Kejagung Minta BSB Selesaikan Kasus Kredit Macet PT Coffindo

RESES---Dirut Bank Sumsel Babel Achmad Syamsudin menghadiri Reses Tahap II/2025, Kamis (13/2/2025). (FOTO: SS 1/IST).

Palembang, SumselSatu.com

Kejaksaan Agung (Kejagung) pernah meminta Bank Sumsel Babel (BSB) menyelesaikan kasus kredit macet PT Coffindo senilai Rp50 miliar.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Utama (Dirut) Bank Sumsel Babel (BSB) Achmad Syamsudin saat menjawab pertanyaan Anggota DPRD Sumsel dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumsel 1 yang melaksanakan Reses Tahap II/2025 di Kantor Pusat Bank Sumsel Babel (BSB), Jakabaring, Kamis (13/2/2025).

“Pertama kali dipanggil Kejagung saat baru masuk sebagai Dirut BSB, dan diminta diselesaikan. Jadi Kejagung sudah menyerahkan ke kami (BSB) dan sekarang sudah masuk tahap lelang,” ujar Syamsudin.

Sayangnya, Syamsudin tidak menjawab rinci pertanyaan anggota dewan terkait kredit macet PT Coffindo. Apakah sudah sesuai prosedur atau tidak, agunan yang tidak sebanding dengan kredit Rp50 miliar, status pailit PT Coffindo yang tidak membayar angsuran dan pengangkatan direksi yang diduga terlibat kredit macet itu.

Saat didesak kapan Kejagung melakukan pemeriksaan kredit macet PT Coffindo, Syamsudin tak menjawab. Syamsudin kemudian izin meninggalkan ruangan karena akan melakukan rapat dengan Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel Elen Setiadi.

“Izin meninggalkan ruangan karena saya dipanggil Pj Gubernur untuk rapat,” ujar Syamsudin sambil berlalu meninggalkan Lantai 16 Kantor Pusat BSB.

Di awal reses, Syamsudin juga tidak hadir karena alasan dipanggil rapat oleh Pj Gubernur Sumsel. Kondisi ini membuat anggota dewan kecewa.

“Dirut harusnya hadir karena sudah dikontak. Banyak yang ingin ditanyakan karena yang hadir di sini saya yakin tidak bisa menjawabnya, tapi karena Dirut tidak hadir akan kami tanyakan, bisa jawab atau tidak,” ujar Koordinator Reses DPRD Sumsel Tahap II/2025 Dapil Sumsel 1 H Chairul S Matdiah, SH, MHKes.

“Kalau tahu Dirut tidak hadir, kami tidak akan datang. Tadi saya sudah kontak melalui short messages service (SMS) dan WhatsApp. Nanti akan saya telepon, benar tidak Dirut dipanggil Pj Gubernur Sumsel,” tegas Chairul.

Setelah reses dimulai, Dirut BSB Achmad Syamsudin akhirnya tiba dan mengikuti reses meski tidak lama. Dia sempat menjawab pertanyaan terkait BSB yang tidak mampu memenuhi target laba di tahun 2024. Dari target Rp800 miliar, yang tercapai hanya Rp600 miliar.

Menurut Syamsudin, tahun 2024 adalah masa transisi Pemilukada, ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, suku bunga tinggi, dan dampak El Nino (perubahan cuaca).

“Mayoritas nasabah BSB dari sektor pertanian sehingga terdampak dari El Nino, faktor yang disebutkan tadi adalah faktor eksternal. Kalau faktor internal, kami hanya 5 pengurus, pada Maret jadi 3 orang, April-Mei 2 orang, baru di Desember 3 orang. Belum diganggu pemeriksaan oleh Bareskrim. Perusahaan besar harus memutuskan kredit, harapan tidak terjadi lagi. Itu yang menyebabkan laba hanya Rp600 miliar, namun kami optimis mampu memenuhi target,” katanya.

Syamsudin menjawab pertanyaan dana Corporate Social Responbility (CSR) yang hanya diberikan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel.

“CSR sifatnya tidak tertutup, bisa diberikan ke anggota dewan asal tidak ada bendera (partai). CSR fokus pada kebutuhan masyarakat, stunting, kemiskinan ekstrem dan inflasi, tahun ini tetap fokus ke sana. Kami memang tidak mengarah ke infrastruktur, karena tidak berdampak ke masyarakat, dan setelah dibangun tidak ada pemeliharaan, tidak dijaga,” katanya.

