Keputusan MA Ancam Keselamatan ‘Driver Online’

Ilustrasi taksi online

Palembang, SumselSatu.com – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia mengabulkan uji materi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017. Peraturan menteri tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek atau transportasi online ini digugat oleh sedikitnya enam pengemudi angkutan sewa khusus.

Keenam sopir itu adalah Sutarno, Endru, Herman Susanto, Iwanto, Bayu Sarwo Aji dan Handoyo. Dan delapan argumen itu dikabulkan MA dan seluruh tuntutan pemohon dikabulkan semuanya.

“Bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah, atas usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dengan perusahaan angkutan sewa khusus,” ujar MA. 

Menyikapi keputusan MA, Dinas Perhubungan (Dishub) Sumsel mengatakan keputusan itu membuat Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) menjadi sia-sia. Selain itu, Dishub Sumsel juga tak menjamin keselamatan dari taksi online jika taksi konvensional marah.

“Kami dari Dishub Sumsel tidak bisa membela taksi online. Jika Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 ini dicabut dan dibatalkan, tentunya operasional taksi online di seluruh Indonesia ilegal. Selain itu, jika tidak ada aturan taksi online bagaimana nasib taksi konvensional,” kata Kepala Bidang (Kabid) Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Dishub Provinsi Sumsel Sudirman, Rabu (23/8/2017).

Sedangkan Pelaksana Tugas Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hengki Angkasawan mengatakan Kementerian Perhubungan telah menerima salinan putusan perkara nomor 37 P/HUM/2017 itu. Ia mengatakan Kementerian Perhubungan akan menaati keputusan MA ini.

“Kementerian Perhubungan akan taat asas pada hukum dan peraturan  yang berlaku, termasuk apa yang menjadi keputusan MA,” kata Hengki.

Hengki menyebut di dalam putusan MA tersebut terdapat sejumlah pasal dari hasil pembahasan dalam persidangan yang dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Sedikitnya terdapat 14 poin dalam Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 yang dianggap bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Oleh MA, kata Hengki, ke-14 poin ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MA lantas memerintahkan kepada Menhub untuk mencabut pasal-pasal yang terkait dengan 14 point dalam peraturan menteri tersebut. Hengki mengatakan selanjutnya ia akan berkoordinasi dengan semua pihak untuk menyusun penataan yang dapat memberi ruang yang sama pada semua operator transportasi, khususnya di bidang angkutan jalan. 

“Kami tidak ingin putusan MA itu menimbulkan masalah di kemudian hari.

Dalam menyelenggarakan usaha angkutan umum harus mengacu pada kemaslahatan masyarakat. Artinya pemerintah  harus mengatur ketertiban, kesetaraan dan keseimbangannya dalam berbagai kepentingan masyarakat,” pungkas Hengki. (Ari)

 

Berikut Delapan Gugatan Driver Online :

1. Tarif angkutan dengan argometer atau tertera pada aplikasi memperkecil kesempatan untuk mendapat konsumen lebih banyak yang tarifnya seharusnya murah sesuai jarak tempuh yang wajar.

2. Tarif angkutan konvensional sejak awal tidak diketahui jumlahnya dengan pasti sehingga tarif tersebut sangat mungkin berubah-ubah dan merugikan konsumen.

3. Tarif batas atas dan batas bawah tidak memberikan persaingan sehat bagi pelaku usaha, karena pengusaha UMKM yang seharusnya dapat memberikan tarif murah harus menaikkan tarif yang diakibatkan biaya tinggi seperti halnya yang terjadi dengan taksi konvensional.

4. Tarif batas atas dan bawah telah menimbulkan biaya tarif yang mahal pada konsumen, karena dengan perjalanan yang jarak dekat dan jauh tidak berdasarkan tarif yang senyatanya tetapi tarifnya sudah ditetapkan terlebih dahulu padahal jarak tempuh belum diketahui dengan pasti.

5. Penetapan pembatasan wilayah operasi Angkutan Sewa Khusus telah menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat karena hal ini mempersempit ruang bagi pelaku UMKM ditambah lagi dengan pembatasan peraturan ganjil dan genap yang akhirnya tidak dapat berkembang sedangkan taksi konvensional dapat beroperasi tanpa batas wilayah dan tanpa mengikuti aturan ganjil dan genap.

6. Penetapan pembatasan wilayah operasi angkutan Sewa khusus tidak memberikan pilihan yang luas bagi konsumen, sehingga tarif harga sangat mungkin ditentukan oleh penguasa pasar seperti taksi konvensional yang bebas beroperasi tanpa batas yang berujung konsumen menanggung tarif mahal.

7. Penetapan oleh Pemerintah rencana kebutuhan kendaraan untuk jangka waktu 5 tahun dan evaluasi setiap tahun akan membatasi perkembangan pengusaha UMKM dan akan menimbulkan tambahan

biaya tinggi bagi penguasaha UMKM, karena senyatanya pengusaha UMKM sudah melakukan perawatan

kendaraannya setiap tahun sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pengusaha mitranya

8. Pembatasan jumlah kendaraan di pasar tidak menimbulkan persaingan usaha yang sehat sehingga kecil kemungkinan terbentuknya tarif normal dibentuk oleh mekanisme pasar permintaan dan penawaran. Kondisi ini dapat dipermainkan oleh pengusaha, sehingga dapat berdampak biaya tarif tinggi yang akan dibebankan pada konsumen. Kebutuhan kendaraan di pasar sudah seharusnya ditentukan oleh keseimbangan pasar antara penawaran (supply) dan permintaan (demand) yang akhirnya akan terbentuk tarif normal di lapangan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here