Koalisi Masyarakat Sipil, Desak Penyelamatan Ampera

Proses evakuasi tongkang yang tabrak Jembatan Ampera beberapa waktu yang lalu. (Foto: Sindo)

Palembang, Sumselsatu.com – Kejadian tertabraknya Jembatan Ampera oleh kapal tongkang yang mengangkut batubara sangat disesalkan berbagai pihak, salah satunya oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka mendesak pemerintah untuk melakukan upaya serius menyelamatkan yang berdiri pada April 1962 itu.

Dalam rilis yang diberikan kepada wartawan, Selasa (23/5/2017), Koalisi Masyarakat Sipil melihat upaya untuk menjaga jembatan masyarakat Palembang ini hanya sebatas pada aturan, tanpa ada niat untuk secara tegas melaksanakan dan menerapkannya, yang menyebabkan Jembatan Ampera kembali ditabrak oleh kapal tongkang batubara.

“Kami melihat bahwa tabrakan Kapal tongkang batubara ke Jembatan Ampera merupakan kelalaian dan pelanggaran Perda No 14/2011 tentang penyelenggaraan transportasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Palembang,” bunyi pernyataan itu.

Di aturan tersebut dinyatakan beberapa ketentuan untuk kapal/tongkang yang melintasi di bawah jembatan Ampera seperti, harus memiliki ketinggian muatan tidak melebihi delapan meter, bagian atas muatan harus rata atau tidak kerucut.

Kemudian, wajib dipandu petugas otoritas pelabuhan dan/atau unit penyelenggara pelabuhan, serta pengamanan dan pengawasan lalu lintas di sekitar Jembatan Ampera dilakukan petugas Dinas Perhubungan.

Selanjutnya, pelayaran harus siang hari, dengan ukuran tongkang maksimal Length Over All (LOA) 300 feet (sama dengan 91,44 meter) dengan lebar maksimal 28 meter dan ditarik oleh kapal tunda minimal 1765 KW serta tug boat pendorong 1761 KW yang memenuhi persyaratan kelaikan laut.

Koalisi Masyarakat Sipil juga mengatakan, soal sanksi yang elah diatur apabila ada kapal/tongkang di perairan Sungai Musi yang mengakibatkan rusaknya fasilitas publik seperti Jembatan ampera, berupa pemberian jaminan kerusakan minimal Rp150 juta kepada Pemerintah Kota Palembang, sambil menunggu selesainya penetapan besaran ganti rugi dari hasil pemeriksaan tim teknis terkait.

“Perda ini telah diperkuat dengan surat edaran No. UM.003/4/6/­KSOP.PLG-16 tentang Lalu Lintas Kapal di Bawah Jembatan Ampera dari Kantor kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Palembang sejak tanggal 30 Maret 2016,” tambah pernyataan tersebut.

Dalam Surat edaran tersebut, tongkang batubara yang melintas di bawah Jembatan Ampera berukuran maksimal 270 feet (sama dengan 82,2 meter) dengan memenuhi persyaratan nautis dan apabila akan menggunakan tongkang 300 feet (91,4 meter) harus dipandu kapal tunda dengan kapasitas mesin minimal 2200 HP.

“Namun dalam kurun waktu 1 tahun ini saja, kami mencatat penabrakan dari Tongkang Batubara saja telah terjadi pada 23 Mei 2016 di mana kapal tongkang terlepas talinya dari kapal penariknya, dan kemarin 17 Mei 2017 peristiiwa yang sama kembali terjadi, di mana tongkang bernomor ARK 04 menabrak jembatan ikon Sumsel ini.

“Kami menilai akar penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa ini lebih diakibatkan pada dilanggarnya Perda No 14/2011 oleh para pengusaha batubara dan oknum-oknum yang terlibat,” beber Koalisi Masyarakat sipil.

Berdasarkan pantauan lapangan dan data foto di media massa, dapat dilihat bahwa ketinggian batubara telah berbentuk kerucut dan menyentuh bagian jembatan. Kapal juga diduga telah melebihi kapasitas yang diatur sehingga membuat tali kapal pemandu terputus.
“Selain penabrakan tongkang batubara ke Jembatan Ampera, Kita juga tidak boleh lupa dengan truk angkutan batubara yang juga telah merugikan masyarakat dengan kemacetan parah Jalan lintas Palembang-Lahat setiap harinya serta rusaknya jalan lintas tersebut. Perda Provinsi Sumsel No 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, menegaskan bahwa pengangkutan mineral dan batubara harus menggunakan jalan khusus,” beber pernyataan itu.

Lebih jauh pasal 52 dari Perda ini hanya mengizinkan pemanfaatan jalan umum hanya dalam kurun waktu 2 tahun setelah Perda ini dikeluarkan (atau terakhir 2013). Ini karena jalan umum lintas Palembang-Lahat dibangun dan dipelihara dengan APBN dan APBD yang peruntukannya seharusnya untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk pengusaha batubara.

Atas dasar itulah, koalisi masyarakat sipil Sumatera Selatan dengan ini mengajak masyarakat Sumsel untuk mengajukan gugatan kelas atau class action lawsuit terhadap perusahaan angkutan batubara yang telah merusak Jembatan Ampera dan instansi terkait yang telah lalai melakukan tugasnya.

Koalisi Masyarakat Sipil juga juga menuntut pemerintah untuk melakukan penegakan hukum yang transparan dan tegas terhadap pelanggar Perda No. 14/ 2011 bagi perusahaan dan oknum yang telah lalai dalam penerapan aturan yang menyebabkan peristiwa penabrakan ini terjadi.

Menghentikan penggunaan fasilitas publik, baik jalan, jembatan maupun sungai untuk kepentingan angkutan batubara, dalam bentuk melarang tongkang batubara untuk melintasi jembatan ampera dan melarang truk batubara untuk melintasi jalan lintas Lahat-Palembang.

Dan semua pihak pengelola angkutan batubara harus bertanggung jawab atas kerusakan maupun kerugian yang telah ditimbulkan oleh angkutan batubara yang telah terjadi selama ini.

Berinovasi untuk menemukan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan untuk mencukupi kebutuhan energi dan menghentikan ekspor batubara dari Sumsel. Ari/ril)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here