Curiga Nilai Rapor SLTA, Unsri Turunkan Kuota Penerimaan Mahasiswa

Rektor Unsri Prof Dr Ir H Anis Saggaff, MSCE, saat ditemui di acara Haul Ke-7 K H M Zen Syukri, di Palembang, Minggu (24/3/2019). (FOTO: SS1/YANTI)

Palembang, SumselSatu.com

Tahun 2019, Universitas Sriwijaya (Unsri) hanya menerima 20 persen atau 1483 orang untuk menjadi mahasiswa Unsri dari jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan tahun lalu yang 30 persen dari jumlah mahasiswa diterima. Penurunan kuota tersebut karena banyak yang mencurigai nilai rapor siswa sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dibuat menjadi besar dari nilai sesungguhnya oleh pihak sekolah.

“Dulu kuotanya 50 persen, kemudian turun 40 persen, dan tahun ini kami menerima hanya 20 persen. Tahun ini PTN rata- rata mengambil kuota 30 persen untuk SNMPTN. Kalau Unsri hanya 20 persen,” ujar Prof Dr Ir H Anis Saggaff, MSCE, saat diwawancarai usai Haul Ke-7 K H M Zen Syukri, di Palembang, Minggu (24/3/2019).

Anis mengatakan, pihaknya hanya mengambil kuota 20 persen untuk SNMPTN karena ingin memperbesar kuota untuk calon mahasiswa yang mengikuti ujian tertulis.

“Kalau ujian tertulis itu adu otak. Tapi kalau SNMPTN itu pakai nilai rapor. Sekarang banyak yang mencurigai nilai rapor,” kata Anis.

Untuk Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), kata Anis, kuotanya 50 persen dari daya tampung.

“Kami ingin mendidik sekolah agar tidak memberikan nilai besar kepada siswa. Tapi berdasarkan ilmu yang dimiliki siswa,” tandas Anis.

Dijelaskannya, UTBK akan dibagi menjadi 20 cluster atau rombongan.

“Jadwalnya sudah ada. Nanti nilainya kami bagikan. Dari nilai itu disesuaikan prodinya. Kementerian ingin mahasiswa itu masuk sesuai bakatnya. Jadi saya pesan dengan orang tua siswa. Jangan paksa anak di prodi yang tidak sesuai bakat dan kemampuannya. Kasihan dengan anaknya, kalau hanya mengikuti kemauan orang tua,” terang Anis.

Dia menyampaikan, saat ini, program studi (Prodi) bidang ilmu social di Unsri yang paling diminati adalah ilmu komunikasi, dan hukum. Sedangkan untuk eksak adalah ilmu komputer dan teknik.

Kata Anis, di era revolusi Industri 4.0, milenial, anak-anak memilih sesuai yang mereka tahu.

“Untuk kedokteran itu sudah begeser top leader-nya,” kata Anis. #nti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here