Alih Fungsi Lahan Penyebab Kerusakan Ekosistem Mangrove di Sumsel

MANGROVE---Konsultasi publik rencana aksi kelompok kerja Mangrove di Ballroom Aston Hotel Palembang, Rabu (29/11/2023). (FOTO: SS 1/YANTI).

Palembang, SumselSatu.com

Kerusakan hutan Mangrove secara global salah satunya dirasakan di daerah pesisir Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Luas Mangrove di Sumsel171.629 hektar (KLHK tahun 2022) yang tersebar di Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Musi Banyuasin (Muba).

“Luasan Mangrove di Provinsi Sumsel 27,98 persen dari total luas Mangrove di Sumatera (567,900 ha) atau 4,72 persen dari total luas Mangrove di Indonesia (3,364 juta ha),” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel Ir Suman Asra Supriono, MM.

Supriono menyampaikan hal itu saat membuka secara resmi kegiatan konsultasi publik rencana aksi kelompok kerja Mangrove daerah Provinsi Sumsel dan rencana desain restorasi ekosistem Mangrove di pesisir Sumsel di Ballroom Aston Hotel Palembang, Rabu (29/11/2023).

Supriono mengatakan, berdasarkan hasil analisis Yayasan Konservasi Alam Nusantara tahun 2022, sekitar 1,123,80 hektar hutan Mangrove di pesisir Sumsel memiliki tutupan tajuk jarang dan sekitar 26,720,49 hektar kawasan Mangrove berpotensi untuk direstorasi.

“Kerusakan ekosistem Mangrove di Sumsel terutama disebabkan oleh alih fungsi lahan (untuk tambak, perkebunan kelapa sawit, dan lain-lain), limbah tambak dan perkebunan, pembuangan limbah rumah tangga, dan penebangan ilegal untuk bahan bangunan,” kata Supriono.

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), bekerja sama dengan para pemangku kepentingan terkait, menginisiasi sebuah aliansi dengan nama Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA), sebuah platform nasional yang melibatkan multi-pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan bersama.

“Di mana dengan membangun sebuah perencanaan terpadu dari semua pihak berdasarkan kepastian keilmuan untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir, sumber daya alam dan aset vital negara, serta pengembangan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir,” katanya.

Dia menerangkan, dalam konteks mewujudkan implementasi rencana aksi Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) dan upaya pemulihan ekosistem Mangrove, diperlukan dialog multi pihak dengan pihak pengelola kawasan. Rencana Aksi Kelompok Kerja Mangrove Daerah (RA-KKMD) merupakan agenda bersama pemerintah, pemerintah daerah serta pemangku kepentingan terkait sebagai pelaksana pengelolaan tata kelola Mangrove daerah.

Sedangkan desain restorasi perlu didasari oleh data, informasi, dan pertimbangan keilmuan yang kuat. Oleh karena itu, beberapa studi dan kajian sebagai dasar dalam menentukan strategi dan metode restorasi telah dilakukan, seperti lokakarya perencanaan aksi konservasi, pemetaan partisipatif, pemetaan stake holder, pemantauan ekosistem mangrove (flora, ikan, burung, mamalia, dan herpetofauna), dan studi hidrooseanografi).

“Oleh karena itu, perlu dilakukan konsultasi publik yang melibatkan berbagai pihak terkait dalam merumuskan RA-KKMD dan Desain Restorasi Ekosistem Mangrove Provinsi Sumsel serta mengajak para mitra lainnya untuk dapat bergabung dalam aliansi MERA dalam rangka restorasi dan konservasi ekosistem Mangrove di Provinsi Sumsel,” katanya.

Oleh sebab itu, KKMD Provinsi Sumsel mulai kembali diaktifkan, melalui Surat Keputusan Gubernur Sumsel Nomor SK. 588/KPTS/DISHUT/2022 tanggal 11 Agustus 2022. KKMD Provinsi Sumsel merupakan wadah bagi para pemerhati Mangrove yang berasal dari berbagai pihak, baik birokrat, akademisi, Lembaga Swadaya Rakyat (LSM), swasta maupun masyarakat untuk bergerak secara bersama-sama dalam menjaga kelestarian ekosistem Mangrove Provinsi Sumsel.

Hadirnya KKMD di Provinsi Sumsel yang terdiri dari multi pihak diharapkan dapat memainkan peranan untuk fungsi operasional restorasi Mangrove dan tata kelola pengelolaan ekosistem Mangrove di Provinsi Sumsel.

“Kami berterima kasih kepada Yayasan Konservasi Alam Nusantara yang telah mendukung dan memfasilitasi terbentuknya RA-KKMD dan data serta konsep desain restorasi di wilayah Sumsel, khususnya Kabupaten OKI. Ini merupakan capaian dan pemajuan yang luar biasa untuk Sumatera Selatan terkait dengan perlindungan Mangrove,” tandasnya.

Sementara itu, Pandji Tjahjanto, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan mengatakan, tujuan dari kegiatan konsultasi publik, adalah untuk mensosialisasikan ataupun mendengar ide atau masukan dari pihak terkait tentang program kelompok kerja Mangrove yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) melalui Dinas Kehutanan.

Sumatera selatan saat ini memiliki 345,990 hektar, dan 171,000 hektar diantaranya mengalami penurunan yang disebabkan oleh perambahan liar. Jika tidak segera ditanggulangi, situasi ini dikhawatirkan akan berdampak pada kerusakan ekosistem pesisir, termasuk risiko bencana alam.

Pandji menegaskan bahwa keberadaan hutan Mangrove sangat penting sebagai penunjang keberadaan ekosistem esensial yang memiliki fungsi penyedia sumber nutrisi dan penjaga bentang daerah pesisir.

“Ekosistem Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan menjadi salah satu produsen perikanan laut di suatu daerah,” kata dia. #nti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here