hukum.

Kawali Sumsel mencatat ada tujuh sanksi yang telah diterima. Pertama, sanksi penghentian sementara aktivitas pertambangan dari Gubernur Sumsel melalui Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2016. Kedua, sanksi dari Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) akibat penimbunan Fly Ash Bottom Ash (FABA) pada tahun 2018.

Ketiga, sanksi dari Gubermur Sumsel untuk pemulihan atas kerusakan lingkungan akibat penutupan Sungai Penimur yang berdampak pada masyarakat Payu Putat, Prabumulih pada 2018. Keempat, sanksi dari Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas pemindahan alur Sungai Penimur pada tahun 2018.

Kelima, sanksi penghentian operasional atas kecelakaan dalam aktivitas pertambangan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM yang tidak diindahkan oleh PT MCP dan kontraktor PT LCL Lestari pada tahun 2021

Keenam, sanksi pemeriksaan dari Mabes Polri akibat perusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan penambangan illegal yang dilakukan oleh PT MCP dan PT LCL pada tahun 2021-2022. Ketujuh, sanksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel akibat pembangunan pelabuhan batubara tanpa izin di wilayah Sungai Lematang pada tahun 2022.

“Sampai hari ini, tidak ada tindakan nyata dari pihak berwenang, baik Pemprov Sumsel, dinas terkait dan aparat penegak hukum untuk memberikan sikap tegas terharap perusahaan ini. Dari siniah kami menilai bahwa kepemimpinan saat ini lemah dan kalah dari aktivitas perusahaan perusak lingkungan yang kebal hukum,” katanya.

Menurutnya, fakta ini juga menunjukkan bahwa mafia di bidang pertambangan ini secara nyata telah mengurung kebijakan pemenntah sehingga tidak bisa berbuat apa-apa.

“Kami minta ketegasan DPRD Sumsel untuk ikut mengawal kasus dan menindak perusahaan tersebut,” tegasnya.

Anggota Komisi IV DPRD Sumsel Iwan Hermawan, ST, yang menemui pengunjuk rasa mengapresiasi aspirasi yang disampaikan para pendemo.

“Tuntutan ini saya terima dan kami laporkan. Dan, sesegera mungkin kami bahas. Setelah pembahasan kami langsung ke on the spot ke lapangan. Hasilnya akan diserahkan perwakilan Koalisi Kawali Sumsel,” katanya. #Fly

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here