Koordinator Reses Chairul S Matdiah mengaku cukup kecewa karena pertanyaan terkait PT Coffindo tidak dijawab. Pernyataan Dirut BSB juga bersikap normatif.

“Kapan diperiksa Kejagung dan siapa yang memeriksa tidak dijawab. Dirut malah izin pergi dengan alasan dipanggil rapat oleh Pj Gubernur Sumsel,” katanya.

Selain itu, Achmad Syamsudin tidak menjawab pertanyaan direksi yang terlibat kredit macet PT Coffindo, namun diangkat menjadi Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko.

“Harusnya pertanyaan itu dijawab, tapi tidak dijawab, sangat disayangkan karena ini terkait etika dan kepatutan. Bagaimana mungkin orang yang terlibat kredit macet diangkat menjadi direksi,” katanya.

Dalam reses itu, direksi yang diduga bermasalah ikut hadir. Namun, dia tidak menjawab saat Chairul bertanya terkait kredit macet PT Coffindo dan pengangkatan dirinya sebagai Direksi BSB.

“Mohon maaf, mungkin ibu bisa memberikan tanggapan terkait PT Coffindo dan pengangkatan ibu sebagai Direksi BSB yang diduga ikut memproses kredit macet PT Coffindo,” ujar Chairul.

Pertanyaan itu tak dijawab hingga agenda reses selesai. Terlebih setelah Dirut BSB Achmad Syamsudin meninggalkan ruangan.

DPRD Cek Tanah di Medan & Rumah di Tangerang

Di awal reses, Chairul mengajukan sejumlah pertanyaan dalam sesi diskusi. Di antaranya, target laba BSB yang menurun di tahun 2024.

“Mengapa laba BSB menurun, tidak sesuai target, dari Rp800 miliar hanya tercapai Rp600 miliar. Apa permasalahannya sehingga tidak mencapai target. Kalau nilai aset BSB mengalami kenaikan, dari Rp37 triliun menjadi Rp38 triliun,” katanya.

Chairul juga menyinggung pernyataan Divisi Manajemen Aset Khusus (MAK) BSB Ahmad Azhari, yang menyatakan kredit macet adalah hal yang biasa di Bank Sumsel Babel.

“Saya baca komentar pak Azhari di media online dan koran. Kenapa disebut sudah biasa kredit macet, kalau sudah biasa kenapa tidak ditindaklanjuti proses hukumnya. Tahun 1989 orangtua saya pernah ambil kredit, agunan dibesarkan bank supaya mencapai target. Tanah senilai Rp3 juta dinaikkan Rp20 juta, sehingga mendapat kredit Rp100 juta,” katanya.

DPRD, kata Chairul, memiliki tiga fungsi utama. Yakni, legislasi, anggaran dan pengawasan. Di bidang legislasi, DPRD pernah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel dan Bangka Belitung (Perseroda).

Bidang anggaran, mengesahkan anggaran Rp11,4 triliun. Bidang pengawasan, BSB harus diawasi karena saham berasal dari Pemprov Sumsel.

“Kalau saham anjlok DPRD wajib mempertanyakan,” katanya.

Chairul mempertanyakan data catatan Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) terkait kredit macet PT Coffindo senilai Rp50 miliar. Apalagi, kasus ini marak diberitakan media lokal, nasional dan internasional.

“Tata caranya kurang pas. Tanah yang di Medan dan rumah yang di Tangerang kecil, tidak sesuai dengan kredit Rp50 miliar yang diberikan,” katanya.

“DPRD bertugas mengawasi benar tidak penyaluran kredit yang dilakukan BSB, karena agunannya tidak sesuai. Berdasarkan data dari K-MAKI, PT Coffindo tidak pernah bayar agunan, sudah pailit dari bank, pengadilan dan Mahkamah Agung. PT Coffindo juga memiliki utang di BNI dan Maybank, serta bank lain,” tambahnya.

Chairul mempertanyakan apakah aset PT Coffindo sudah dilelang oleh Kurator (Pengurus atau pengawas harta benda orang yang pailit). Kalau sudah dilelang, apakah nominalnya mencukupi Rp50 miliar, karena kabarnya rumah di Tangerang kecil dan sempit.

