
Palembang, SumselSatu.com
Terdakwa Wahyu Saputra bin Hermanto dijatuhi hukuman pidana selama tiga tahun penjara. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang memvonis Wahyu terbukti bersalah melakukan tindak pidana menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga (dakwaan ketiga).
Putusan majelis hakim itu lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang Muhammad Jauhari, SH. Sebelumnya JPU menuntut Majelis Hakim PN agar menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Wahyu Saputra.
JPU menuntut hakim memvonis terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, dan melanggar Pasal 340 KUHPidana. JPU menilai terdakwa telah menelantarkan istrinya, Sindi Purnama Sari binti Sutrasno hingga meninggal dunia.
Putusan majelis hakim dibacakan dalam persidangan di ruang sidang PN Palembang di gedung Museum Tekstil Sumsel, Kamis (20/11/2025). Sidang dipimpin Hakim Chandra Gautama, SH, MH.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan,” ujar hakim.
Terdakwa Wahyu tidak hadir langsung ke ruang sidang. Ia hadir dalam video dengan jaringan internet. Kuasa Hukum Wahyu, Eka Sulastri, SH, dan Azri Yanti, SH, dari Posbakum PN Palembang, hadir di persidangan.
Atas putusan majelis hakim itu, terdakwa dan kuasa hukumnya menyatakan menerima. Sedangkan JPU menyatakan banding.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan tidak sependapat dengan dakwaan dan tuntutan JPU. Menurut hakim, unsur-unsur dalam Pasal 340 KUHP tidak terpenuhi, sehingga tuduhan pembunuhan berencana tidak dapat dibuktikan.
Majelis hakim menilai perbuatan Wahyu lebih tepat dijerat dengan dakwaan alternatif ketiga. Yakni, Pasal 49 (a) Undang-Undang (UU) Nomor 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Majelis hakim menyebut kesalahan dalam perkara tersebut tidak sepenuhnya berada pada terdakwa, melainkan juga karena ketidakpedulian di lingkungan sekitar, termasuk pemerintah setempat, terhadap kondisi korban dan keluarganya.
Hakim menyampaikan kasus penelantaran semestinya bisa dicegah apabila pemerintah dan aparat wilayah lebih aktif melakukan pemantauan sosial terhadap warganya.
Kondisi ekonomi keluarga terdakwa yang serba kekurangan, minimnya akses layanan kesehatan, serta lemahnya pengawasan sosial dianggap menjadi faktor yang turut memperburuk situasi hingga akhirnya merenggut nyawa Sindi.
“Seharusnya pemerintah tidak abai terhadap kesejahteraan masyarakat. Ketika ada warga yang hidup dalam kondisi tidak layak dan membutuhkan pertolongan, negara hadir. Namun dalam kasus ini, lingkungan dan pemerintah pun tampak tidak berperan,” kata hakim.
Hakim juga mempertimbangkan hal yang meringankan, yakni terdakwa masih muda dan memiliki seorang anak yang masih membutuhkan pengasuhan.
Tak Puas Atas Putusan Hakim
Orangtua Sindi Purnama Sari, Rahayu merasa tidak puas atas putuan majelis hakim.
“Tidak terima, mintak tolong adil. Seumur hidup jugo, anak aku mati, dio (terdakwa-red) jugo harus mati jugo,” ujar Rahayu sambil menanggis di PN Palembang usai sidang.
“Pak Presiden, mintak tolong kami Pak Presiden,” kata Rahayu lagi.

(FOTO: SS1/ANTON R FADLI)
Sebelumnya ia menyampaikan, dia yang mengurus anak Wahyu dengan Sindi. Rahayu mengungkapkan tidak ada keluarganya yang peduli dengan kondisinya.
Dr Connie Pania Putri, SH, MH, dan Novel Sua, SH yang mendampingidampingjuga tidak terima atas putusan majelis hakim.
“Kami syok dari hukuman mati menjadi tiga tahun. Kami dari awal mendampingi. Seperti hukum kita ini?,” kata Connie.
Connie menjelaskan bahwa anak Wahyu dengan Sindi ikut dengan neneknya, Rahayu.
“Anak itu sempat disekap juga, Alhamdulillah masih sehat,” katanya.
Dari dakwaan JPU diketahui, Wahyu dan Sindi merupakan pasangan suami istri. Mereka telah menikah selama lima tahun lebih. Mereka tercatat tinggal di Jalan Abikusno Cokro Suyoso RT 003/RW 001, Kelurahan, Kemang Agung, Kecamatan Kertapati, Kota Palembang. Keduanya telah memiliki anak laki-laki yang berusia tiga tahun.
Pada awal November 2024 lalu, Sindi mengeluhkan sakit batuk berdahak. Namun, terdakwa tidak membawanya ke rumah sakit untuk berobat. Lalu, pada 8 Januari 2025, kondisi Sindi semakin memburuk. Ia terbaring di atas tempat tidur dan rambut dipenuhi dengan kutu akibat tidak pernah dimandikan. Sindi hanya diam dan Wahyu pergi meninggalkan Sindi untuk bekerja sebagai terapis bekam.
Sehari kemudian, 9 Januari 2025 sekitar Pukul 00:30, Wahyu mengajak Sindi melakukan hubungan badan, namun ditolak karena kondisi Sindi makin memburuk.
Meski Sindi telah muntah-muntah tetap tidak dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan perawatan medis. Lalu, pada 21 Januari 2025 sekitar Pukul 11:00, Sindi susah bernafas. Berat badan turun drastis. Sekitar Pukul 17:00, Wahyu menemui saksi Dhea Defina untuk meminta bantuan dilakukan infus. Dhea datang ke rumah terdakwa dan melihat kondisi Sindi yang sangat memprihatikan. Badannya sangat kurus, rambut dipenuhi kutu, kondisi muka seperti pucat kekuningan dan susah bernafas serta bau badan yang tidak enak dicium. Dhea melakukan tensi darah Sindi dengan hasil tekanan darah 60/40. Dhea menyatakan, Sindi harus dibawa Ke rumah sakit dan dilakukan perawatan medis secepatnya.
Dhea memberitahu Sumardi, tetangga terdakwa, bahwa Sindi sakit parah. Lalu, datang saudara Sindi, Purwanto bin Sutrasno beserta keluarga. Sindi kemudian dibawa ke Rumah Sakit Hermina Jakabaring Palembang.
Pada Rabu (22/1/2025) sekitar Pukul 10:55 Purwanto masuk ke ruangan ICU untuk melihat Sindi. Saudara perempuannya itu sempat bercerita selama sakit tidak dikasih makan dan tidak diberikan obat oleh Wahyu. Kepada Purwanto, Sindi mengatakan bahwa Wahyu jahat. Bahkan, Sindi diminta agar menuruti perkataannya untuk melakukan hubungan badan. Keesokan harinya, Kamis (23/1/2025), Sindi yang juga tengah hamil tiga bukan meninggal dunia di Rumah Sakit Hermina Jakabaring.
Atas perbuatannya Wahyu didakwa Pasal berlapis. Yakni, Pasal 340, Pasal 338, dan Pasal 359 KUHPidana, serta Pasal 49 (a) Undang-Undang (UU) Nomor 23/2004 tentang Penghapusan KDRT, dan Pasal 304 KUHPidana. #arf









