19 Tahun Sudah, Apa Kabar Reformasi?

Aktivis HAM saat memperingati reformasi

Jakarta, Sumselsatu.com – Tepat tanggal 21, 19 tahun silam, bendera reformasi berkibar di Indonesia. Apa kabarnya sekarang? Sayangnya, menurut para aktivis hak asasi manusia (HAM), saat ini banyak aktivis reformasi yang berubah setelah mendapat kue kekuasaan.

“Pihak-pihak yang sejak awal anti-reformasi atau yang semula reformis, lalu menjadi oportunis karena ingin berkuasa, atau yang takut akan kepentingannya terancam, terus menghambat jalannya perubahan,” ujar Direktur Amnesty International cabang Indonesia Usman Hamid di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (21/5/2017).

Padahal sudah ada sederet perubahan pasca-reformasi yang di antaranya adalah kebebasan pers. Usman menyebut ada pula reformasi bidang keamanan, militer, polisi, dan intelijen.

“Maka reformasi telah membuat masyarakat bisa lebih jelas melihat masalah-masalah negara seperti korupsi-korupsi dan nepotisme juga pelanggaran hak asasi manusia,” imbuh Usman.

Menurut Usman, saat ini cara-cara lama masih digunakan dalam menciptakan kecemasan politik. Praktik penyalahgunaan wewenang juga masih muncul.

“Bukan hanya lewat jalan elektoral, lewat pendirian partai-partai dan penyalahgunaan aturan hukum berbentuk kriminalisasi, tapi juga cara-cara lama yang berbahaya lagi dikemas dalam politik kecemasan, politik ketakutan yang menggunakan sentimen kebencian, sentimen pemecah belah, maupun pengkambinghitaman,” tutur Usman.

Tak jarang lembaga yang menjadi ‘korban’ dari kewenangan itu adalah lembaga yang lahir dari reformasi sendiri. Usman menyebut lembaga pemberantasan korupsi dan Komnas HAM sering mendapat tekanan.

Sementara itu Sekjen Transparency International Dadang Trisasongko menambahkan, KPK dibentuk karena bobroknya lembaga penegak hukum. Namun ternyata hingga kini parlemen sulit untuk diawasi.

“Sebetulnya itu menjadi dasar di hari ini untuk kembali fokus pada dua hal itu. Pembenahan di sistem politik dan penegakan hukum,” ujar Dadang.

Direktur Imparsial Al Araf kemudian mengangkat soal reformasi yang masih berjalan setengah hati. Menurut dia, politik saat ini masih belum bisa membahagiakan masyarakat.

“19 tahun reformasi mungkin bisa dikatakan bahwa proses reformasi yang berjalan ini setengah hati. Artinya proses reformasi yang sebenarnya jadi momentum untuk melakukan perubahan yang riil belum secara penuh dapat membangun politik yang otentik, yang secara penuh membahagiakan masyarakat. Hal yang paling penting dalam refleksi reformasi ini adalah adanya utang sejarah dari reformasi yang belum dibayar. Utang itu adalah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM khususnya, menemukan mereka yang melakukan penculikan yang hilang di kasus 97-98,” ungkap Araf. (min/dtn)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here