“Prosedur benar, tapi tata caranya benar tidak, harus dijawab oleh Achmad Syamsudin, meski kasus ini terjadi bukan di zamannya. Kalau sudah dilelang berapa jumlahnya, jangan ada kalimat biasa kredit macet di BSB,” katanya.

“Saya juga mempertanyakan kenapa orang yang terlibat kredit macet diangkat menjadi Direksi BSB. Informasinya, Achmad Syamsudin tidak menyampaikan biodata direksi itu ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saya minta Kejati dan Kejagung untuk turun tangan memeriksa, benar tidak prosedur pencairan kredit ke PT Coffindo, apakah sesuai dengan yang diagunkan,” tambah politisi Partai Demokrat itu.

Chairul menyayangkan sikap Dirut Bank Sumsel Babel Achmad Syamsudin yang tidak mengklarifikasi kasus kredit macet PT Coffindo.

“Harusnya Achmad Syamsuin jumpa pers, sampaikan kepada wartawan terkait kredit macet PT Coffindo. Harusnya dicounter, ini tidak ada, makanya kami berkewajiban menyampaikan pandangan kami terkait kasus ini,” tegasnya.

Komisi I dan Komisi III DPRD Sumsel, kata Chairul, akan mengecek langsung agunan PT Coffindo di Medan dan Tangerang. Pengecekan dilakukan untuk melihat langsung kondisi agunan itu.

“Komisi I akan mengecek kondisi tanah dan rumah, sementara Komisi III dari sisi keuangan, kami minta datanya agar bisa dicek langsung. BSB harus ikut, harus ada perwakilan. Dari informasi yang didapat, PT Coffindo usahanya adalah kopi, dan dana kredit Rp50 miliar tidak digunakan dengan baik,” katanya.

Chairul juga menyinggung dana CSR BSB yang hanya diberikan kepada Pemprov Sumsel.

“Berdasarkan informasi, masyarakat sekeliling tidak mendapatkan CSR. Kemarin kami ke Puskesmas, mereka mempertanyakan mengapa BSB tidak memberikan CSR,” cetusnya.

Data Kredit Macet PT Coffindo Belum Diberikan

Anggota DPRD Sumsel Abdullah Taufik, SE, MM, mengatakan, DPRD sudah membuat jadwal untuk melihat agunan PT Coffindo apakah angkanya sesuai dengan kredit yang diberikan.

“Akan kami cek ke Medan dan Tangerang, kami lagi cari jadwal, agenda lagi padat. Kami akan lihat apakah aset itu sesuai dengan angka yang diagunkan,” katanya.

Abdullah mempertanyakan data dari BSB yang belum diberikan kepada Komisi III.

“Datanya belum dikasih pak Azhari, sudah diminta tapi belum diberikan. Kami minta datanya biar dapat dipelajari, jangan main kucing kucingan. Komisi III ini mitra, jangan dianggap musuh. Datanya belum sampai ke Komisi III, kalau ada kita bisa bicara data. Saya paham mekanisme perbankan, karena dulu saya adalah pengusaha properti,” katanya.

Dia mengatakan, Komisi III aktif diskusi dan banyak mendengar informasi dari wartawan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan ahli perbankan.

“Kemarin BSB mendapat penghargaan 100 bank terbaik, tapi berbanding terbalik dengan adanya kredit macet ini,” katanya.

Anggota DPRD Sumsel Aryuda Perdana Kusuma, SSos, mempertanyakan dana CSR yang disalurkan BSB, apakah hanya ke pemerintah daerah (Pemda) atau ada yang disampaikan langsung ke masyarakat.

“Kalau disampaikan ke masyarakat, bentuknya seperti apa, apakah dalam bentuk proposal, ditandatangani lurah, camat atau perseorangan. Kami minta contoh proposalnya agar jika ada masyarakat yang ingin membuat proposal bisa kami tunjukkan, biar masyarakat tidak bolak balik,” katanya.

Reses yang berlangsung pada 10-17 Februari 2025 juga dilaksanakan Anggota DPRD Sumsel Dapil 1 lainnya. Yakni, Muhammad Toha, SAg (PKS), Firmansyah Hakim, SH (Partai Nasdem) dan Ir Romiana Hidayati (PDI Perjuangan). #fly

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here