Pungutan Tidak Boleh Ditetapkan Nominal

Kabid SMA Disdik Provinsi Sumsel Bonny Syafriyan

Palembang, SumselSatu.com

Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumsel membolehkan sekolah mengambil pungutan sumbangan dan iuran kepada siswa. Namun pungutan sumbangan dan iuran tersebut harus berdasarkan kesepakatan dengan orang tua siswa atau tidak dipaksakan serta tidak boleh ditetapkan nominalnya.

Kabid SMA Disdik Provinsi Sumsel Bonny Syafriyan mengatakan, sumbangan dan iuran itu dibolehkan jika sekolah memiliki program tapi sekolah tidak memiliki dana yang cukup. Sehingga sisa kekurangan dana bisa diminta dengan orang tua siswa.

“Walaupun dibolehkan, sumbangan atau iuran itu tidak boleh ditetapkan nominalnya. Tapi kalau seluruh orang tua siswa sepakat nominal sumbangan dan iurannya sama, ya itu sah-sah saja. Yang terpenting sumbangan dan iuran itu tidak bersifat memaksa,” ujarnya ketika diwawancarai di ruang kerjanya, Selasa (20/2/2018).

Menurut Bonny, idealnya sumbangan atau iuran itu nominalnya tidak sama. Pasalnya, kemampuan setiap orang tua siswa berbeda-beda.

“Yang harus diketahui oleh kepala sekolah adalah siswa penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau siswa miskin dilarang diminta sumbangan dan iuran dalam bentuk apapun,” tegasnya.

Bonny menjelaskan, sebelum orang tua diminta uang sumbangan dan iuran, pihak sekolah harus mengadakan rapat komite dengan mengundang seluruh orang tua siswa.

“Jadi sebelum sekolah meminta uang sumbangan dan iuran, harus dengan persetujuan orang tua siswa. Tidak boleh memaksa minta sumbangan tanpa persetujuan orang tua siswa,” ucap Bonny.

Dia menjelaskan, sumbangan dan iuran dibolehkan jika dana sekolah gratis kurang untuk membiayai program yang dimiliki sekolah.

“Misal sekolah jauh dari pusat kota, biasanya guru honornya banyak. Untuk menggaji guru honor tersebut boleh meminta iuran dari siswa, tapi sekali lagi saya tegaskan tidak boleh memaksakan nominalnya. Selain itu atas persetujuan orang tua siswa,” papar Bonny.

Jika mengambil uang sumbangan dan iuran tanpa persetujuan orang tua, sambung Bonny, itu jelas melanggar Permendikbud nomor 75 tahun 2015.

“Jadi saya minta kepala sekolah untuk meminta persetujuan orang tua sebelum meminta uang sumbangan dan iuran. Jadi orang tua membuat sendiri surat pernyataan bersedia memberikan sumbangan dan iuran tanpa paksaan dari sekolah. Sehingga itu bisa jadi alat bukti kalau pungutan itu tidak bersifat paksaan,” tandasnya. #nti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here