Palembang, SumselSatu.com
Adalah Mgs H Syaiful Padli, ST, MM. Pria yang dilahirkan di Palembang, 26 September 1980 ini adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Selatan (DPRD Sumsel) periode 2014-2019 dan 2019-2024 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Pada periode kedua, Syaiful menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) di Daerah Pemilihan (Dapil) Sumsel I. Dia memperoleh 14,738 suara dari Kecamatan Ilir Barat (IB) I, IB 2, Seberang Ulu (SU) I, SU II, Gandus, Kertapati, Plaju dan Bukit Kecil.
Dunia politik diakui Syaiful merupakan panggilan hati, karena sejak menempuh pendidikan di Fakultas Teknik Jurusan Pertambangan, Universitas Sriwijaya (Unsri), dia sudah aktif berorganisasi dan ikut kegiatan sosial.
“Pertama kali memilih masuk ke dunia politik karena ada panggilan dari hati, karena sejak zaman mahasiswa sudah aktif di kegiatan kemahasiswaan dan sering menyuarakan aspirasi masyarakat,” ujar Syaiful saat dibincangi belum lama ini.
Saat menjadi mahasiswa dia sempat menjadi Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Sumsel. Sebagai seorang aktivis mahasiswa, dia sering melakukan aksi demonstrasi hingga menggembok Gedung DPRD Sumsel.
“Tahun 2009 kami menggembok Gedung DPRD Sumsel, karena kami menolak dana operasional untuk anggota dewan. Dari situ saya melihat jika ingin menyuarakan aspirasi masyarakat yang lebih fokus lagi maka harus masuk ke dalam parlemen,” kata suami dari Desi Windayani Kahono itu.
Setelah tamat kuliah di tahun 2004, dia memutuskan bergabung dengan PKS karena satu visi dengan garis perjuangan dari zaman mahasiswa. Pada tahun 2004 dia pertama kali dicalonkan oleh PKS dari Dapil Lahat, Pagaralam dan Empatlawang.
“Tahun 2004 saya nomor urut 2, namun gagal lolos ke parlemen,” katanya.
Lima tahun kemudian, Syaiful kembali maju ke Pemilihan Legislatif (Pileg) 2009 di Dapil Lahat, Pagaralam dan Empatlawang dengan nomor urut 1. Namun dia kembali gagal duduk di kursi DPRD Sumsel.
“Tahun 2009 nyaris masuk. Ada enam kursi dari Dapil Lahat, Pagaralam dan Empatlawang, dan saya nomor ketujuh. Saya sudah berjuang namun belum ada bagian. Baru pada tahun 2014 saya lolos ke DPRD Sumsel dari Dapil Sumsel 1. Saat itu, PKS nomor urut 3, saya juga nomor urut 3, dan umur 33 tahun. Jadi kampanye nya enak. Pilih nomor 33,” kenang Syaiful.
Ambulans Gratis
Pertama kali duduk di DPRD Sumsel, Syaiful langsung menyediakan ambulans gratis bagi masyarakat sekaligus menepati janji ketika terpilih akan mengayomi masyarakat.
“Kito idak kacang lupo kulitnyo (lupa janji-red). Salah satu bentuk janji kita adalah mobil ambulans. Ambulans itu tidak hanya untuk orang meninggal, tapi juga orang sakit,” kata suami dari Desi Windayani Kahono itu.
Mobil ambulans tersebut, kata Syaiful, dipergunakan secara gratis bagi masyarakat yang membutuhkan. Masyarakat dapat menghubungi langsung sopir atau driver tanpa dikenakan pungutan.
“Mobil ini dibeli secara pribadi dengan cara kredit setiap bulannya. Karena masyarakat terbantu, ke depan akan kita tambah lagi jumlah mobil ambulansnya,” kata Syaiful.
Duduk di Komisi V DPRD Sumsel yang membidangi kesejahteraan masyarakat, dia juga fokus pada bidang kesehatan dan pendidikan. Di bidang kesehatan dia memfasilitasi masyarakat yang tidak punya kartu berobat gratis. Kata dia, fungsi DPRD bukan hanya legislasi, pengawasan dan penganggaran, tapi juga fasilitasi dan advokasi.
“Kami fasilitasi yang tidak punya kartu berobat gratis karena itu merupakan program Pemerintah Pusat. Kita juga bantu advokasi. Dulu ada masyarakat yang menangis karena kena biaya Rp24 juta di rumah sakit. Alhamdulillah setelah kita bantu bisa ke jalur BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dan tidak bayar. Itu bentuk yang kita lakukan di bidang kesehatan,” kata Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel itu.
Di bidang pendidikan, sebagai anak seorang guru, dia fokus memperjuangkan nasib guru honorer. Tahun 2020, pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumsel berhasil diperjuangkan anggaran Rp21 miliar untuk insentif guru honorer. Tahun 2022, anggaran insentif untuk 9,500 guru honorer di Sumsel bertambah menjadi Rp25 miliar.
“Setiap kami ke daerah yang selalu disampaikan adalah gaji guru honorer yang hanya Rp300 ribu, dan diterima per tiga atau enam bulan. Kini, ada sedikit tambahan insentif guru honorer kisaran Rp300-Rp500 ribu per bulan,” tegas dia.
Syaiful mengatakan, ‘kenikmatan’ menjadi anggota dewan adalah kepuasan batin saat bisa membuat masyarakat tersenyum. Seperti saat dia memperjuangkan masyarakat yang harus membayar biaya rumah sakit sebesar Rp24 juta.
“Ada masyarakat tidak mampu diminta membayar Rp24 juta, namun kita perjuangkan sehingga tidak bayar dan mereka menangis terharu. Itu artinya kita hadir untuk masyarakat. Ada advokasi dari wakil rakyatnya. Ada kepuasan batin jika bisa membantu orang lain karena tidak selamanya diukur dengan materi. Bisa saja kita kasih uang, tapi habis begitu saja, kenangannya tidak manis. Tapi ketika masyarakat melihat kita memfasilitasi dan advokasi mereka, maka itu menjadi kenangan bagi masyarakat,” ujar ayah dari Mgs Dzakwan Al Fayyadh dan Mgs Dzaidan Al Aziz itu. #fly