Pusat Studi Sriwijaya Bakal Didirikan di Palembang

SEMINAR SRIWIJAYA – Kepala Dinas Pariwisata Sumsel Irene Camelyn Sinaga (kanan) saat berbicara pada seminar “Kesejarahan Sriwijaya dan Poros Maritim,” Selasa (7/8/2018), di Hotel Aryaduta, Palembang. (FOTO: SS1/YANTI)

Palembang, SumselSatu.com

Indonesia tengah berupaya agar kembali menjadi poros maritim dunia seperti masa-masa kejayaan maritim pada masa silam. Salah satu upaya yang ditempuh adalah mendirikan pusat studi Sriwijaya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid, saat berbicara pada seminar Kesejarahan Sriwijaya dan Poros Maritim, Selasa (7/8/2018), di Hotel Aryaduta, Palembang, mengatakan, pusat studi Sriwijaya itu rencananya dibangun di Palembang, Sumatera Selatan.

Dia menjelaskan, Sriwijaya pernah menjadi kerajaan maritim yang besar dan jaya, terutama pada abad ke-7 sampai 13 Masehi. “Sriwijaya jaya di bidang kemaritiman karena merupakan kerajaan maritim,” kata Hilmar.

Hilmar pun menuturkan sejarah singkat mulai terkikisnya kejayaan maritim, diawali dengan kehadiran Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang menguasai pelabuhan-pelabuhan.

“VOC menguasai wilayah maritim, sedangkan penduduk asli Sriwijaya digiring ke darat. Sehingga mereka yang tadinya sebagai pelaut, beralih menjadi petani,” kata Hilmar didampingi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel Irene Camelyn Sinaga.

Lebih lanjut Hilmar mengutip roman sejarah Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer. Arus pun berubah. “Kekuatan maritim dari utara ke selatan, berubah menjadi dari selatan ke utara. Itu karena ketidakmampuan kerajaan di Palembang untuk berkembang. Padahal dulu Sriwijaya pusatnya di Palembang. Semua ini, akan tergali dan menjadi jelas kalau Sriwijaya dikaji oleh sebuah pusat studi,” bebernya.

Hilmar menambahkan, dirinya mendapat informasi bahwa sebelumnya di Palembang sudah ada pusat kajian Sriwijaya di Universitas Sriwijaya (Unsri), namun mati suri. “Harapan saya mestinya ini bisa berlanjut, karena pusat studi sudah ada, tapi kurang aktif,” kata Hilmar.

Kehebatan Sumatera Selatan, lanjut Hilmar, selain pernah menjadi kerajaan besar Sriwijaya, juga ada Kesultanan Palembang. Jejak peninggalan sejarahnya tersebar di banyak tempat. Seharusnya benda cagar budayanya dilestarikan. “Harus dikerahkan daya dan upaya agar benda-benda bersejarah itu bisa diselamatkan,” tegas Hilmar.

Dia menyatakan bakal mengerahkan Direktorat Sejarah, Balai Pelestarian Cagar Budaya di Jambi yang juga bertanggung jawab terhadap wilayah Sumatera Selatan dan Sumatera Barat, termasuk Unsri. “Tiga lembaga ini akan bertanggung jawab untuk mengembangkan pusat studi Sriwijaya. Secara substansial, logistik dan lain-lain akan diarahkan ke sana,” ucapnya.

Hilmar berharap semua pihak, termasuk Pemerintah Sumatera Selatan, mendukung rencana ini. “Saya orangnya praktis. Sekali ditelorkan, harus ada hasil dalam tahun ini. Apakah bentuknya pertemuan-pertemuan awal untuk merancang. Apapun yang dilakukan menjadi satu langkah untuk merancang, menjadi titik awal yang baik,” tandasnya.

Sementara itu,  Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sumsel, Irene Camelyn Sinaga mengakui, pihaknya melakukan promosi kesejarahan Sriwijaya saat Asian Games.

“Apalagi kerajaan Sriwijaya itu pada masa silam dikenal hingga negara luar. Sejak  abad VII. Ini jejak sejarah yang sangat panjang,” ucapnya.

Selama Asian Games 2018, kata Irene, ada pameran yang menyajikan sejarah kerajaan Sriwijaya di Jakabaring dan Benteng Kuto Besak (BKB).  “Pameran ini berlangsung pada 8 Agustus sampai 8 September,” pungkasnya. #nti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here