Saksi Ahli Nyatakan Pasal yang Diterapkan Bisa Kedaluwarsa

DIAMBIL SUMPAH---Saksi ahli pidana Derry saat diambil sumpah di persidangan praperadilan yang diajukan Darmanto Effendi, di ruang sidang di Museum Tekstil Sumsel, Palembang, Rabu (7/5/2025). (FOTO: SS1/ANTON R FADLI)

Palembang, SumselSatu.com

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang Romi Sinarta, SH, MH, kembali menggelar sidang praperadilan yang diajukan Darmanto Effendi (Pemohon), di ruang sidang di Museum Tekstil Sumsel, Palembang, Rabu (7/5/2025).

Dalam persidangan tersebut, Supendi, SH, MH selaku Kuasa Hukum Darmanto Effendi, menghadirkan saksi ahli pidana Assoc Prof Dr Derry, SH, MHum. Dari pihak Kepala Satuan Reserse Kiriminal (Kasatreskrim) Polrestabes Palembang selaku Termohon, hadir Heru Pujo Handoko, SH, dan Kompol Firnianto dari Bidkum Polda Sumsel.

Dalam persidangan, Supendi, SH, banyak menanyakan terkait apakah pasal yang disangkakan kepada kliennya kedaluwarsa atau tidak. Darmanto Effendi ditetapkan sebagai tersangka dan disangkakan melanggar Undang-undang (UU) No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Yakni Pasal 44 (4), Pasal 45 (2), dan Pasal 49.

Saksi ahli mengatakan, kedaluwarsa atau tidaknya, hal itu tergantung apakah pasal tersebut delik aduan atau delik biasa. Derry yang lulusan S2 dan S3 Unsri itu menyampaikan, Pasal 44 (4) dan Pasal 45 (2) merupakan delik aduan.

Dia menyampaikan, menurut Pasal 74 KUHAP kedaluwarsanya delik aduan enam bulan. Delik biasa menurut Pasal 78 tergantung sanksi pidana. Apabila sanksi tiga tahun maka kedaluwarsa enam tahun, diatas tiga tahun, kedaluwarsa 12 tahun.

“Delik aduan, lewat enam bulan, kedaluwarsa,” ujar Derry yang merupakan dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (Stihpada) Palembang tersebut.

Lulusan S1 Stihpada itu mencontohkan, apabila kejadian pada 2018 dan baru dilaporkan pada 2025, jika itu delik aduan, maka kedaluwarsa.

Terkait tersangka Darmanto yang menolak menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) sebagai tersangka, Derry mengatakan, hal itu adalah hak. Tetapi, BAP tanpa tandatangan tersangka adalah sah. Penyidik hanya menjalankan tugas.

Ditemui usai sidang, Supendi mengatakan, awalnya kliennya disangka melanggar Pasal 49. Namun, karena pihaknya memiliki bukti bahwa kliennya masih memberi nafkah kepada istrinya, lalu pasal yang disangkakan berubah. Yakni, Pasal 44 (4), Pasal 45 (2), dan Pasal 49.

Pengacara Supendi didampingi Saksi Ahli Pidana Derry saat diwawancara wartawan usai sidang.
(FOTO: SS1/ANTON R FADLI)

Supendi menyampaikan, setelah diperiksa sebagai saksi tambahan, kliennya ditetapkan tersangka. Tidak terima hal itu, pihaknya melaporkan penyidik PPA Polrestabes Palembang ke Propam Polda Sumsel pada Jumat (11/4/2025). Sebelumnya, Darmanto Effendi dilaporkan istrinya Er ke Polrestabes Palembang dengan tuduhan penelantaran anak dan tidak bertanggungjawab dalam rumah tangga.

Supendi mengatakan, laporannya ke Propam Polda belum ditindaklanjuti. “Sejauh ini belum ada tindaklanjut,” jawab Supendi kepada wartawan.

Dia menyampaikan, kliennya dilaporkan istrinya ke polisi karena hendak dicerai.

“Saat kami mengajukan gugatan cerai, baru dia (istri Darmanto-red) lapor,” ungkap Supendi.

Hal yang dilaporkan pada 2025, adalah kejadian pada 2012, 2018, dan 2022.

“2012, ditambah lagi 2018, ditambah lagi 2022. Pelapor melapor di tahun 2025. Kalau menurut ahli yang kami hadirkan, itu sudah kedaluwarsa,” kata Supendi.

Dalam praperadilan yang diajukan, pemohon meminta hakim menerima permohonan praperadilan untuk seluruhnya. Kemudian, menyatakan penetapan tersangka terhadap pemohon pada 11 April 2025 adalah tidak sah. Lalu, memerintahkan Termohon menghentikan penyidikan laporan tertanggal 21 Januari 2025, dan membebankan seluruh biaya yang timbul dalam perkara pada negara.

Dalam Pasal 44 (4) UU Penghapusan KDRT, kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp5 juta.

Sedangkan pelanggar Pasal 45 (2), dipidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp3 juta. Sedangkan pelanggar Pasal 49, dipidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp15 juta. #arf

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here