Kawali Minta PT Musi Prima Coal Diberi Sanksi

UNJUKRASA---Pengunjukrasa dari Kawali Sumsel melakukan unjukrasa di Kantor Gubernur Sumsel, Senin (17/4/2023). (FOTO: SS 1/ARI).

Palembang, SumselSatu.com

Puluhan massa dari Kawal Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (Kawali) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mendatangi Kantor Gubernur Sumsel, Senin (17/4/2023).

Kedatangan mereka untuk menyampaikan keberatan atas rencana operasional pelabuhan bongkar muat batubara milik PT Musi Prima Coal di Desa Dangku, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muaraenim.

Sekretaris Kawali Sumsel Kevin mengatakan, pihaknya menguatkan kekhawatiran masyarakat yang berada di sekitar pelabuhan terkait lalu lintas kapal tongkang yang nantinya akan terjadi ketika pelabuhan beroperasi.

Menurutnya, abrasi (pengikisan) yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir sudah cukup parah terjadi di kawasan pinggiran Sungai Lematang.

“Jika ditambah dengan aktivitas tongkang, maka abrasi yang terjadi bisa bertambah parah dan mengancam kehidupan masyarakat. Gelombang yang ditimbulkan dari kapal tongkang akan menghantam tanah di pinggiran sungai dan menyebabkan abrasi maupun longsor,” ujar Kevin.

Dia mengatakan, PT Musi Prima Coal selaku perusahaan yang akan mengoperasikan pelabuhan tidak layak untuk diberikan izin, karena melakukan sindikasi atau kerja sama dengan tiga perusahaan yang sudah sering mendapatkan sanksi. Yakni, Musi Prima Coal, Lematang Coal Lestari dan PT Guo Hua Energi Musi Makmur Indonesia (GHEMMI).

“Ketika perusahaan itu sudah sering mendapat sanksi lantaran aktivitasnya melakukan pengerusakan lingkungan,” tegasnya.

Dalam catatan Kawali Sumsel, ketiga perusahaan itu sudah pernah mendapat tujuh sanksi. Di antaranya, sanksi penghentian sementara aktivitas pertambangan dari Gubernur Sumsel melalui Kepala Dinas ESDM pada tahun 2016.

Sanksi dari Gakkum Kementerian LHK akibat penimbunan Fly Ash Bottom Ash (FABA) pada tahun 2018. Sanksi dari Gubernur Sumsel untuk pemulihan atas kerusakan lingkungan akibat penutupan
Sungai Penimur yang berdampak pada masyarakat Payu Putat, Prabumulih, pada 2018.

Sanksi dari Kementerian PUPR atas pemindahan alur Sungai Penimur pada 2018. Sanksi penghentian operasional atas kecelakaan dalam aktivitas pertambangan yang diberikan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang tidak diindahkan oleh PT Musi Prima Coal dan kontraktornya PT Lematang Coal Lestari pada 2021.

Sanksi pemeriksaan dari Mabes Polri akibat perusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan penambangan illegal yang dilakukan oleh PT Musi Prima Coal dan Lematang Coal Lestari pada 2021-2022. Terakhir, sanksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel akibat pembangunan pelabuhan batubara tanpa izin di wilayah Sungai Lematang pada 2022.

“Deretan sanksi ini menandakan perusahaan tidak pernah memprioritaskan keberlangsungan dan kelestarian lingkungan hidup dalam operasionalnya. Sehingga, apabila aktivitas bongkar muat pekabuhan ini diberikan izin, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akan bertambah parah,” katanya.

Selain itu, dalam kegiatan pengawasan terpadu yang pernah dilakukan oleh DLHP Sumsel bersama dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumsel juga Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian ESDM melalui Inspektur Tambang pada Juli 2022. Juga diketahui kalau posisi kordinat pelabuhan itu berada di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Lanjutnya, Kawali Sumsel juga melihat tidak ada tindakan nyata dari pihak berwenang, baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, dinas terkait dan ataupun aparat penegak hukum untuk memberikan sikap tegas terhadap PT Musi Prima Coal, hingga terkesan kebal hukum.

“Untuk itu, kami minta ketegasan dan pembuktian dari pihak-pihak yang telah kami sebutkan sebelumnya. Utamanya Pemprov Sumsel atau Gubernur Herman Deru untuk berani mencabut izin usaha perusahaan ini, melampaui capaian gubernur sebelumnya yang hanya mampu memberikan sanksi, namun tetap tidak diindahkan oleh sindikasi korporasi ini,” tegasnya.

Kawali juga menuntut aparat penegak Hlhukum menangkap aktor intelektual dari sindikasi perusahaan yang diduga telah menyebabkan kerugian negara sampai ratusan miliar rupiah. Juga mengusut serta menangkap oknum yang terlibat dalam upaya merugikan negara

Meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengusut aliran dana dari PT Musi Prima Coal, PT Lematang Coal Lestari dan PT GHEMMI ke rekening milik oknum yang terlibat dalam upaya merugikan keuangan negara.

Membekukan seluruh aset dari PT Musi Prima Coal dan PT Lematang Coal Lestari, kemudian memberikannya kepada masyarakat Muaraenim dan Prabumulih, sebagai kompensasi dari kerusakan lingkungan dan pencemaran yang telah dirasakan selama lebih dari 10 tahun terakhir.

Usai menyampaikan tuntutannya, massa Kawali Sumsel memberikan pernyataan sikap kepada perwakilan Pemprov Sumsel yang diterima Kabid Penegakan Hukum (Gakkum) DLHP Sumsel Yulkar Pramilus dan Kabid Teknik dan Penerimaan Minerba ESDM Sumsel Armaya Sentanu Pasek. #Ari

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here