
Palembang, SumselSatu.com
Terdakwa perkara korupsi dalam penerbitan Surat Penguasaan Hak (SPH) Izin Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Musi Rawas (Mura) Effendy Suryono alias Afen mengungkapkan, bahwa ia telah menitipkan uang Rp27 miliar lebih karena ada janji penyidikan perkaranya akan dihentikan.
Selain uang pribadi miliknya, ada pula tiga unit ruko di Lubukllinggau dan tanah di Bangka yang juga telah dititipkan.
“Uang Rp27 miliar dari saya, dan dari perusahaan Rp34 miliar, total semuanya Rp61 miliar lebih,” ungkap Afen kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang yang dipimpin Hakim Pitriadi, SH, MH.
Afen mengemukakan, selain mengemukan hal itu ketika persidangan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Palembang di Gedung Museum Tekstil Sumsel, Palembang, Kamis (25/9/2025).
“Bapak kenapa mau membayar atau menitipkan uang Rp27 miliar, janji apa ya?,” tanya Hakim Pitriadi kepada terdakwa.
“Janjinya begini, kalau semua selesai dibayarkan, selesai semua urusan, SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan-red),” jawab Afen.
Lalu hakim menanyakan siapa yang menjanjikan. “Yang ngomong siapa?. Bukan dari kejaksaan?,” kata Pitriadi.
“Yang ngomong pengacara kita, pengacara perusahaan,” jawab Afen.
Lalu Pitriadi kembali memperdalam apa yang disampaikan Afen. “Sabar dulu, berarti bukan dari penyidik atau kejaksaan?,” tambahnya.
“Dari penyidik ke pengacara kita,” jawab Afen.
“Ngomong kepada saudara langsung?. Kalau saudara bayar Rp27 miliar ini, selesai SP3,” kata hakim lagi.
“Ya dari pihak perusahaan, bayar dulu uang ini, nanti kita ganti uang itu, kan begitu kira-kira. Saya urus semua biar tidak masalah. Tahu-taha setelah satu, dua bulan bulan saya dipanggil lagi (oleh penyidik-red),” kata Afen.
Sebelumnya, Afen mengatakan ia menjabat sebagai Direktur PT Dapo Agro Makmur (DAM) sejak 10 Desember 2010-2011. PT Dapo berdiri sekitar 2008.
“Ini perusahaan PMA, semula lokal, berubah. Setelah itu saya hanya enam bulan saja, jabatan saya dipidindah sebagai komisaris dan kuasa direktur di sana,” katanya.
Afen mengatakan, yang menjadi dasar PT Dapo membuka lahan, karena telah mwngantongi izin dari warga dan Bupati Mura. Luas lahan 10,1 ribu hektar.
“Kemudian lahan yang diperoleh PT Dapo dari masyarakat itu apa alas haknya?” tanya jaksa penuntut umum (JPU).
“Saya tanya sama bawahan saya, pokoknya kalau sudah aman, langsung tandatangan. Wah, soal SPH saya tidak melihat sampai sejauh itu. Termasuk semua nama desa saya tidak ingat, Desa Mulyo Harjo, Desa Pelawe ya pernah dengar. Kalau nama Kecamatan BTS Ulu tidak hapal, tapi Kabupaten Musi Rawas,” kata Afen.
“Menyangkut syarat izin perusahaan perkebunan sawit sampai Amdal, bahkan tidak pernah membaca soal HGU, tidak tahu saya. Namun ada mpat kali saya ke lokasi perkebunan PT Dapo, itu sekitar tahun 2013,” katanya menjawab pertanyaan JPU.
Afen mengaku selama ini ia tidak mengenal datu bertemu dengan empat terdakwa lainnya. Yakni, Ridwan Mukti bin Mukti Tarsusi, mantan Bupati Mura, Syaiful Anwar (mantan Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Perizinan/BPM-PTP Mura), Amrullah selaku Sekretaris BPM-PTP Mura, dan Bahtiyar selaku Kepala Desa Mulyoharjo Kecamatan BTS Ulu, Mura.
“Selama ini tidak pernah bertemu, saya ketemunya baru di sini (pengadilan), saya pernah dengar terdakwa Kades Bachtiar itu juga dari Puspito dan Suroso bawahan saya. Tidak pernah bertemu dengan Kades Bachtiar dan terdakwa lain selama proses pembebasan lahan sawit yang mulia,” kata Afen kepada majelis hakim.
Ia meminta agar Puspito dihadirkan di dalam persidangan.
“PT Dapo memang memberikan gaji kepada Puspito sebagai maneger administrasi, tapi tidak pernah cerita soal penandatanganan izin permohonan lokasi, tidak pernah minta izin, dan tidak pernah cerita ke saya,” kata terdakwa.
Dalam persidangan, Tim JPU mendalami keterangan lima orang terdakwa.
Dari dakwaan JPU Nuruzzaman Al Hakimi, SH, MH, diketahui, Ridwan Mukti selaku Bupati Mura bersama-sama Syaiful Anwar, Amrullah, Effendy Suryono alias Afen, dan Bahtiyar melakukan Tipikor pada kurun waktu 2010-2023. Para terdakwa secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp182,071 miliar lebih.
Kelima terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 (1) KUHP. Terdakwa Bahtiyar ditambahkan Pasal 11.
Umaryadi, SH, MH selaku Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel pernah menyampaikan modus operandi dalam kasus tersebut adalah penerbitan izin perkebunan sawit ilegal di atas lahan negara.
Para terdakwa diduga terlibat dalam penerbitan izin fiktif serta manipulasi dokumen SPH untuk penguasaan sekitar 5974,9 hektar lahan. Sebagian besar lahan merupakan kawasan hutan produksi dan transmigrasi.
Dari total luas 10,2 ribu hektar lahan, sekitar 5974,9 hektar merupakan kawasan yang tidak boleh dialihfungsikan. Diduga proses penerbitan izin dilakukan dengan cara-cara melawan hukum, pemalsuan dokumen, dan penggelapan administrasi. #arf